Menyimak
perjalanan hidup seorang J.K Rowling yang ditulis oleh Lindsey Fraser
(Gramedia Pustaka Utama: 2004) ternyata bukan kita saja yang mengalami
nasib dimana pekerjaan yang kita jalankan hari ini masih jauh dari
pekerjaan yang kita cita-citakan. Sebelum kini mendapatkan pekerjaan
yang diimpikan sejak lama sebagai penulis, ternyata wanita yang karya
tulisnya pernah dibilang dapat menggairahkan industri penerbitan lewat
buku serial Harry Potter ini, tidak hanya merasa pernah "salah" memilih
pekerjaan tetapi juga pernah merasa salah memilih fakultas dan itu tidak
hanya satu kali.
Karena
saking lamanya tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai impian, sambil
menekuni pekerjaan sebagai sekretaris, guru, dan terpaksa mengambil
sertifikat tambahan karena tuntutan kerja, hampir saja J.K Rowling
memutuskan tidak pernah lagi mengingat pekerjaan idaman itu. "Ketika
masuk usia 26 tahun, saat itulah aku malah berpikir aku tak punya
peluang sama sekali menjadi penulis", begitulah yang pernah diakui.
Menyiasati
omongan orang lain sekantor yang paling-paling akan mengatakan
"sudahlah berhenti dari bermimpi", semua aktivitas yang berkaitan dengan
mimpinya menjadi penulis dilakukan secara diam-diam di tempat yang
kira-kira orang lain tidak menaruh curiga atau alasan untuk ngomong
macam-macam, apalagi sampai menceritakan orang lain kalau di dalam
dirinya ada mimpi menjadi penulis.
Ide
untuk menampilkan Harry Potter sendiri diperoleh di dalam perjalanan
naik kereta dan itu sebelum akhirnya menjadi buku, sudah kira-kira lima
tahun di dalam pikirannya. Ketika buku selesai ditulis dan dikirim ke
sebuah agen dan penerbit, keduanya menolak dan baru bisa diterima tahun
1997 lewat agen kedua Christopher Little. "Butuh waktu setahun untuk
menemukan penerbit yang bersedia menerbitkannya".
Meminjam
istilah yang digunakan oleh Paulo Coelho, seorang yang pernah menjabat
sebagai tokoh spiritual UNESCO sekaligus masuk dalam satu dari 15
pengarang terbesar sepanjang sejarah dalam "The Alchemist", mungkin
inilah yang disebut Legenda Pribadi yang bisa diartikan kira-kira sebuah
suara cita-cita / keinginan di dalam diri yang terus bersuara sampai
ketika kita menolak mendengarkan pun, suara itu tetap saja bersuara.
Semua
orang sebenarnya memiliki suara-suara itu di dalam dirinya tetapi yang
berbeda adalah bobot "kedengarannya" di telinga masing-masing orang.
Mungkin tidak berbentuk definitif seperti ilmu matematika melainkan
sebuah abstraksi yang menunjukkan di mana karta karun kita berada.
Dalam
The Alchemis, Paulo Coelho menggambarkan seorang pemuda Andalusia,
Spanyol, bernama Santiago yang ditunjukkan oleh mimpinya berkali-kali
bahwa kalau dirinya pergi ke Kairo akan menemukan harta karun di bagian
tertentu di Piramida sana. Meskipun orangtuanya sudah membuat kavling
agar menjadi seorang pastur yang memahami kitab suci, tetapi Santiago
tetap nekat pergi karena dipikirnya, menemukan harta karun lebih
penting, dan di samping itu, supaya dia tidak menjadi pengembala domba
yang seperti pengembala lain di kampungnya.
Apa
yang didapat Santiago setelah sampai di Piramida benar-benar membuat
dirinya menyesali untuk ke sekian kalinya mengapa dia mempercayai mimpi.
Perjalanan dari Spanyol ke Kairo sambil membawa domba dengan berbagai
macam peristiwa yang tidak mengenakkan, termasuk berurusan dengan
serangan segerombolan penjahat yang mengambil tas dan menendang tubuhnya
sampai terkapar di tanah hingga ada satu dari kawanan penjahat itu yang
menghampirinya untuk mengeluarkan makian: " Kalau hanya bicara mimpi,
akupun pernah bermimpi menemukan harta karun di sekitar gereja tua di
Andalusia tempat di mana para pengembala bermalam. Tetapi aku bukan
lelaki bodoh macam kau yang mempercayai mimpi !"
