ads ads ads ads

Wednesday, June 12, 2013

Dasar Perhitungan Besaran Tunjangan Hari Raya (THR)

Pada dasarnya, pengaturan mengenai pekerja secara umum diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Namun, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan (“THR”) secara khusus tidak diatur di dalam UU, melainkan diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (“Permenaker 4/1994”).
 
Tunjangan Hari Raya Keagamaan adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 huruf d Permenaker 4/1994.
 
Menurut Pasal 2 ayat (1) Permenaker 4/1994, pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih. Anda mengatakan bahwa Anda telah bekerja di perusahaan tersebut selama 1,3 tahun. Dengan demikian, Anda sebagai pekerja memang berhak mendapatkan THR.
 
Untuk mengetahui besaran THR, maka kita berpedoman pada Pasal 3 Permenaker 4/1994:
 
(1) Besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:
a.    Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
b.    Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan: Masa kerja x 1 (satu) bulan upah.
(2) Upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap.
(3) Dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut Kesepakatan Kerja (KK), atau Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.
 
Menjawab pertanyaan Anda mengenai apa yang menjadi acuan dalam menentukan besaran THR, maka dengan mengacu pada pasal di atas, besaran THR itu disesuaikan atau didasarkan pada masa kerja Anda pada perusahaan tersebut. Anda mengatakan bahwa Anda sudah bekerja selama 1,3 tahun, artinya masa kerja Anda sudah lebih dari 12 bulan. Jadi, besarnya THR yang Anda terima adalah sebesar satu bulan upah.
 
Kemudian, kami kurang memahami apa yang Anda maksud dengan THR yang didapat tidak sesuai dengan perhitungan Anda. Jika yang Anda maksud adalah terjadi perselisihan hak yang timbul antara Anda dan pengusaha, maka hal yang dapat Anda tempuh adalah dengan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan antara Anda dengan pengusaha.
 
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”), perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaanpelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja,peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
THR merupakan hak Anda sebagai pekerja. Jadi, apabila terjadi perselisihan mengenai hal ni dan penyelesaian secara kekeluargaan antara Anda dan pengusaha tidak berhasil dilakukan, cara yang dapat ditempuh adalah dengan melalui mediasi hubungan industrial, yaitu melalui musyawarah antara pekerja dan pengusaha yang ditengahi oleh seorangatau lebih mediator yang netral (lihat Pasal 1 angka 11 UU PPHI). Penjelasan lebih lanjut mengenai mediasi hubungan industrial dapat Anda simak dalam artikel Meniti Perdamaian di Jalur Hubungan Industrial (1). Jika mediasi masih gagal, Anda bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagaimana yang diatur dalam UU PPHI.
 
Kemudian, jika pengusaha tempat Anda bekerja tidak memberikan THR kepada Anda, maka berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Permenaker 4/1994, hal tersebut merupakan pelanggaran dan pengusaha dapat diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
4.    Peraturan Menteri Tenaga Kerja No PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan

Monday, June 3, 2013

4 Bias yang Sering Terjadi dalam Wawancara

Test wawancara bisa dikatakan sebagai gerbang utama seorang kandidat masuk ke dalam sebuah perusahaan. Hampir di setiap perusahaan, penerimaan karyawan baru bergantung pada hasil test wawancara. Ironisnya, sebuah studi yang dilakukan Schmidt and Hunter pada tahun 1998 mengungkapkan, interview hanya mampu memprediksi 14 persen dari variabilitas sifat keseluruhan seorang kandidat di tempat kerja. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena kita terbiasa bergantung pada wawancara sebagai alat untuk merekrut top talent.
Wawancara yang terjadi antara dua pihak secara personal, memberikan cukup banyak ruang bagi hubungan sosial untuk mempengaruhi hasil keputusan wawancara. Hal-hal yang sifatnya tidak relevan dengan pekerjaan akan membuat bias sehingga memungkinkan penerimaan talent yang sebetulnya tidak berkualifikasi. Manusia juga kerap sekali bersikap subjektif yang membuat hasil wawancara menjadi tidak representatif untuk sebuah jabatan dengan jobdesc di dalamnya.
Recruiter.com mendaftar empat contoh bias yang kerap terjadi pada saat proses interview, sebagai berikut:
1. Confirmation Bias (Melakukan konfirmasi)
Salah satu penyebab melencengnya penilaian interviewer terhadap kandidat yang diwawancara adalah kecenderungan mereka untuk melakukan konfirmasi. Sebelum menginterview, mereka sudah memiliki penilaian atau asumsi tersendiri terhadap si kandidat. Dengan gambaran dangkal yang sudah dimiliki sebelumnya, interviewer menjadi kurang terbuka untuk melihat kemampuan skill yang lain yang dimiliki oleh kandidat.
2. Pengambilan Keputusan secara Afektif
Bias ini terjadi karena pewawancara memberikan penilaian berdasarkan evaluasi singkat, cepat dan superfisial. Misalnya saja kita memberikan penilaian hanya berdasarkan tingkat attractiveness dari kandidat, ras, gender dan hal-hal lain yang sebenarnya tidak substansial untuk skill yang dibutuhkan oleh posisi yang akan dia tempati di perusahaan.
3. Anchoring
Anchoring adalah tendensi seorang pewawancara untuk menetapkan ekspektasi dari seorang kandidat yang akan diwawancara. Hal tersebut kemudian menjadi dasar untuk memberikan penilaian kepada yang diwawancara. Sebagai contoh untuk kasus ini adalah ketika pewawancara mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap seorang calon maka calon tersebut cenderung mendapatkan wawancara yang lebih positif, sebaliknya jika pewawancara tidak merasa sreg dengan seorang kandidat sejak awal, ia akan mewawancara dengan asal-asalan.
4. Intuisi
Salah satu faktor penentu untuk menentukan seorang kandidat diterima atau tidak adalah intuisi. Hal ini biasanya dilakukan ketika pewawancara tidak memiliki data yang cukup untuk menilai kesesuaian kandidat dengan budaya dan nilai yang dianut perusahaan. Juga tidak terlalu  mengetahui secara detail apakah kandidat  mememenuhi kualifikasi dari posisi yang akan diduduki. Masalahnya adalah, intuisi tersebut tidak reliable, subjektif. Emosi, kondisi fisik atau psikis pewawancara sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan.
Setelah mengetahui sumber bias tersebut, seorang pewawancara dapat mengurangi dampak negatifnya di antaranya dengan memperpanjang waktu evaluasi. Pewawancara juga perlu menyiapkan sebuah struktur yang jelas tentang kriteria yang diinginkan, diselaraskan dengan job description yang nantinya akan dikerjakan kandidat. Selain itu, observasi yang mendalam juga perlu dilakukan untuk mereduksi bias-bias tersebut. Terakhir, akuntabilitas adalah penting. Jadi, perusahaan harus memiliki suatu culture atau requirement untuk proses interview. Siapa yang menginterview dan proses evaluasi harus didokumentasikan. Sedangkan hasil pilihan interviewer harus dapat dijustifikasi sehingga mereka lebih bertanggungjawab.

Hiring Tips: Cari Kandidat yang Prioritaskan Pelanggan!

Profit terkadang menjadi patokan yang sering dipakai untuk mengukur keberhasilan sebuah perusahaan. Sebelum melewati profit, kadang kita sering lupa memerhatikan faktor ini, customer turnover.
Kehilangan customer sama saja dengan membiarkan keuntungan berlalu di depan mata. Nah, boleh percaya atau tidak, customer turnover ini sangat erat kaitannya dengan employee turnover.
Pernyataan itu kami dapat saat mengikuti Crestcom Training di Hotel Kristal yang diselenggarakan oleh Opus Management beberapa waktu yang lalu. Dalam sesi “How to Hire, Trains, and Reward Employees”, David Knowles menekankan bahwa penting mengetahui apakah orang yang mau kita pekerjakan mempunyai sikap ‘melayani pelanggan’ atau tidak.
Bagaimana untuk mengetahui sikap tersebut ada di kandidat? David Knowles menjabarkan 5 hiring key yang bisa Anda praktekkan:
1. Kreatif dalam proses seleksi
Anda bisa mendapatkan kandidat dari tempat-tempat yang tidak biasa. Sekarang setiap orang mempunyai social media, baik personal maupun profesional. Dari situ Anda bisa memanfaatkan informasi yang ada sebagai bahan memperkerjakan kandidat.
2. Hire the Attitude
Bagaimana caranya? Gunakan proses interview dengan sebaik-baiknya. Coba tanyakan kepada diri Anda saat mewawancarai kandidat, “Jika saya menjadi customer, apakah saya mau dilayani oleh orang di depan saya ini?” Jika Anda merasa puas, maka jawabannya sudah jelas. Namun jika Anda belum yakin, gunakan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada perilaku mereka. Dengan mengetahui sikap mereka, maka Anda akan terbayang seberapa puas customer kepada calon karyawan Anda tersebut.
3. Berikan gambaran ‘Job’ sewajarnya
Ceritakan pekerjaan apa yang sedang dibutuhkan oleh perusahaan dengan apa adanya. Anda tidak perlu melebih-lebihkan opportunity ­dari pekerjaan/posisi yang sedang Anda tawarkan. Karena kandidat tersebut lebih pandai berbasa-basi melebihi Anda.
4. Jangan menjual perusahaan Anda berlebihan
Ini juga penting. Realistis-lah dalam memaparkan apa yang akan diterima kandidat jika berhasil bekerja di perusahaan Anda. Penjelasan bonus atau salary yang tinggi adalah fase kedua yang akan mereka lewati jika Anda sudah mengetahui kemampuan mereka. Biarkan mereka mengetahui gambaran profil perusahaan dari sisi yang objektif. Anda memerlukan mereka, mereka memerlukan pekerjaan. Itu saja sudah cukup, koneksi Anda akan kuat bila mereka memang benar-benar tertarik bekerja di perusahaan Anda.
5. Mulailah dengan benar
Seorang kandidat pasti mempunyai banyak perhitungan, hal itu tidak bisa dihindari. Untuk itu, bantu mereka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala mereka. Seperti ‘apakah pekerjaan ini cocok untuk saya?, apakah saya bisa melakukan pekerjaan ini’. Semakin banyak Anda mengetahui apa yang bisa mereka berikan untuk organisasi, semakin baik hasilnya. Menurut David, setelah mendapatkan kandidat yang diinginkan, tugas lainnya yang tidak kalah penting adalah mencari bukti apakah dia benar-benar seperti apa yang ia bicarakan. Selamat mendapatkan kandidat yang Anda inginkan! (*/@nurulmelisa)


http://www.portalhr.com/people-management/resourcing/hiring-tips-cari-kandidat-yang-prioritaskan-pelanggan/

Saturday, June 1, 2013

7 Tren Rekrutmen 2013

Persaingan memperebutkan talent semakin marak dan perusahaan harus memutar otak, meramu strategi jitu untuk mendapatkan kandidat yang kompeten.
Helbling & Association Inc, sebuah perusahaan executive search dan konsultan bisnis memaparkan beberapa pendapatnya tentang tren rekrutmen tahun 2013, yaitu, sebagai berikut:
1. Agresivitas dalam merekrut talent akan meningkat di setiap level
Ratusan bahkan ribuan karyawan generasi baby boomers pensiun setiap harinya. Talent gapterjadi hampir di seluruh perusahaan. Persaingan kandidat, terutama mereka yang berkualifikasi bagus, akan menguat dan hanya perusahaan yang memimpin pasar yang akan lebih berkesempatan mendapatkan mereka. Menghadapi fenomena ini, perusahaan seharusnya menjadi lebih agresif dalam mencari talent. Tidak hanya talent yang sedang mencari pekerjaan, melainkan talent berkompetensi yang sudah bekerja di perusahaan lain. Bahkan menurut riset dari CareerBuilder 2012, 19% dari tenaga kerja didekati oleh perusahaan tanpa mereka melamar untuk posisi tersebut.
2. Social media memainkan peranan penting
Pentingnya social media bagi perusahaan mungkin sudah sangat banyak diulas dalam blog atau literatur lainnya, termasuk kegunaannya dalam proses rekrutmen. Perusahaan harus memiliki pengelolaan akun social media yang solid, sebagai salah satu strategi mendapatkan kandidat yang kompeten. Jika dikelola dengan baik, social media memungkinkan perusahaan untuk membedakan dirinya dari perusahaan lain, memperluas talent pool dan menjangkau prospective candidates.
3. Mengembangkan proses rekrutmen melalui mobile phone dan assessment online
Perusahaan yang memang sudah dikatakan maju dalam proses rekrutmen, biasanya memiliki situs/aplikasi rekrutmen dalam platform mobile. Hal ini memudahkan kandidat penguna smartphone untuk menjangkau perusahaan. Assessment juga tidak melulu dilakukan on paper, melainkan secara online. Dua hal tersebut membantu perusahaan untuk benar-benar menjaring kandidat yang berkualitas.
4. Penekanan pada Employer Brand Building
Strategi yang dipergunakan hampir sama dengan membangun brand untuk meraih konsumen, hanya saja dalam hal ini perusahaan membangun brand untuk menarik minat para kandidat. Dengan secara konsiten memperbaiki brand perusahaan, kandidat akan dengan sendirinya menilai perusahaan sebagai perusahaan pilihan untuk meniti karir.
5. Melakukan rekrutmen secara proaktif, bukan sekedar reaktif
Untuk mendapatkan kandidat unggul, terutama untuk posisi manager ke atas, diperlukan sebuah proses proaktif yang tidak hanya berfokus pada jangka pendek. Perusahaan harus mulai berpikir jangka panjang. Contohnya adalah dengan menyiapkan kandidat berkompetensi sejak dini dan mengarahkan kompetensi mereka ke arah kebutuhan perusahaan di masa mendatang.
6. Fokus pada perekrutan karyawan kritis
Dalam merekrut karyawan, seharusnya perusahaan tidak berfokus pada jumlah melainkan pada kompetensi si kandidat. Jadi, pekerjakan kandidat yang memang memiliki kompetensi, kapabilitas dan kemampuan untuk membawa perusahaan pada goal yang ditargetkan.
7. Meningkatkan employee diversity
Perusahaan yang tidak menekankan pada keberagaman karyawan, akan mengalami kesulitan mengidentifikasi konsumen yang sangat beragam. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mulai mempertimbangkan komposisi karyawan menjadi lebih beragam, sehingga memungkinkan solusi yang beragam untuk setiap permasalahan yang dihadapi perusahaan.