ads ads ads ads

Monday, July 22, 2013

Lakukan 5 hal ini sebelum keluar dari pekerjaan!

Ada banyak alasan kenapa seseorang memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Apapun alasan itu, sebaiknya Anda melakukan beberapa hal seperti yang dilansir dari Your Modern Living berikut ini sebelum keluar dari pekerjaan.

Sudah menemukan penggantiJangan buru-buru keluar sebelum Anda mendapatkan pekerjaan yang lain. Sebab belum tentu setelah keluar, Anda bisa segera mendapatkan pekerjaan yang baru.

Memiliki tabunganNamun jika memang belum mendapatkan pekerjaan pengganti, pastikan Anda memiliki tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, pastikan Anda tetap aktif dalam kegiatan sukarelawan agar tidak terdapat jeda kosong yang tidak berguna selama belum bekerja.

Tanda-tanda ingin keluarHilangnya antusiasme, semangat, dan motivasi menjadi beberapa tanda bahwa Anda memang ingin segera keluar dari pekerjaan. Jika memang tengah merasakannya, lakukan dengan segera sebelum semua tanda-tanda tersebut semakin menghancurkan kinerja di tempat kerja.

Meminta referensiJika memiliki kesempatan untuk meminta referensi dari tempat kerja yang lama demi mengejar karir yang baru, jangan sia-siakan hal itu. Sebab referensi bisa membuat Anda mendapatkan pekerjaan impian yang lebih baik.

Menyiapkan diriKeluar dari pekerjaan memiliki dampak positif maupun negatif bagi diri sendiri dan orang-orang di sekitar. Pastikan Anda sudah siap menghadapi semua itu agar tetap mampu menjalani pekerjaan berikutnya dengan baik.
Itulah beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum keluar dari pekerjaan. Punya saran lain?

Jadi karyawan sambil membangun bisnis sendiri? Ini caranya!

Anda sudah memiliki ide untuk bisnis. Anda sudah melakukan penelitian, pengamatan pasar, membuat prototip. Orang-orang di sekitar Anda sudah memberi dukungan. Namun apa daya, ketika Anda masih terikat dengan pekerjaan yang ada saat ini dan harus menjalani setiap harinya sebagai karyawan, padahal pekerjaan impian sudah di depan mata?
Jika ini yang terjadi pada Anda, jangan terburu-buru melepas pekerjaan Anda sebagai karyawan. Justru, pekerjaan yang Anda miliki saat ini bisa dijadikan batu loncatan untuk membangun bisnis Anda sendiri. Ingin tahu caranya? Ini dia, seperti dilansir oleh Brazen Careerist (23/04).

1. Ubah perspektif
Degan bayangan bisnis impian di pikiran, mungkin Anda menganggap pekerjaan yang ada sekarang sebagai hambatan. Perspektif ini harus diubah. Pekerjaan yang ada sekarang adalah anugerah yang akan terus memberi Anda pemasukan untuk membayar semua kebutuhan Anda setiap hari. Pemasukan ini bisa digunakan untuk membiayai bisnis impian Anda. Jadi, gunakan sebagian penghasilan untuk membangun bisnis, dan jalani pekerjaan Anda dengan tetap semangat. Karena pekerjaan ini adalah 'sumber daya' untuk bisnis impian Anda di masa depan.

2. Kelola uang dengan baik
Mengetahui cara mengelola keuangan adalah hal terpenting jika Anda ingin menjadi pebisnis yang sukses. Ketika Anda memutuskan untuk membangun bisnis, Anda akan menjadi bos bagi diri sendiri. Anda perlu mengetahui dengan jelas semua hal yang berhubungan dengan finansial. Bagaimana pemasukan, pengeluaran, aset, dan kredit yang Anda miliki. Anda harus mulai memikirkannya ketika keuangan Anda masih stabil dan Anda masih menerima penghasilan rutin dari pekerjaan yang Anda sekarang. Sebelum nantinya Anda memutuskan untuk benar-benar mandiri dan meninggalkan pekerjaan.

