ads ads ads ads

Monday, May 6, 2013

Sama - sama Jaya

Oleh : Ubaydillah, AN
 Jakarta, 09 Maret 2004
 
Tak dipungkiri, bahwa kantor kita, tempat kerja kita, selain bisa menjadi sumber solusi bagi kebutuhan, keinginan dan kelancaran hidup kita juga bisa menjadi sumber masalah bagi hidup kita. Ada puluhan bahkan ratusan masalah setiap hari muncul yang berbeda-beda. Ada yang hanya cukup dapat kita rasakan sendiri dan tak mungkin kita utarakan kepada yang lain. Ada yang bisa kita omongkan dengan sesama sekantor tetapi tidak dengan atasan atau dengan bawahan. Ada yang bisa kita bawa pulang ke rumah tetapi ada yang sama sekali tak mungkin dibawa pulang. 

Dari sekian masalah yang muncul itu salah satunya adalah persaingan dengan rekan kerja. Persaingan inipun bisa bermakna luas seluas lautan hidup ini mulai dari persaingan merebut pendukung, persaingan perhatian, persaingan sasaran proyek, persaingan kehebatan kerja, persaingan fasilitas dan seterusnya. Pada dasarnya persaingan adalah fakta hidup yang selalu akan ada di dalam kehidupan bermasyarakat. 

Namun, makna dari persaingan itu tergantung dari diri kita masing-masing. Dalam khazanah ilmu pengetahuan ada dua istilah yang bunyinya hampir sama tetapi artinya kontras, yaitu kompetisi dan kongkurensi. Kompetisi berarti persaingan yang diciptakan untuk saling mengasah keunggulan guna mencapai kemenangan (keunggulan bersaing). Selama berkompetisi, kita akan melakukan berbagai usaha untuk mengasah elemen-elemen terbaik dari diri kita sampai ke tingkat yang paling "the best" 

Dengan pengertian seperti ini kemenangan tidak membutuhkan objek yang dikalahkan. Mengambil istilah dari sastra Jawa, kemenangan adalah hasil yang dicapai oleh seseorang yang punya watak (kualitas) kesatria. Menangnya seorang kesatria itu adalah menang yang tanpa merendahkan (Jawa: ngasorake). Hal ini berbeda dengan kongkurensi yang secara harfiah punya arti: menaklukkan, mengalahkan, atau menjatuhkan. Hasil yang dicapai oleh kongkurensi ini bukan winning tetapi "beating" memukul mundur. 

Meskipun persaingan adalah persaingan, sebuah kenyataan hidup yang tak bisa kita hindari, tetapi kita tetap bisa memilih maknanya antara kompetisi dan kongkurensi. Perbedaan makna yang kita pilih inilah yang akan menciptakan gaya praktek kita menjalani persaingan di tempat kerja.

Reaktif dan Proaktif
 
Di tingkat sikap mental, ada temuan dari para ahli yang bisa kita jadikan akar yang dapat membedakan apakah kita sedang mempraktekkan kompetisi secara kompetitif atau kita sedang mempraktekkan kompetisi dengan isi kongkurensi. Temuan itu adalah istilah yang sudah akrab kita dengar yaitu Proaktif dan Reaktif. Awalnya istilah ini merupakan kata-kata biasa dan umum seperti halnya kata lainnya. Tetapi begitu kita gunakan kata-kata tersebut dalam kaitannya dengan makna hidup, maka akan membawa perbedaan besar. 
 
Reaktif di sini adalah hilangnya kesadaran memilih makna persaingan, sehingga persaingan menjadi sebuah kongkurensi. Begitu ada isyarat persaingan, maka isyarat itu langsung kita terima sebagai ajakan untuk saling menjatuhkan, mengalahkan, dan pertunjukan nafsu. Proaktif adalah kemampuan kita untuk selalu ingat (self-awareness) bahwa kita tetap masih memiliki pilihan menentukan makna dari persaingan: bisa kongkurensi, kompetisi, ko-operasi, dst. 

