Mengapa Training Dibutuhkan?
Berdasarkan teori yang "standar", training itu dibutuhkan dengan alasan-alasan di bawah ini:
1. Menambah pengetahuan atau mengisi pengetahuan baru.
Dunia kerja atau dunia usaha mengalami lompatan
perkembangan yang jauh lebih cepat dari lompatan yang terjadi pada dunia
akademis. Banyak hal baru yang belum pernah ada bukunya di sekolah,
tetapi sudah muncul dalam dunia kerja atau dunia usaha, terutama sekali
yang ada hubungannya dengan teknologi atau keahlian-keahlian spesifik.
Katanya, kemampuan mengantisipasi trend baru jauh lebih dibutuhkan
ketimbang kemampuan akademis dalam dunia usaha.
Di samping itu juga, aplikasi pengetahuan dalam dunia
kerja atau dunia usaha membutuhkan semacam gaya, model, atau tehnik
yang lebih "adaptatif" terhadap keadaan spesifik atau perkembangan. Ini
bisa terjadi dari mulai hal, misalnya: membuat surat atau korespondensi.
Tidak sedikit perusahaan besar yang saya jumpai mendatangkan trainer
khusus untuk melatih orang-orangnya dalam membuat surat bisnis. Karena
alasan beradaptasi dengan trend, maka perusahaan perlu men-training
orang-orangnya. Sebab kalau tidak, perusahaan akan ketinggalan kereta
perubahan, menjadi terkesan kurang profesional, atau tidak efektif dalam
menangani masalah-masalah baru.
2. Memperbaiki sikap mental terhadap kehidupan dalam dunia kerja.
Termasuk dalam pengertian sikap mental ini adalah:
cara melihat persoalan, cara menyelesaikan pekerjaan, cara menghadapi
orang, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengasah kreativitas di
lapangan, dan lain-lain. Dengan membaiknya sikap mental orang-orang yang
ada dalam sebuah organisasi kerja, maka ini bisa diharapkan akan dapat
memunculkan pola kehidupan kerja yang lebih kondusif terhadap kemajuan
usaha. Karena itu, training diperlukan.
3. Mengubah prilaku dan kebiasaan di tempat kerja.
Bagian inilah yang sebetulnya menjadi sasaran dari
training apapun. Dengan berubahnya isi pikiran dan membaiknya sikap
mental, diharapkan dapat terjadi perubahan prilaku hidup atau kebiasaan
kerja yang benar-benar memberi kontribusi pada keuntungan, kelancaran,
dan kemajuan organisasi.
ISI PIKIRAN - SIKAP MENTAL - KUALITAS AKSI
Itulah alasan umum mengapa training diadakan. Ketiga
alasan di atas dalam prakteknya bisa menjadi unsur yang berdiri sendiri
atau bisa berupa semacam kuantum atau juga bisa menjadi semacam
rangkaian yang menyatu dalam sebuah program training.
Butuh Kesadaran Learning
Sebenarnya ada satu istilah yang bisa digunakan untuk
menjawab masalah semacam itu. Istilah yang saya maksudkan adalah
"Kesadaran Learning". Perlu saya tegaskan, kesadaran learning di sini bukan konsep, bukan istilah ilmiah atau bukan pendekatan teoritis. Kesadaran Learning yang saya maksudkan di sini adalah bukti ketaatan terhadap hukum-hukum Tuhan yang menyangkut perbaikan-diri.
Dengan penjelasan seperti itu, Learning bisa
kita artikan sebagai serangkaian usaha yang kita lakukan untuk meraih
apa yang kita inginkan dengan menggunakan sumberdaya yang sudah ada
berdasarkan keadaan-kontekstual kita secara berproses. Merujuk pada arti
seperti ini, ada beberapa pemikiran yang bisa kita jadikan sebagai
rujukan:
Pertama, kalau kita
menginginkan menjadi orang yang selalu termotivasi, maka yang harus kita
lakukan adalah selalu memotivasi diri. Tidak bisa menyerahkan tanggung
jawab memotivasi diri ini kepada lembaga training. Kita butuh training
yang dapat memotivasi kita tetapi kita tidak bisa mengandalkannya.
Motivasi itu bisa diibaratkan seperti mandi. Tidak
cukup kita hanya mandi sekali. Setelah mandi kita bersih dan ketika
nanti kotor lagi, butuh mandi lagi. Sama juga seperti makan. Pengalaman
Peter Davis mengatakan, "Motivasi merupakan makanan bagi otak kita.
Tidak cukup kita hanya memberikan makan sekali. Otak kita membutuhkan
makan secara terus menerus dan teratur."