3. Belajar semua hal dari semua orang
Ketika berada dalam sebuah perusahaan, Anda tentu memiliki rekan kerja yang bisa mengajarkan beberapa hal. Pelajari hal-hal penting dalam bisnis dari mereka sebelum Anda memutuskan untuk hengkang. Ini saatnya mencari guru yang bisa mengajarkan keahlian yang tak Anda dapatkan dengan kuliah.

4. Jangan membuang waktu
Akan ada waktunya Anda menjadi tak sabaran dan sangat ingin cepat memulai bisnis yang baru. Anda mungkin berpendapat bahwa pekerjaan yang ada saat ini hanya membuang-buang waktu. Namun, jangan biarkan rasa tak sabaran itu mengelabui Anda. Jika Anda tergesa-gesa, bisa jadi Anda akan jatuh dengan cepat karena hal yang tak Anda antisipasi sebelumnya. Untuk itu, jangan tergesa-gesa, tetapi juga jangan membuang waktu. Gunakan waktu Anda secara efektif untuk memikirkan bisnis. Buat rancangan waktu yang realistis dan sesuai dengan strategi Anda.

Itulah beberapa cara untuk memanfaatkan pekerjaan yang Anda miliki sekarang untuk membantu Anda membangun bisnis impian. Tunggu apa lagi? Segera mulai dari sekarang!

Saturday, July 20, 2013

6 Sinyal Bos Tidak Menyukai Kita

Dalam sebuah buku berjudul “He’s just not that into you”, yang juga pernah difilmkan pada tahun 2009, disebutkan beberapa ciri seorang pria, apakah ia tertarik kepada seorang perempuan atau tidak. Pada dasarnya, prinsip yang sama juga dapat diterapkan dalam hubungan antara karyawan dengan bosnya.
Sebagai karyawan, kita perlu menjadi peka untuk melihat perilaku bos, karena sikap si bos bisa menjadi indikator apakah ia menyukai kita atau sebaliknya. Jika memang si bos tidak menyukai kita, akan sia-sia sekali kita menghabiskan bertahun-tahun untuk bekerja dengannya, sedangkan dia tidak peduli dengan perkembangan karir kita.
Daripada demikian, ada baiknya kita mencoba tips-tips berikut yang dilansir dari salary.com, tentang bagaimana mengenali tanda-tanda serta menghadapi kondisi di mana bos tidak menyukai kita:

1. Micromanagement
Biasanya, kita dapat melakukan suatu pekerjaan dengan tanpa masalah. Akan tetapi, untuk pekerjaan yang sama, tiba-tiba bos menjadi lebih demanding dan mempersoalkan kesalahan-kesalahan minor yang biasanya tidak menjadi masalah. Pun si bos berusaha selalu memperingatkan hal tersebut sesegera mungkin. Ketika bos sudah mulai menegur dan mengatur untuk sesuatu yang sebenarnya absurd dan tidak perlu dibimbing, maka sudah jelas bahwa bos tersebut tidak percaya terhadap kita. Jika dibiarkan terus-menerus, kita akan tertekan dan lama-kelamaan akan stress.
Solusinya adalah kita keluar dari tempat kerja kita. Sedangkan apabila hal tersebut tidak memungkinkan, maka ada baiknya kita bicara dengan si bos. Kita katakan dengan jujur bahwa kita ingin mengerjakan hal terbaik dan butuh independensi. Selain itu kita juga dapat menyelenggarakan weekly meeting dengan si bos untuk mencegah dia berkali-kali datang ke meja kita.

2. Sulit ditemui dan Tidak Peduli
Berbanding terbalik dengan poin sebelumnya, kali ini si bos justru sulit untuk kita temui. Ia bisa menghabiskan banyak waktu di kantor untuk melakukan sesuatu yang ia sukai tetapi tidak suka meluangkan waktu untuk kita. Berbagai alasan akan ia buat untuk menghindar  dari kita sepenting apapun urusan kita. Lebih menyakitkan lagi apabila ia bersedia bertemu dengan orang lain untuk urusan yang sama. Ciri-ciri tersebut adalah indikator bahwa bos tidak menyukai kita.
Satu-satunya jalan keluar untuk masalah ini adalah kita harus bertemu muka dengan bos tersebut. Dengan frontal dan percaya diri kita harus mengatakan dengan tegas. Misalnya, “Pak, saya tahu Bapak sibuk, tetapi beberapa jadwal yang kita tentukan gagal dan saya perlu berbicara dengan Bapak. Saya butuh input dan bimbingan dari Bapak”.

3. Dijadikan Pengecualian
Kamu sedang duduk di dalam kubikel, lalu semua orang berdiri dan berjalan ke ruang meeting. Rupanya ada meeting untuk sebuah project baru. Semua orang diundang kecuali kamu. Dari situ kamu mencium adanya sebuah pengecualian yang dilakukan si bos. Kemungkinan pertama adalah terjadi kesalahan sehingga nama kita terlewat dari undangan. Kemungkinan yang kedua, memang si bos sengaja mendiskriminasi kita.
Solusi yang bisa kita ambil yakni dengan melakukan pendekatan perlahan-lahan. Bertanya secara sopan dan memastikan penyebab kita luput dari undangan. Jika memang benar hal tersebut disengaja, kita perlu bicara dengan si bos ada permasalahan apa dan yakinkan si bos bahwa kita tak akan bisa bekerja dengan baik tanpa ada update informasi dari meeting tersebut.

4. Diacuhkan/dicemooh selama rapat
Rapat atau meeting di tempat kerja idealnya menjadi sebuah ajang untuk brainstorming, bukannya tempat untuk saling menghakimi. Akan tetapi, ketika bos kita melakukan hal tersebut terhadap kita selama meeting, ada hal yang perlu dipertanyakan menyangkut hubungan kita dengan si bos. Terlebih lagi apabila dalam proses kreatif, kita tidak dilibatkan dalam pengumpulan ide, maka kita pantas curiga bahwa bos kita tidak menyukai kita.
Menghadapi hal tersebut, yang sebaiknya kita lakukan adalah menahan diri dan mencari waktu yang tepat untuk berbicara dengan si bos. Dengan bijak, mintalah saran kepadanya tentang bagaimana seharusnya mengutarakan ide dan ide tersebut diperhitungkan untuk kemajuan perusahaan.

5. Tidak Memberikan Feedback
Hal yang lebih buruk dari memberi respon negatif adalah tidak merespon sama sekali. Terlebih lagi jika kita telah melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan si bos tidak memberikan tanggapan apa pun, maka sebetulnya si bos tidak menganggap kita sebagai sesuatu yang pantas dihargai.
Jika kita belum siap untuk keluar dari tempat kerja tersebut, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Yang pertama adalah mengecek lembar employee review, apabila itu sudah lama tak diisi padahal sebetulnya sudah jatuh tempo, maka ada baiknya kita mengirim  email kepada bos. Isinya adalah mengingatkan bahwa kita perlu feedback dari dia. Namun, apabila hal tersebut tidak mengubah keadaan, kita bisa menggunakan email tersebut sebagai bukti untuk melaporkan si bos ke HRD.

6. Bos memberi pekerjaan di bawah kualifikasi
Ciri lain bahwa si bos membenci kita adalah dengan memberikan kita pekerjaan yang sebetulnya bisa dikerjakan oleh orang yang tidak berpendidikan sama sekali. Memberikan pekerjaan yang jauh di bawah kemampuan kita merupakan indikasi bahwa si bos tidak menganggap kita bisa berkontribusi terhadap perusahaan.
Langkah yang harus kita ambil adalah dengan menjadikan diri kita layak diperhitungkan. Caranya adalah dengan melakukan banyak prestasi dan menunjukan kepada bos bahwa kita memiliki kemampuan yang lebih dari apa yang ia pikir kita punya.