Persoalan nanti apakah kita akan meladani tawaran persaiangan itu sama seperti tawaran yang kita terima, lebih baik atau lebih buruk, tentu ini urusan yang berbeda. Tetapi, setiap pilihan kita (proaktif atau pun reaktif) memiliki dampak emosional yang besar karena di balik pilihan itu, terkandung kekuatan energi yang besar, yang bisa bersifat negative atau positif. Jika kita yang dikontrol oleh kekuatan energi negative, kemungkinan besar tanggapan terhadap ajakan bersaing adalah ledakan reaksi yang membuat kita merasa tak punya pilihan lagi kecuali harus meladeninya untuk saling menjatuhkan. 

Dari praktek hidup, perbedaan antara reaksi dan proaksi ini bisa kita telaah sedikitnya terdapat pada tiga bagian. Pertama, dari segi landasan, proaksi memiliki landasan pada niat (inisiatif) yang kita maksudkan untuk mencapai sasaran tertentu. Sementara reaksi, seringkali tidak memiliki landasan pada niat yang disengajakan. Kedua, secara proses proaksi adalah sesuatu yang kita usahakan untuk terjadi (to make it to happen); sedangkan reaksi, adalah sesuatu yang kita biarkan terjadi (to let it to happen). Ketiga, secara posisi mental, reaksi adalah menjadi korban ajakan orang lain; sedangkan proaksi adalah keberanian berkorban. Menjadi korban rasanya berbeda dengan berkorban baik berkorban untuk diri sendiri dan berkorban untuk orang lain.

Manfaat Kompetisi
Ketika kita menjawab tawaran bersaing dari rekan kerja secara proaktif (niat meladeni) maka banyak sekali manfaat yang bisa kita pilih, antara lain: 

1. Keunggulan
Perlombaan dan persaingan di tempat kerja bisa menunjukkan di mana letak keunggulan diri kita yang selama ini tidak begitu kita ketahui. 

2. Perbandingan
Kita adalah cermin bagi orang lain dan orang lain adalah cermin bagi kita. Memasuki wilayah persaingan dan gesekan dengan orang lain akan menunjukkan apa yang kurang dan apa yang lebih dari kita dengan bercermin dari mitra bersaing. 

3. Kematangan
Gesekan dan perlombaan akan mematangkan kemampuan kita terutama kemampuan dalam menangani konflik dengan orang lain. 

Manfaat demikian sulit kita pilih apabila jurus yang kita gunakan untuk menanggapi ajakan bersaingan selalu kongkurensi. Padahal, dengan kongkurensi, kita hanya akan melihat pada "kelemahan" orang lain maupun diri sendiri. Perbandingan yang kita lakukan dengan kongkurensi bukan perbandingan yang menghidupkan tetapi perbandingan yang mematikan (negative comparison game). Konflik dan gesekan malah membuat kita tidak matang tetapi justru membuat kita patah.

Proses Belajar
 
Ajaran spiritual Jawa (kejawen) adalah salah satu dari sekian kekayaan leluhur kita. Meskipun (mungkin) ajaran ini tidak menjadi mata kuliah wajib di perguruan tinggi atau universitas saat ini sekalipun di Jawa, tetapi dalam praktek hidup sehari-hari, gema dan vibrasi riil dari ajaran ini masih sangat kuat di kehidupan beberapa tokoh senior di negeri ini baik di bidang bisnis, kepemimpinan publik, karir, atau politik. 
 
Salah satu kearifan yang diajarkan untuk memperlakukan berbagai persoalan yang timbul dari gesekan antar sesama, perlombaan hidup atau persaingan prestasi, adalah makna yang terdapat di balik kalimat simbolik (Dentawiyanjan) dalam abjad kesusasteraan jawa yang berjumlah 20 (di luar tambahan huruf). Kalimat simbolik itu antara lain berbunyi:
HO-NO–CO-RO-KO : Ada dua utusan dari hamba Tuhan (manusia) 

DO-TO-SO-WO-LO : Keduanya saling memedomani instruksi (tanggung jawab hidup) 

PO-DO-JO-YO-NYO : Keduanya meraih kemenangan / kejayaan (winners) 

