Jawapos.com, SURABAYA--Kemarahan lima wali murid ini mencapai puncaknya. Mereka nglurug
SDN Gubeng 1 Selasa (12/11). Para wali itu menuntut agar dua guru
sekolah tersebut, Ari Riadi dan Siswo Waluyo, dipecat. Tuntutan itu
bukan tanpa sebab. Keduanya diduga telah melakukan pelecehan seksual
kepada anak-anak mereka.
Pelecehan seksual dua guru tersebut terungkap setelah salah seorang
wali murid, Wahyu Purnomo, menyadari ada yang janggal dari putrinya,
sebut saja Melati. Wahyu mengungkapkan bahwa putrinya yang duduk di
kelas III belakangan tampak lebih pendiam.
Dia berusaha mencari tahu penyebabnya. Tidak terkecuali bertanya
kepada keponakannya. Menurut keterangan keponakannya, Wahyu mengetahui
bahwa putrinya diperlakukan tidak senonoh oleh guru. Keponakan itu
menyebutkan bahwa gurunya bernama Ari Riadi.
’’Saya lalu tanya langsung sama anak saya. Dia dipaksa gurunya untuk
mau duduk di pangkuannya,’’ ungkap Wahyu. Kemudian, guru tersebut
menggesek-gesekkan kemaluan sembari mengejan. Putrinya sempat menolak
dan menangis meronta. Namun, guru itu terus memaksa agar korban mau
menurut.
Wahyu menerangkan, pelecehan itu dilakukan sekali oleh Riadi pada
awal Oktober. Meski begitu, dia menambahkan bahwa anaknya sempat trauma
dan enggan pergi ke sekolah. Putrinya takut bertemu dengan guru kesenian
tersebut. ’’Kalau ketemu gurunya itu, dia langsung berlari ketakutan,’’
kata Wahyu.
Lebih jauh, putrinya menuturkan, teman lainnya mengalami hal serupa.
Setidaknya ada enam anak yang diperlakukan tidak senonoh oleh guru
tersebut. ’’Saya juga tanya ke beberapa keluarga yang alumni SDN Gubeng
1. Keponakan saya yang sekarang kelas IX SMP pernah diperlakukan hal
yang sama, tapi oleh Siswo Waluyo,’’ ujarnya.
Hal serupa disampaikan wali murid yang memperoleh pelecehan seksual,
Muhtar Efendi. Putrinya tidak hanya dilecehkan Ari, tapi juga oleh guru
olahraganya, Siswo Waluyo. ’’Putri saya cerita, katanya, saat istirahat
dipanggil gurunya untuk kemudian dipangku, guru itu lantas
menggesek-gesekkan kemaluannya kepada anak saya,’’ ungkap Muhtar.
Putrinya juga trauma hebat. Dia selalu menangis saat diminta bercerita.
Dengan bekal keterangan empat wali murid lainnya, Wahyu memutuskan
untuk memprotes pihak sekolah dan menuntut pertanggungjawaban. Mereka
menuntut agar dua guru itu dipecat dan diberhentikan mengajar di sekolah
tersebut. Di antara dua guru itu, hanya Siswo yang mengaku bersalah.
Siswo bahkan telah menandatangani surat pernyataan bersalah dan meminta
maaf.
’’Tapi, Ari Riadi tidak punya iktikad baik, bahkan untuk mengaku saja
tidak,’’ jelas Wahyu. Karena itu, Wahyu dan para wali murid lain
bersama-sama meminta pihak sekolah segera bertindak tegas untuk
membereskan guru yang telah terbukti melakukan pelecehan seksual kepada
anak-anak. Bukan hanya itu, kedatangan mereka kemarin pagi juga
bertujuan memprotes agar sekolah tidak saja menonaktifkan dua guru
tersebut. ’’Kami ingin dia dipecat,’’ tegasnya.
Tuntutan itu direspons pihak sekolah dan Dinas Pendidikan (Dispendik)
Surabaya. Kemarin mereka langsung mengadakan rapat. Keputusan juga
telah diambil. ’’Kami sudah mengambil keputusan untuk
menonaktifkannya,’’ terang Humas Dispendik Surabaya Eko Prasetyoningsih.
Menurut dia, keputusan yang diambil bukan semata-mata karena tekanan
masyarakat. Namun, pihaknya juga ingin memberikan kepercayaan kepada
masyarakat bahwa dispendik tidak akan menoleransi perbuatan asusila yang
dilakukan guru.
Kasus pelecehan seksual tersebut ternyata tidak sekadar berhenti di
meja Dispendik Surabaya, namun juga bergulir sampai ke kepolisian.
Polisi telah menerima informasi itu dan menginterogasi Melati.
Polisi menjelaskan, keterangan yang mereka dapatkan tidak jauh
berbeda dengan yang telah diutarakan wali murid. ’’Berdasar apa yang
sudah kami dengar dari salah seorang siswa, disebutkan bahwa ada guru
yang melakukan pelecehan pada jam istirahat sekolah,’’ papar Kepala Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Satreskrim Polrestabes
Surabaya AKP Suratmi.
Menurut dia, siswa yang menjadi korban bukan hanya satu. Tetapi, ada
sekitar lima siswa. Perwira polisi asal Sragen itu menegaskan akan
menindaklanjuti keterangan yang sudah didapat tersebut. ’’Saat ini kami
masih menunggu laporan polisi. Memang sudah ada keluarga korban yang
melapor ke SPKT (sentra pelayanan kepolisian terpadu, Red). Tapi,
laporannya belum sampai ke kami,” tuturnya.
Suratmi menambahkan, jika laporan itu sudah masuk ke tempatnya,
pihaknya akan bergerak secepatnya untuk memanggil terlapor. ’’Sejauh ini
kami menginterogasi salah seorang korban. Kalau laporan polisi sudah
kami terima, tentu secepatnya kami panggil terlapor dan memeriksanya,’’
tandasnya. Jawapos
No comments:
Post a Comment