Kedua, memotivasi diri
tidak bisa dilakukan dengan hanya memotivasi diri. Untuk memotivasi diri
dibutuhkan sesuatu yang dapat memotivasi kita. Karena itu, ciptakan
sesuatu yang hendak anda raih agar anda termotivasi. Sesuatu yang ingin
anda raih ini dalam bahasa yang lebih umum disebut tujuan (goal). Kata Charles Schwabb, jika seseorang sudah memiliki tujuan yang jelas, orang itu akan lupa makan paginya.
Kesadaran usaha dan tujuan (mencapai keinginan)
adalah dua poin mendasar yang bisa dikiaskan pada hal-hal lain. Training
spiritualitas tidak bisa membuat kesalehan anda meningkat. Kalaupun ya,
itu hanya sementara. Untuk membuatnya menjadi langgeng, harus ada
kesadaran berusaha. Di samping itu, dibutuhkan tujuan hidup yang
dinamis. Sulit kita men-sholeh-kan diri dengan hanya men-sholeh-kan.
Harus ada tujuan yang hendak kita capai. Dengan begitu, karakter kita
terbentuk seiring dengan proses. Saya ingat ucapan Helen Keller begini:
"Karakter tidak bisa dibentuk dengan mudah dan dalam
waktu yang singkat. Hanya melalui serangkaian pengalaman, penderitaan
dan kesalahan, jiwa ini bisa diperkuat, visi ini bisa diperjelas, ambisi
ini bisa dibangkitkan, dan prestasi ini bisa dicapai."
Ketiga, perlu
disesuaikan dengan keadaan personal / keadaan-kontekstual. Ini bisa
berlaku bagi individu dan organisasi. Artinya apa? Artinya, menerapkan
materi-materi training dalam kehidupan kita setelah kita meninggalkan
ruangan training beberap minggu atau beberapa bulan butuh semacam
adaptasi dengan keadaan kita.
Saya ingin memberi contoh, misalnya saja motivasi dan
tujuan. Di atas saya singgung bahwa agar kita selalu termotivasi, maka
dibutuhkan tujuan hidup atau sasaran. Tapi di sini perlu dicatat bahwa
tujuan atau sasaran itu tidak sembarang tujuan. Tujuan yang bisa
memotivasi diri kita adalah tujuan yang benar-benar cocok atau klop
dengan keadaan personal kita hari ini.
Begitu juga dengan organisasi. Menurut pengalaman
kawan saya yang kebetulan menjadi konsultan di beberap perusahaan besar,
bahwa kemampuan menyesuaikan dengan keadaan kontekstual, menjadi vital.
Katanya, training yang mahal dari luar negeri sekalipun tidak bisa
diterapkan langsung seratus persen di perusahaan domestik / lokal. Tetap
saja perlu penyesuaian-penyesuaian di lapangan. Ada ungkapan yang patut
direnungkan. Ungkapan itu mengatakan: "training is general but learning is personal".
Keempat, perlu ada kesadaran
menaati proses. Materi yang disampaikan oleh trainer kepada kita adalah
materi yang berbentuk pengetahuan, wawasan, pemikiran, dan sebangsanya.
Kemampuan pengetahuan ini dalam menghasilkan prilaku secara langsung,
amatlah kecil. Agar bisa menghasilkan prilaku yang kontinyu atau
kebiasaan, umumnya harus melewati jalur yang bernama kesadaran berproses
(transformasi diri). Kata, Dietrich Bonhoeffer,"Tindakan tidak lahir
dari pemikiran tetapi lahir dari kesediaan untuk bertanggung jawab."
Kelima, menggunakan
sumberdaya yang sudah ada. Yang disebut menjalani proses pembelajaran
itu adalah ketika kita ingin memperbaiki diri tanpa harus menunggu
datangnya keadaan ideal. Atau, menjadikan datangnya keadaan ideal
sebagai syarat untuk memperbaiki diri. Saya melihat ini yang kerap
menjebak kita. Kita ingin memacu diri tetapi menunggu kalau gaji naik,
menunggu kalau lingkungan kerja sudah bagus, dan seterusnya.
Jika kita berpikir semacam itu, masalahnya bukan soal
benar atau salah. Masalahnya adalah, kebiasaan menunggu atau menjadikan
faktor eksternal sebagai syarat, akan berpotensi membuat proses
pembelajaran di dalam diri kita mandek. Dan kalau sudah mandek, setan
gampang menggoda kita untuk menikmati kemalasan, menuding ke pihak lain
sebagai pembenar atas kemalasan kita, dan seterusnya. Be careful!
No comments:
Post a Comment