MO-GO-BO-TO-NGO : Keduanya mulia di hadapan Tuhan 

Dalam konteks persaingan, petuah di atas mengajarkan bagaimana kita meraih kemenangan (winning) dari persaingan. Atau seperti kata Stephen Covey, bagaimana membentuk karakter hidup kuat dari menjalani persaingan di kantor? Merujuk pada makna petuah itu, gerakan yang mungkin kita pilih untuk dilakukan adalah: 

1. Menjadi pemimpin bagi diri sendiri
Semua manusia di hadapan Tuhan adalah hamba, tetapi Tuhan menugaskan kita agar menjadi pemimpin (the leader), bagi diri kita dan di hadapan diri kita. Kepemimpinan diri ini bersumber dari kemampuan untuk menyuruh dan menjaga diri kita. Kalau kita sudah sanggup mendorong diri kita untuk menunaikan tugas yang prioritas, penting atau mendesak dan sudah sanggup melarang diri kita menghindari distraksi (sesuatu yang tak penting, tak mendesak tetapi menyita banyak waktu dan energi) berarti kita sudah belajar menjadi pemimpin. Di sini berarti kita perlu menyuruh diri sendiri untuk menyikapi persaingan secara proaktif dan belajar melarang diri sendiri menyikapi persaingan secara reaktif. 

2. Mempertanggung jawabkan tujuan hidup.
Pelajaran kedua adalah memiliki rumusan tujuan hidup yang jelas dan benar-benar kita pertanggung jawabkan. Rumusan tujuan, baik tertulis di atas kertas atau di kepala tentu sangat diperlukan bagi seorang pemimpin-diri karena kalau rumusan itu tidak kita miliki, sulit rasanya kita bisa menyuruh dan melarang. Ibaratnya adalah, andaikan peraturan itu tidak ada, tak akan ada pelanggaran atau ketataan. Adapun tanggung jawab di sini adalah kemampuan kita untuk menjawab persoalan yang muncul selama proses usaha meraih tujuan berlangsung. Persaingan adalah persoalan dan jawaban yang tersedia antara lain adalah memilih makna antara proaktif dan reaktif. Pilihan kita akan membedakan apakah kita hanya asal-asalan menjawab atau bertanggung jawab. 

3. Mengasah keunggulan-diri
Bentuk tanggung jawab di sini adalah mengasah kemampuan yang kita miliki. Memfokuskan diri pada kekuatan yang bisa kita berdayakan, tidak mudah tergoda untuk merasa harus lebih unggul dari orang lain dengan cara menurunkan atau menjegal mereka karena yang kita pedomani adalah tujuan dan tanggung jawab yang kita emban. 

Seperti yang diajarkan oleh konsep bisnis modern, persaingan bisa dimenangkan dengan cara menaikkan keunggulan kompetitif dan elemen mendasar agar keunggulan itu bisa kita miliki adalah menciptakan perbedaan dalam pengertian plus. Karena kita ini adalah makhluk yang secara individu berbeda satu sama lain, maka ketika yang kita asah adalah keunggulan di dalam diri kita, tentu saja secara otomatik perbedaan yang akan muncul adalah perbedaan yang mengandung arti "nilai plus". 

Dengan menjadi pemimpin bagi diri kita, yang bisa menyuruh dan melarang menurut standar tujuan hidup yang sudah kita rumuskan - untuk menggali potensi yang kita miliki melalui cermin orang lain, maka persaingan apapun akan tetapi membuat kita sama-sama jaya (podojoyonyo). Kenyataan sudah selalu menunjukkan bahwa persaingan yang dijalankan oleh pemimpin besar tidak membuat salah satunya hancur atau unggul tetapi sama-sama unggul. 

Hal ini berbeda ketika kita mempraktekkan persaingan dengan gaya kongkurensi di mana yang kita inginkan adalah kejatuhan orang lain (bukan kemenangan-diri). Kongkurensi tak jarang mengantarkan kita pada hasil akhir seperti yang dikatakan pepatah: kalah-menang jadi abu. Semoga berguna.
 

No comments:

Post a Comment