Sumber :  http://www.portalhr.com/tips/6-sinyal-bos-tidak-menyukai-kita/

Wednesday, July 17, 2013

Bagaimana Bekerja dengan Orang yang Kita Benci

Bekerja dengan orang yang tidak kita sukai, bisa membuat kita terdistraksi dan tidak bersemangat. Namun, bertemu mereka dalam dunia kerja, menurut beberapa ahli, adalah hal yang wajar terjadi.
Robert Sutton, pengarang buku Good Boss, Bad Boss mengatakan, “Selalu ada orang lain, apakah itu keluarga, tetangga atau rekan kerja, dan di antara orang-orang tersebut, bukan tidak mungkin kita bertemu dengan orang yang tidak kita sukai.”
Daniel Goleman, co-director dari Consortium for Research on Emotional Intellegent in Organizations di Universitas Rutgers juga memberikan pandangannya bahwa menghindar dari rekan yang kita benci bisa menjadi taktik yang bagus, akan tetapi, hal tersebut tidak selalu mungkin untuk kita lakukan, terlebih bila kita menemui mereka di tempat kerja sehari-hari.
Cara yang paling tepat adalah dengan menghadapinya dan mencoba mengurangi dampak merugikan yang mungkin timbul. Hbr.org memaparkan cara yang dapat kita coba agar terhindar dari efek negatif bekerja dengan orang yang tidak kita sukai:

Kelola Reaksi Kita
Menanggapi orang yang menyebalkan, sikap yang kita tunjukan beragam dari mulai hal-hal yang membuat tidak nyaman hingga permusuhan secara frontal. Goleman menyarankan bahwa ketika berhadapan dengan orang yang tidak kita sukai, maka mulailah berfokus pada bagaimana seharusnya kita merespon, bukan pada perbuatan yang telah dilakukan terhadap kita.
Ia mengatakan bahwa akan lebih produktif jika kita fokus pada bagaimana reaksi kita, bukan apa yang mereka lakukan, karena perilaku kitalah yang dapat kita kontrol. Penting juga bagi kita untuk melatih kemampuan kita meng-handel stress. Pengelolaan stress yang baik membuat kita berpandangan baru bahwa apa yang tadinya kita anggap menyebalkan, tidak akan menjadi demikian lagi.

Jangan Sebarkan ketidaksukaan Kita dengan Partner Lain
Ketika kita memiliki personal dislikeness terhadap rekan kerja, membicarakan hal tersebut dengan rekan kerja lain bukanlah pilihan yang bijak. Emosi adalah sesuatu yang sangat sensitif dan potensif membuat orang terluka perasaannya. Selain itu, ketika kita membicarakan keburukan orang lain, maka rekan kerja lain pun justru akan  mengecap kita negatif.
Apabila sudah benar-benar tertekan dan butuh mengeluarkan uneg-uneg, akan lebih baik jika kita bercerita dengan teman kita di luar organisasi tempat kita bekerja.

Pertimbangkan bahwa itu kita, bukan orang yang kita benci
Setelah berhasil mengatur reaksi kita terhadap orang yang kita benci, langkah selanjutnya adalah  menganalisis mengapa kita membenci mereka. Apakah karena dia mengingatkan kita pada sesorang atau sesuatu yang buruk, atau karena kita tidak dapat melakukan apa yang dapat ia lakukan. Kebencian bisa dipicu oleh iri hati. Emosi negatif kadang membuat kita larut pada mindset yang tidak objective.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang  menganggu kita, akan lebih mudah bagi kita untuk mengerti apa peran kita dalam intrik yang terjadi dengan rekan tersebut. Mengasumsikan bahwa kita adalah bagian dari masalah justru akan membuat kita sadar bahwa mungkin saja kita memiliki andil dalam masalah yang kita hadapi. Seandainya dimanapun kita pergi selalu ada orang yang kita benci, sebetulnya itu adalah sinyal yang buruk bagi kita.

Habiskan lebih banyak waktu bersama mereka
Mungkin hal ini terdengar ganjil. Jangankan menghabiskan banyak waktu, untuk bersua saja mungkin kita merasa jengah. Padahal dengan kita menghabiskan banyak waktu dengan mereka, kita bisa menjadi lebih mengenal mereka dan mengerti hal-hal seperti apa yang mendorong mereka melakukan hal-hal yang tidak kita sukai.Dampaknya adalah, mungkin sekali kita tidak lagi benci melainkan berempati.
Meluangkan waktu dengan orang yang kita benci juga memungkinkan kita untuk berkesempatan menciptakan hal-hal positif bersama. Meskipun demikian, tetap ada satu pengecualian bahwa apabila orang tersebut bermasalah dengan moralnya, maka menjauh bisa jadi pilihan terbaik.

Pertimbangkan Untuk Memberi Feedback
Jika langkah-langkah sebelumnya tidak mengubah keadaan, maka langkah terakhir adalah dengan memberikan mereka feedback. Kita ungkapkan kepada mereka bahwa ada sikap-sikap mereka yang cukup menganggu dan akan lebih baik jika diperbaiki. Hanya saja kita perlu berhati-hati dalam menyampaikannya dan melihat karakter dari rekan kita tersebut. Apakah dia cukup terbuka dan mau dikritik atau justru sebaliknya. Jika kita memberikan feedback dengan cara yang tepat, maka ada kesepampatan kita akan membantu rekan tersebut mengembangkan kesadaran diri dan meningkatkan efektivitas kerjanya.

Sumber : http://www.portalhr.com/tips/bagaimana-bekerja-dengan-orang-yang-kita-benci/

Tuesday, July 16, 2013

Ketentuan THR Karyawan yang Mengundurkan Diri

Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”) adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain, demikian yang disebut dalam Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (“Permenaker 4/1994”).
 
Menurut Pasal 2 ayat (1) Permenaker 4/1994,pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih. Anda mengatakan bahwa Anda telah bekerja di perusahaan tersebut selama selama lebih dari 1 (satu) tahun. Dengan demikian, Anda sebagai pekerja memang berhak mendapatkan THR.
 
Untuk mengetahui besaran THR yang berhak Anda dapatkan, maka kita berpedoman pada Pasal 3 Permenaker 4/1994:
 
(1) Besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a.    Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
b.    Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan: Masa kerja x 1 (satu) bulan upah.
(2) Upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap.
(3) Dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut Kesepakatan Kerja (KK), atau Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.
 
Anda mengatakan bahwa Anda sudah bekerja lebih dari satu tahun, artinya masa kerja Anda sudah lebih dari 12 bulan. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, besarnya THR yang Anda terima adalah penuh sebesar satu bulan upah.
 
Kemudian, kami akan berfokus pada poin pertanyaan Anda lainnya yaitu tentang bagaimana pembayaran THR jika pekerja berniat resign (mengundurkan diri) 10 (sepuluh) hari sebelum hari raya. Untuk menjawab ini, kami mengacu pada Pasal 6 ayat (1) Permenaker 4/1994:
 
“Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR.”
 
Kemudian, berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Permenaker 4/1994,ketentuan pada Pasal 6 ayat (1) tersebut tidak berlaku bagi pekerja dalamhubungan kerja untuk waktu tertentu yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan.
 
Anda mengatakan bahwa pekerja dalam pertanyaan Anda mengundurkan diri 10 hari sebelum hari raya, jadi lama waktu tersebut masih berada dalam jangka waktu yang ditentukan Permenaker 4/1994 sehingga ia berhak atas THR.
 
Hal lain yang disampaikan dalam pertanyaan Anda adalah pekerja tersebut merupakan pekerja tetap. Dengan demikian, ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Permenaker 4/1994 berlaku baginya sehingga ia berhak mendapatkan THR dan THR yang didapatnya itu sebesar satu bulan upah sebagaimana yang telah kami jelaskan tadi.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
3.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan 

Sumber :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51dd09c59209b/ketentuan-thr-karyawan-yang-mengundurkan-diri

Monday, July 15, 2013

HRD: Hanya Rekrut Doang atau Human Resource Department?

Oleh : Muk Kuang



Judul di atas mungkin sedikit menggelitik bagi Anda yang menekuni dunia HRD, seolah-olah ruang lingkup HRD hanya sebatas recruitment semata, padahal semestinya lebih dari itu. Tapi mungkin pernyataan tersebut muncul karena sebagian orang tidak terlalu merasakan dampak dari kehadiran HRD di perusahaannya, yang dirasakan betul hanyalah bagian recruitment, dimana ketika ada user yang ingin mengisi posisi baru di timnya atau karena turnover yang tinggi dan ia harus mengisi kekosongan yang ada, maka user ini datang ke HRD hanya untuk membantunya dalam proses recruitment semata.
Selain kondisi tersebut, salah seorang professional kerja juga pernah bercerita bahwa betapa kagetnya ia karena HRD terus menambah karyawan hanya untuk menangani bagian recruitment saja. Apakah perusahaan ini mau berubah menjadi jasa penyuplai tenaga kerja/headhunter?, sampai harus memiliki banyak tenaga recruitment, padahal perusahaannya bukan tergolong perusahaan yang besar. Apa yang dikeluhkan professional kerja tersebut tergolong menarik untuk dibahas, karena itulah judul di atas muncul.
Dua situasi di atas mungkin terjadi bagi sebagian organisasi atau juga mungkin sama sekali tidak pernah terjadi di organisasi yang tergolong sudah mature pola berpikir mengenai dunia HR. Tapi menjadi menarik bagi Anda yang menggeluti dunia HR untuk lebih berpikir kritis bila menghadapi situasi tersebut dengan bertanya, apakah saya sudah menjalankan fungsi HR yang sebenarnya?, apakah saya bisa membawa divisi HR saya menjadi lebih baik dan tidak sekedar administratif semata?, apakah saya bisa menjadi business partner untuk divisi lain dan bukan sekedar ‘taking order’ untuk memenuhi kuota karyawan?

Business Partner atau Busy Partner
Jika Anda sibuk, sibuklah untuk sesuatu yang tepat sasaran dan memang bernilai manfaat. Jangan sampai kita sibuk untuk sesuatu yang melelahkan dan tidak memberikan solusi yang efektif. Kalimat ini merespon apa yang yang terjadi pada situasi pertama yang saya gambarkan. Menjadi sebuah kelelahan bagi orang HRD khususnya bagian recruitment manakala ia harus mengisi beberapa posisi dalam waktu tertentu. Alasannya terkadang beragam, ada yang memang karena posisi baru dan adapula yang karena mengganti karyawan yang baru saja. Bila turnovernya tinggi, maka tingkat stress rekan-rekan di recruitment cenderung meningkat karena harus berpikir bagaimana mencari penggantinya.
Ketika peran HRD hanya memenuhi permintaan departemen lain tanpa mengidentifikasi dan mendiskusikan lebih lanjut mengenai manpower planningnya, tanpa menganalisa kenapa turnover tinggi, maka di sinilah titik rawan dimana HRD mulai menjadi busy partner. Mari kita tanyakan kepada tim kita masing-masing, tahukah kita kenapa diminta me-recruit puluhan orang dalam waktu singkat?, apakah hal ini memang sudah diproyeksikan di tahun sebelumnya?, bagaimana dengan tahun depan?, lalu mengapa untuk posisi tertentu turnover nya begitu tinggi?, bagaimana HR menyikapinya?, apakah sekedar berpikir yang penting sudah terisi penuh manpowernya?
Jika HR mau dipandang sebagai mitra bisnis dalam sebuah organisasi, maka saatnya mengubah cara pandang dan cara kerja HR itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan dijawab sendiri oleh HRD, melainkan HRD harus mampu duduk bersama dengan divisi lain dan mencari solusi, sehingga persepsi sekedar ‘recruit’ saja dapat lambat laun bergeser menjadi business partner dan betul betul menjadi Human Resource Department

HRD Self-Check
Saatnya untuk melakukan self-checking kepada internal tim kita masing-masing. Apakah scope of work nya jelas untuk setiap personil yang ada tim Anda?, jangan sampai ‘resource’ terbuang sia-sia dan organisasi tidak mendapatkan kontribusi yang signifikan dari ‘resource’ yang di hire. Mulai berpikir kritis dengan terus mempertanyakan apa yang HRD dapat lakukan untuk membuat perubahan di perusahaan. Yang membedakan mengapa HR di sebuah perusahaan dapat di kagumi dan tidak terlalu di anggap, adalah cara kerja HR itu sendiri. Jika HRD menempatkan dirinya sebagai admin support maka sampai kapanpun mindset tersebut akan tertanam dan tertuang dalam pola kerja yang hanya sebatas sebagai admin support.
Semoga HR mampu memberi pengaruh dan memberi nilai tambah untuk organisasi. Salam HR!


Sumber : http://www.portalhr.com/komunitas/opini/hrd-hanya-rekrut-doang-atau-human-resource-department/

Saturday, July 13, 2013

8 Langkah Menjadi Karyawan Yang Mudah Diatur

Tidak ada yang lebih membanggakan kecuali bisa memudahkan beban orang lain, sebut saja itu bos kita. Ratusan bahkan ribuan karyawan yang berada di perusahaan memerlukan treatment yang berbeda-beda agar produktifitas berjalan lancar. Untuk itu, tidak lebih baik kah jika kita bisa menjadi karyawan yang ‘mudah’ untuk diatur. Berikut ini 8 langkah yang dilansir dari blogging4jobs, yang bisa Anda renungkan dan laksanakan jika Anda ingin menjadi karyawan yang diinginkan perusahaan :

1. Jadilah benar-benar jujur
Jangan pernah memberi celah atau ruang untuk prasangka buruk dari bos Anda. Untuk menghindari itu, usahakan selalu memberitahu segala kondisi yang terjadi, berikan rincian yang valid, dan jangan berbohong dengan kelalaian Anda. Dengan begitu, bos Anda tidak akan mencurigai Anda sekalipun bisa.

2. Jangan ambil pusing gosip-gosip kantor
Pasti Anda pernah bahkan sering mendengar gosip-gosip kantor yang bernada negatif. Jangan memberikan waktu yang banyak untuk mendengarkan gosip yang akan memperburuk kinerja Anda. Jika Anda mau, gosip seperti itu dapat Anda ubah menjadi stategi yang positif untuk tujuan pengembangan karir dan diri Anda. Coba dan rasakan manfaatnya.

3. Berhenti mengeluh
Tentu saat ini Anda tengah berada di kesibukan yang super tinggi. Terlalu banyak yang harus dikerjakan dan tidak dibantu oleh sumber daya yang cukup. Tidak ada yang bisa memiliki semua sumber daya yang mereka butuhkan. Jika Anda ingin mengeluhkan pekerjaan dengan bos Anda, pikirkan dulu solusi yang spesifik untuk mengatasi masalah tersebut. Jika Anda hanya sekadar mengeluh, maka energi Anda akan terkuras dan Anda tidak akan mendapatkan apa-apa.

4. Jadilah penurut
Hal ini bukan berarti Anda harus menjadi seorang malaikat, melainkan Anda tidak bersikeras terhadap hak Anda sendiri dan mengesampingkan yang lain. Jadilah orang yang masuk akal dan dewasa dalam bersikap. Jangan cepat tersinggung dengan rekan kerja atau bos Anda. Namun penurut disini juga bukan berarti Anda harus berdiam diri jika dilecehkan atau di-bully, hal itu tidak ada toleransinya. Anda bisa mengontrol kapan saatnya Anda ber-lemah lembut kapan saatnya Anda tegas terhadap sesuatu.

5. Ambil tanggung jawab Anda
Anda harus menjadi profesional dalam bekerja, salah satunya mengenai kepemilikan masalah. Ambil bagian dan tanggung jawab Anda secara terbuka, jangan menjadi orang yang melepaskan tanggung jawab. Pikirkan cara-cara tertentu yang dapat mengatasi masalah di divisi Anda dan aktif mencari solusi untuk itu.

6. Tawarkan bantuan
Jika atasan atau rekan kerja Anda kewalahan dengan pekerjaan yang menumpuk, tidak ada salahnya membantu mereka. Mengambil alih beberapa pekerjaaan atasan Anda dapat membantu karir Anda. Selain itu Anda dapat memiliki ‘kans’ karena itu. Dan kemungkinan Anda akan diberhentikan oleh bos Anda jauh lebih kecil karena Anda dapat diandalkan.

7. Rincikan hal-hal kecil
Memang ada sebagian orang yang malas mengurusi hal-hal kecil. Namun hal administrasi seperti pengajuan biaya dan rincian tambahan lainnya sebaiknya jangan Anda anggap enteng. Luangkan waktu Anda sebentar untuk hal tersebut dan serahkan kepada staff yang bertanggung jawab untuk itu. Anda menjadi fokus terhadap pekerjaan Anda.

8. Bekerja keras
Anda tidak harus bekerja 60 atau 70 jam setiap minggu untuk menjadi karyawan yang mudah diatur. Yang terpenting di sini Anda bekerja dengan hati yang senang dan lapang. Sehingga produktifitas kerja Anda akan meningkat walaupun Anda bekerja di bawah 50 jam per minggu. Bukan frekuensi waktu yang menentukan Anda bekerja keras, namun hasil yang memuaskan yang dapat membuat atasan Anda tertolong dan bersyukur memiliki Anda. Patuhi deadline dan nikmati kerja keras Anda. Semoga bermanfaat.


Sumber : http://www.portalhr.com/tips/8-langkah-menjadi-karyawan-yang-mudah-diatur/

Thursday, July 11, 2013

Kisah Sedih Membuat Kita Bahagia

Saat ini drama reality show sedang marak di stasiun televisi Indonesia. Setiap episode memiliki skenario yang sama, di mana pembawa acara akan mendatangi “orang yang malang” untuk mengulas kehidupannya yang penuh penderitaan. Fenomena ini digambarkan dalam kartun Mice di harian Kompas 11 Maret 2012:
Kisah Sedih di TV
Terlepas dari apakah cerita yang ditampilkan asli atau rekayasa, yang jelas acara seperti ini memiliki banyak peminat (terbukti dari banyaknya acara sejenis di berbagai stasiun televisi). Sepertinya banyak orang yang bahagia, atau setidaknya tertarik, melihat penderitaan orang lain.
Apa benar kisah sedih membuat kita bahagia? Mengapa? Apakah bisa membuat kita merasa lebih baik, bahwa masih ada orang lain yang nasibnya lebih malang dari kita? Ataukah karena dengan menonton acara tersebut, kita jadi merasa “senasib” dan “tidak sendirian”? Apakah acara tersebut bisa memberi kita harapan? Kenapa acara seperti ini diminati oleh banyak orang?