Mengapa perlu dibangun?
Tentu ada tak terhitung alasan mengapa kepercayaan
itu penting bagi kita. Dalam kaitannya dengan dunia kerja atau usaha,
saya hanya ingin menegaskan dua hal dari sekian itu, dengan kalimat
seperti berikut:
Pertama, Kepercayaan adalah kekuatan "daya
tarik" yang luar biasa untuk mengundang peluang ber-transaksi. Kalau
melihat penjelasan para pakar marketing, transaksi adalah sasaran riil
jangka pendek yang dicapai oleh kesepakatan antarpihak. Transaksi ini
pada hakekatnya bukan saja akan dilakukan oleh para pedagang atau
pebisnis, tetapi akan dilakukan oleh semua orang yang menjalankan
aktivitas usaha, apapun usaha itu, termasuk juga bekerja.
Kita ingat pesan mendasar dalam dunia bisnis (baca:
usaha) yang mengatakan, semua orang akan menjalani hidupnya dengan cara
menjual sesuatu (selling), terlepas apakah itu barang atau jasa yang
kita jual. Nah, supaya aktivitas jualan kita sampai pada tingkat
transaksi, maka peranan kepercayaan sangat dominan di sini. Tidak semua
produk yang belum laku itu tidak baik, tetapi adakalanya orang belum
percaya akan benefit dari produk itu. Saking pentingnya kepercayaan itu
dalam bisnis, sampai-sampai ada yang mengatakan begini: "jika orang itu
suka kamu, ia akan mendengarkanmu, tetapi jika orang itu mempercayaimu,
ia akan melakukan bisnis denganmu."
Begitu juga, tidak semua karyawan yang belum mendapat
kesempatan promosi jabatan itu tidak ahli, tetapi adakalanya orang
belum percaya akan keahliannya. Bahkan ada kalimat yang pernah saya baca
dari buku karya Helga Drummond berjudul: "Power: Creating It Using IT",
(Kogan Page: 1991) yang intinya ingin memahamkan kita bahwa untuk
kepentingan power, maka yang terpenting bukan saja di bidang apa kita
ahli, tetapi siapa saja yang mempercayai keahlian kita. Semua orang bisa
ngomong politik atau ngomong tentang jeleknya pejabat, tetapi hanya
orang tertentu saja yang sah untuk berbicara tentang hal ini. Semua
orang di kantor bisa diajak melihat kekurangan organisasi, tetapi
prakteknya hanya orang tertentu saja yang diberi hak untuk berpendapat
tentang hal ini. Kira-kira begitulah contohnya.
Kasarnya, biarpun kita sudah ahli di bidang tertentu,
tetapi kalau belum ada orang yang mempercayai keahlian kita, keahlian
itu manfaatnya masih belum banyak buat kita. Mungkin atas dasar inilah
George MacDonald pernah mengatakan: "Dipercaya itu nilainya lebih besar
ketimbang dicintai."
Berkali-kali telinga kita mendengar pengalaman para
pengusaha yang bercerita tentang riwayat hidupnya. Mereka berani
menyimpulkan, modal keberhasilannya adalah kepercayaan. Mereka
mendapatkan uang dari orang lain yang percaya kepadanya. Lalu mereka
mendapatkan produk juga dari orang lain yang percaya kepadanya. Dari
modal dan produk itulah mereka mengolahnya dengan proses-proses yang
terpercaya lalu lahirlah transaksi yang menguntungkan. Bank di dunia ini
juga menerapakan cara kerja demikian. Mereka mendapatkan uang dari
masyarakat yang percaya kepadanya. Lalu mereka kembangkan dengan sistem
dan proses yang bisa dipercaya kemudian dari sinilah mereka mendapatkan
untung.
Kedua, Kepercayaan akan mampu mengurangi
sekian persen potensi problem dalam hubungan antarmanusia. Hubungan yang
saya maksudkan di sini bisa hubungan apa saja, mungkin bisnis, mungkin
profesi, rumah tangga, persahabatan dan lain-lain. Seperti yang kita
alami, hubungan kita dengan orang lain itu tak hanya menjadi sumber
solusi. Terkadang juga menjadi sumber problem. Problem inipun ada yang
berupa kesulitan, dilema, dan misteri. Pokoknya, warna-warni problem itu
bisa dikatakan tak terhitung.
Jika dicek ulang apa saja yang menjadi pemicu
munculnya problem dalam hubungan, saya yakin kepercayaan termasuk salah
satu faktor yang terbesar. Jika kepercayaan itu ada dalam sebuah
hubungan memang tidak berarti problem akan hilang, tetapi jika
kepercayaan itu sudah hilang, dipastikan akan banyak muncul problem.
Problem yang diakibatkan oleh hilangnya kepercayaan ini biasanya
melahirkan ketidak-efektif-an atau ketidak-efisien-an. Bisa dikatakan,
kepercayaan adalah asas sebuah hubungan yang efektif dan efisien.
Kalau melihat bagaimana sulitnya memimpin bangsa
Indonesia dan sulitnya bangsa Indonesia menemukan pemimpinnya dalam
mengatasi masalah bangsa ini, mungkin benar juga kata para ahli di
televisi. Hilangnya "trust" telah membuat roda kepemimpinan pemerintah
menjadi tidak efektif dan tidak efisien, atau kerap terganjal oleh
hal-hal yang tidak penting. Bukankah sering kita lihat demo atau
penolakan sebagian rakyat terhadap program pemerintah padahal secara
konsepnya program itu didesain untuk rakyat? Pada kasus ini tentu bukan
programnya yang ditolak tetapi rakyat selalu curiga dan tidak percaya
akan munculnya "jangan-jangan" yang dikhawatirkan, misalnya korupsi atau
penunggangan kepentingan individu atas undang-undang yang sah.
Itulah sekilas gambaran bagaimana cara kerja
kepercayaan dalam praktek hidup sehari-hari. Jika di atas ada pertanyaan
mengapa kepercayaan itu perlu dibangun, maka jawabnya adalah:
kepercayaan itu bukan pembawaan (traits) tetapi hasil dari pemberdayaan
atau usaha (state), kepercayaan itu bukan pemberian tetapi balasan,
kepercayaan itu bukan kumpulan pernyataan (talking only), tetapi
kumpulan dari pembuktian (witness).
Dalam teori hidup yang dianut Jet Li, kepercayaan itu
dibangun berdasarkan struktur langkah yang berawal dari: pertama,
ketuklah pintu, kedua, buatlah orang lain tahu bahwa kau datang, ketiga,
buktikan siapa dirimu. Jika kau sudah berhasil membuktikan siapa
dirimu, maka kau akan mudah mengubah orang dan mengubah keadaan.
Perusak Kepercayaan
Ketika berbicara kepercayaan, mungkin ada dua hal yang patut diingat.
1. Kepercayaan itu datangnya dari orang lain tetapi
alasannya dari kita. Artinya, ada dua pihak yang terlibat di sini.
Karena itu sangat mungkin terjadi kasus penyimpangan. Misalnya saja,
kita mempercayai orang yang tidak / belum layak dipercaya. Atau juga,
kita belum / tidak dipercaya orang lain padahal kita sudah menyiapkan
alasan untuk dipercaya.
Meskipun teknisnya sangat mungkin muncul kasus
seperti di atas, tetapi prinsipnya tidak berubah. Artinya, pada akhirnya
orang akan tidak percaya sama kita kalau kita tidak memiliki alasan
atau kualifikasi yang layak untuk dipercaya. Sebaliknya, kita akan tetap
mendapatkan kepercayaan kalau ternyata kita memiliki bukti-bukti yang
layak untuk dipercaya (meski awalnya tidak dipercaya). Prinsip ini tidak
bisa berubah. Tehnis sifatnya sementara tetapi prinsip bersifat abadi.
2. Kebanyakan orang sudah mengetahui apa saja yang
perlu dilakukan untuk membangun kepercayaan dan mengetahui apa saja yang
perlu dihindari karena akan merusak kepercayaan orang. Tetapi sayangnya
hanya sedikit orang yang mau dan mampu melakukannya. Padahal, pada
akhirnya kepercayaan itu butuh pembuktian, bukan pernyataan.
Sebagai penegas ulang dari apa yang sudah kita tahu, di sini saya mencatat ada tiga hal yang kerap menjadi perusak kepercayaan.
a. Malas, setengah-setengah, ogah-ogahan (low commitment)
Biasanya, sebelum kita berani melanggar berbagai
komitmen dengan orang lain, awalnya kita melakukan pelanggaran itu pada
komitmen pribadi. Misalnya, kita punya rencana tetapi tidak kita
jalankan. Kita punya target tetapi kita biarkan. Kita punya keinginan
memperbaiki diri tetapi yang kita praktekkan malah merusak. Ini semua
bukti adanya "gap between the world of word and the world of action" di
dalam diri kita, yang merupakan buah dari komitmen yang rendah.
Menurut pengalaman Mahatma Gandhi, efek dari disiplin
yang merupakan buah dari komitmen tinggi itu, tak hanya pada satu titik
dalam kehidupan kita. Tetapi ia menyebar ke seluruh wilayah.
Sebaliknya, efek dari ketidakdisiplinan juga menyebar ke seluruh
wilayah, dari mulai hubungan kita ke dalam (intrapersonal) sampai ke
hubungan kita ke luar (interpersonal).
b. Keahlian atau kapasitas yang tidak memadai
Banyak yang sepakat mengatakan, kejujuran merupakan
pondasi kepercayaan. Ini pasti benar dan sama-sama sudah kita akui
sebagai kebenaran. Cuma, ada satu hal yang sering kita lupakan bahwa
yang membuat kita menjadi orang yang tidak jujur, bukan saja persoalan
komitmen moral, tetapi juga keahlian atau kapasitas personal. Kalau Anda
hanya punya pendapatan tetap sebanyak dua juta tetapi Anda harus
menanggung kredit perbulan sebanyak lima juta, maka Anda mendapatkan
stimuli dan force yang cukup kuat untuk berbohong. Sebagian kita
"terpaksa" berbohong bukan karena rusak imannya tetapi karena
kapasitasnya belum sampai. Di sini yang diperlukan adalah kemampuan
mengukur kadar diri (self-understanding), pengetahuan-diri (self
knowledge) atau kemampuan membuat keputusan yang bagus (the right
decision).
c. Kebiasaan Melanggar Kebenaran
Punya kebiasaan melanggar kebenaran yang disepakati
agama-agama, norma-norma dan lain-lain serta punya kebiasaan mendewakan
"kebenaran-sendiri" yang melawan kebenaran itu, juga bisa merusak
kepercayaan. Dalam hal usaha atau kerja sering kita dapati ada orang
lebih percaya sama orang lain ketimbang sama keturunannya sendiri karena
pelanggaran yang dilakukan. Soal sayang, pasti orang lebih sayang sama
keturunannya, tetapi soal percaya, lain lagi. Bahkan tak sedikit
penjahat atau koruptor mencari orang lain yang bukan penjahat atau yang
bukan koruptor ketika urusannya adalah soal kerja atau menjalankan
usaha.
Proses Pembelajaran
Sebagai acuan untuk memperbaiki diri (proses
pembelajaran), saya ingin mengusulkan suatu istilah yang mudah-mudahan
dapat kita jadikan sebagai acuan dalam membangun kepercayaan. Istilah
yang saya maksudkan itu adalah:
1. Kesalehan
2. Keahlian
3. Komunikasi
Kata saleh yang sudah dipakai umum di sini diambil
dari bahasa Arab. Salah satu artinya adalah "yang cocok", singkron,
integrited, atau hormani. Kesalehan adalah kemampuan kita dalam
menyesuaikan tindakan dengan nilai-nilai kebenaran yang kita yakini,
menyesuaikan tindakan dengan ucapan, menyesuaikan bukti (aksi) dengan
janji, atau menyesuaikan tindakan dengan kata hati, dan seterusnya.
Kenapa saya katakan kemampuan karena, tidak ada
manusa yang lahir langsung soleh, menjadi orang jujur, menjadi orang
yang berkomitmen tinggi, menjadi orang yang taat (discipline), dan
seterusnya. Karena itu, harus ada kesadaran dari dalam untuk
meningkatkan kesalehan kita dari yang paling sanggup kita lakukan. Soal
bagaimana tehnisnya, itu terserah kita. Tetapi prinsipnya harus ada
kesadan dan tindakan perbaikan secara bertahap.
Seperti yang saya katakan di atas, tak cukup
membangun kepercayaan dengan bermodalkan komitmen moral, seperti
kesalehan ini. Perlu dukungan lain, yaitu keahlian atau kapasitas, jika
urusannya menyangkut kerja atau usaha. Keahlian di sini adalah kemampuan
menyempurnakan pekerjaan berdasarkan standarnya. Untuk bisa memiliki
kemampuan ini diperlukan tambahan pengetahuan dan pengalaman.
Pada ruang lingkup kerja dan usaha yang lebih luas,
kesalehan akan bekerja untuk menyelamatkan kita dari jatuh. Sedangkan
keahlian akan bekerja untuk menaikkan prestasi kita. Jika kita naik
terus tetapi akhirnya jatuh, tentu ini sakit. Sebaliknya, jika kita
hanya aman saja, tetapi prestasi kita tidak naik-naik, ini bisa membuat
dada kita sesak. Supaya aman dan naik, kuncinya adalah kesalehan dan
keahlian. Bicara kepercayaan, tentu peranan dua hal ini sangat vital.
Jika kita hanya ahli tetapi tidak soleh atau soleh saja tetapi tidak
ahli, kepercayaan tentunya masih kurang.
Sedangkan kemampuan berkomunikasi itu kita butuhkan
antara lain untuk: a) menjelaskan penyimpangan seperti dalam kasus di
atas akibat kesalahpahaman, b) menjelasakan kepada orang lain tentang
diri kita atau c) menyelesaikan perosalan kesepakatan yang gagal
dilaksanakan karena ada masalah yang muncul.
Ketiga acuan ini apabila berhasil kita jalankan
berdasarkan keadaan-diri kita masing-masing, trust akan muncul. Soal
tehnisnya mungkin bermacam-macam. Ada yang mungkin tidak dipercaya lebih
dulu baru kemudian dipercaya atau ada yang langsung percaya.
Percayalah!
No comments:
Post a Comment