Untunglah
sebelumnya Santiago sudah belajar bagaimana membaca petunjuk dari Sang
Alkemis (seseorang yang bisa mengubah mimpi menjadi kenyataan). Baliklah
Santiago ke Spanyol menuju gereja tua yang diteriakkan penjahat itu
yang tak lain adalah tempat dirinya dulu bermalam bersama domba
berbantal buku tebal. Ternyata, tepat tidak jauh dari pohon Sangkriti
yang dulu biasa dia pakai untuk menjemur jaketnya, di situlah harta
karun yang bisa mengubah hidupnya berada.
Nah,
pengalaman J.K Rowling dan kearifan Paulo Coelho meskipun sepintas
terlalu jauh tetapi sebetulnya adalah kenyataan hidup yang terjadi di
tempat yang paling dekat dengan kita di mana orang terkadang perlu pergi
jauh untuk menemukan sesuatu yang paling dekat dengan dirinya dan di
dalam dirinya. Menirukan pesan Alkemis kepada Santiago: "orang harus
pergi supaya bisa kembali".
Proses Penyelarasan Diri
Tidak
ada yang tahu pasti di mana dan ada apa di balik peristiwa yang menimpa
karir kita pada hari ini . Tetapi belajar dari sejumlah pengalaman
orang yang sudah berhasil keluar dari masalah ini, beberapa hal yang
mungkin bisa kita lakukan adalah:
1. Tetap tekun dan menjaga komitmen pada pekerjaan yang dihadapi
Tetap
menjalani pekerjaan saat ini sepenuh hati (mindfulness) sambil
mengendalikan mimpi profesi idaman agar konsentrasi kita tetap terfokus
pada realita saat ini yang harus kita berdayakan dan upayakan sebaik
mungkin. Kalau kita serius, produktif dan "cepat belajar", tidak
mustahil kita semakin cepat mengarah ke jalur yang sesuai dengan minat
diri dan tujuan hidup.
2. Memilih waktu yang tepat dan konsisten untuk melakukan apa yang diminati
Tetap
lah menyisakan sebagian waktu untuk melakukan hal yang dibutuhkan oleh
minat atau pun profesi idaman itu dengan setia dan tekun, namun bisa
mendatangkan kenikmatan – bukan malah menjadi beban.
3. Menjalin hubungan dengan komunitas
Tetaplah
menjalin hubungan dengan orang / komunitas yang memiliki minat yang
samat, atau berasal dari kalangan profesi idaman itu. Menjalin hubungan
minimalnya akan membuat kita tidak lupa bunyi suara hati atau bisa jadi
akan menjadi jalan bagi kita menemukan orang seperti yang ditemukan
Santiago, sosok yang akan membimbing kita tentang bagaimana mengubah
mimpi menjadi kenyataan.
4. Menjaga fokus, arah dan tujuan hidup
Tetap lah menjaga fokus dan aliran pikiran (focus & flows)
bahwa – meskipun terkadang takut atau ragu, cemas dan tidak yakin,
tetaplah berfokus pada tujuan kita, minat dan profesi idaman. Pekerjaan
yang saat ini ada di tangan adalah sasaran-perantara yang akan
mengantarkan kita ke arah yang sebenarnya kita inginkan. Jadi, pekerjaan
sekarang tidak kalah pentingnya dengan minat dan tujuan hidup kita.
Tanpa pekerjaan yang sekarang berada di tangan, maka kita tidak akan
bisa mencapai tujuan hidup kita.
5. Memahami petunjuk hidup
Membaca
dan memahami petunjuk di jalan yang diisyaratkan oleh setiap peristiwa
di dalam dan di luar diri serta hidup kita, karena hanya dengan intuisi
yang sensitif lah kita akan peka dan memahami apa yang harus dilakukan.
Kesimpulan
Apakah
dengan membaca petunjuk itu sudah berarti kita memiliki garansi akan
mencapai keselarasan hidup, antara karir, pekerjaan dengan minat?
Menurut pengalaman Arnold Schwarzenegger, itupun menjadi pilihan kita.
"Isi pikiran adalah batasan-batasan yang sebenarnya bagi kita. Sepanjang
pikiranmu bisa mem-visualkan fakta yang bisa kamu lakukan, maka kamu
benar-banar bisa melakukannya selama kamu meyakininya 100 persen". Hari
depan itu - kata Henry Ward Beecer - hanya memiliki dua pegangan. Kita
bisa berpegang pada "keragu-raguan", dan bisa juga berpegang pada
"keyakinan". Artinya, semua kembali pada kekuatan batin dan pilihan
hidup kita. Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment