Oleh : Jacinta F. Rini
Jakarta, 03 Januari 2002
Perkembangan
ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya
beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan
telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan
tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat tidak
mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan
atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru,
pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari
sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi
mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap
level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang
seringkali memicu terjadinya stress kerja.
Hasil Penelitian
Menurut
penelitian Baker dkk (1987), stress yang dialami oleh seseorang akan
merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga
menyimpulkan bahwa stress akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells.
Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit
yang cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak
memproduksi sel-sel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibodi banyak
yang kalah.
Dua
orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil menemukan
hubungan antara stress dengan kesehatan. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa stress sangat berpotensi mempertinggi peluang
seseorang untuk terinfeksi penyakit, terkena alergi serta menurunkan
sistem autoimmune-nya. Selain itu ditemukan pula bukti penurunan respon antibodi tubuh di saat mood seseorang sedang negatif, dan akan meningkat naik pada saat mood seseorang sedang positif.
Peneliti
yang lain yaitu Dantzer dan Kelley (1989) berpendapat tentang stress
dihubungkan dengan daya tahan tubuh. Katanya, pengaruh stress terhadap
daya tahan tubuh ditentukan pula oleh jenis, lamanya, dan frekuensi
stress yang dialami seseorang. Peneliti lain juga mengungkapkan, jika
stress yang dialami seseorang itu sudah berjalan sangat lama, akan
membuat letih health promoting response dan akhirnya melemahkan penyediaan hormon adrenalin dan daya tahan tubuh.
Banyak
sudah penelitian yang menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara
stress dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah
tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karenanya,
perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya
kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.
Apakah Stress Kerja?
Secara
umum orang berpendapat bahwa jika seseorang dihadapkan pada tuntutan
pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka dikatakan
bahwa individu itu mengalami stress kerja. Namun apakah sebenarnya yang
dikategorikan sebagai stress kerja? Menurut Phillip L. Rice, Penulis
buku Stress and Health, seseorang dapat dikategorikan mengalami stress
kerja jika :
- Urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja.
Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah
tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke
rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja
- Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu
- Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut.
Gejala
Menurut
Terry Beehr dan John Newman (1978) gejala stress kerja dapat di bagi
dalam 3 (tiga) aspek, yaitu gejala psikologis, gejala psikis dan
perilaku.
Gejala Psikologis
Gejala Fisik
Gejala Perilaku
Kecemasan, ketegangan
Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
Menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas
Bingung, marah, sensitif
Meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin
Penurunan prestasi dan produktivitas
Memendam perasaan
Gangguan gastrointestinal, misalnya gangguan lambung
Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk
Komunikasi tidak efektif
Mudah terluka
Perilaku sabotase
Mengurung diri
Mudah lelah secara fisik
Meningkatnya frekuensi absensi
Depresi
Kematian
Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan)
Merasa terasing dan mengasingkan diri
Gangguan kardiovaskuler
Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan
Kebosanan
Gangguan pernafasan
Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi
Ketidakpuasan kerja
Lebih sering berkeringat
Meningkatnya agresivitas, dan kriminalitas
Lelah mental
Gangguan pada kulit
Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
Menurunnya fungsi intelektual
Kepala pusing, migrain
Kecenderungan bunuh diri
Kehilangan daya konsentrasi
Kanker
Kehilangan spontanitas dan kreativitas
Ketegangan otot
Kehilangan semangat hidup
Probem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur)
Menurunnya harga diri dan rasa percaya diri
Dampak Terhadap Perusahaan
Sebuah
organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia.
Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat
keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan
menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian
pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress
kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.
Jika stress yang dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung
selesai, maka sangat berpotensi mengundang penyakit yang lebih serius.
Bukan hanya individu yang bisa mengalami penyakit, organisasi pun dapat
memiliki apa yang dinamakan Penyakit Organisasi.
Randall
Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan
yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang
dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja,
peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.
Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:
-
Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
-
Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
-
Menurunkan tingkat produktivitas
-
Menurunkan
pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami
perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau
pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun
karena banyaknya kesalahan yang berulang.
Dampak Terhadap Individu
Dampak
stress kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang
berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal
Kesehatan
Tubuh
manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah
serangan penyakit. Istilah "kebal" ini dikemukakan oleh dua orang
peneliti yaitu Memmler dan Wood untuk menggambarkan kekuatan yang ada
pada tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi pengaruh penyakit
tertentu, dengan cara memproduksi antibodi.
Sistem
kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem
fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan
tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak.
Seluruh sistem tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor
psikososial seperti stress dan immunocompetence. Istilah immunocompetence ini biasanya digunakan di bidang kedokteran untuk menjelaskan derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem kekebalan tubuh.
Jadi,
tidak heran jika orang yang mudah stress, mudah pula terserang
penyakit. Cobalah Anda mulai memperhatikan diri Anda sendiri, dan
tanyakan apakah Anda termasuk di antara orang yang sedang mengalami
stress kerja? Dan apakah penyakit yang sering Anda alami merupakan
akibat atau pengaruh stress kerja yang berkepanjangan ?
Psikologis
Stress
berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang
terus-menerus. Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini
disebut stress kronis. Stress kronis sifatnya menggerogoti dan
menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara
perlahan-lahan. Stress kronis umumnya terjadi di seputar masalah
kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak dalam perkawinan yang tidak
bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya, orang akan
terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan.
Menurut
Miller (1997), seorang peneliti asal Amerika, akar dari stress kronis
ini adalah dari pengalaman traumatis di masa lalu yang terinternalisasi,
tersimpan terus dalam alam bawah sadar. Hal ini jadi berbahaya karena
orang jadi terbiasa "membawa" stress ini kemana saja, dimana saja dan
dalam situasi apapun juga; stress kronis ini dianggap sudah menjadi
bagian dari kehidupan mereka sehingga tidak ada upaya untuk mencari
jalan keluarnya lagi. Singkatnya, orang yang menderita stress kronis ini
sudah hopeless and helpless. Tidak heran jika para
penderita stress kronis akhirnya mengambil keputusan untuk bunuh diri,
atau meninggal karena serangan jantung, stroke, kanker, atau tekanan
darah tinggi. Jadi, amatilah diri Anda, apakah Anda termasuk orang yang
suka membiarkan masalah tanpa dicari jalan keluar yang positif ?
Berhati-hatilah akan konsekuensi yang bakal Anda hadapi !
Interaksi Interpersonal
Orang
yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak
dalam kondisi stress. Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi
dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian,
kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek yang sama bisa
diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang stress.
Selain
itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya.
Pada tingkat stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan
rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik
diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa
dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri,
mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi. Tidak heran kalau akibat
dari sikapnya ini mereka dijauhkan oleh rekan-rekannya. Respon negatif
dari lingkungan ini malah semakin menambah stress yang diderita karena
persepsi yang selama ini ia bayangkan ternyata benar, yaitu bahwa ia
kurang berharga di mata orang lain, kurang berguna, kurang disukai,
kurang beruntung, dan kurang-kurang yang lainnya.
Sebuah
penelitian terhadap sekelompok karyawan yang bekerja di suatu
organisasi menunjukkan, bahwa stress kerja menyebabkan terjadinya
ketegangan dan konflik antara pihak karyawan dengan pihak manajemen.
Tingginya sensitivitas emosi berpotensi menyulut pertikaian dan
menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain.
Sumber Stress
Untuk
memahami sumber stress kerja, kita harus melihat stress kerja ini
sebagai interaksi dari beberapa faktor, yaitu stress di pekerjaan itu
sendiri sebagai faktor eksternal, dan faktor internal seperti karakter
dan persepsi dari karyawan itu sendiri. Dengan kata lain, stress kerja
tidak semata-mata disebabkan masalah internal, sebab reaksi terhadap
stimulus akan sangat tergantung pada reaksi subyektif individu
masing-masing. Beberapa sumber stress yang menurut Cary Cooper (1983)
dianggap sebagai sumber stress kerja adalah stress karena kondisi
pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan
pengembangan karir, dan struktur organisasi.
Kondisi Pekerjaan
Lingkungan Kerja.
Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah
jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya
produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman,
panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat,
lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada
kenyamanan kerja karyawan.
Overload. Sebenarnya overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan overload
secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi
kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan
berada dalam "tegangan tinggi". Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.
Deprivational stress. George Everly dan Daniel Girdano (1980), dua orang ahli dari Amerika memperkenalkan istilah deprivational stress
untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau
tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah
kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung
unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).
Pekerjaan Berisiko Tinggi. Ada
jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan,
seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadam
kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerja cleaning service yang
biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat.
Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stress kerja
karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
Konflik Peran
Ada
sebuah penelitian menarik tentang stress kerja menemukan bahwa sebagian
besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang
kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stress karena konflik
peran. Mereka stress karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak
tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice, 1992). Kenyataan seperti
ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau
organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi
dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh
karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja,
ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan.
Para
wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stress
lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, wanita bekerja ini
menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah
tangga. Terutama dalam alam kebudayaan Indonesia, wanita sangat dituntut
perannya sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak
wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan
bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi, yaitu pekerjaan dan
ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja
mengalami stress.
Pengembangan Karir
Setiap
orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di suatu
perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karir, menjadi
fokus perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada
kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan
karir yang baik seringkali tidak terlaksana. Alasannya bisa
bermacam-macam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan
penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan,
atau karena sudah "mentok" alias tidak ada kesempatan lagi untuk naik
jabatan.
Struktur Organisasi
Gambaran
perusahaan Asia dewasa ini masih diwarnai oleh kurangnya struktur
organisasi yang jelas. Salah satu sebabnya karena perusahaan di Asia
termasuk Indonesia, masih banyak yang berbentuk family business.
Kebanyakan (family) business dan bisnis-bisnis lain di Indonesia yang
masih sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan
kejelasan struktur yang menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan
tanggung jawab. Tidak hanya itu, aturan main yang terlalu kaku atau
malah tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak sehat serta
minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan jadi stress karena merasa
seperti anak ayam kehilangan induk - segala sesuatu menjadi tidak jelas.
Mengatasi Stress Kerja
Stress
kerja sekecil apapun juga harus ditangani dengan segera. Seorang ahli
terkenal di bidang kesehatan jiwa, Jere Yates (1979,) mengemukakan ada
delapan (8) aturan main yang harus diikuti dalam mengatasi stress yaitu:
-
Pertahankan kesehatan tubuh Anda sebaik mungkin, usahakan berbagai cara agar anda tidak jatuh sakit
-
Terimalah
diri Anda apa adanya, segala kekurangan dan kelebihan, kegagalan maupun
keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan Anda
-
Tetaplah memelihara hubungan persahabatan yang indah dengan seseorang yang Anda anggap paling bisa diajak curhat
-
Lakukan
tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stress Anda di
dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan yang
dihadapi dalam pekerjaan
-
Tetaplah
memelihara hubungan sosial dengan orang-orang di luar lingkungan
pekerjaan Anda, misalnya dengan tetangga atau kerabat dekat
-
Berusahalah mempertahankan aktivitas yang kreatif di luar pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi
-
Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya kegiatan sosial dan keagamaan
-
Gunakanlah metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam melihat atau menganalisa masalah stress kerja Anda. (jp)
- Urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja
- Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu
- Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut.
Gejala Psikologis
|
Gejala Fisik
|
Gejala Perilaku
|
Kecemasan, ketegangan
|
Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah
|
Menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas
|
Bingung, marah, sensitif
|
Meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin
|
Penurunan prestasi dan produktivitas
|
Memendam perasaan
|
Gangguan gastrointestinal, misalnya gangguan lambung
|
Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk
|
Komunikasi tidak efektif
|
Mudah terluka
|
Perilaku sabotase
|
Mengurung diri
|
Mudah lelah secara fisik
|
Meningkatnya frekuensi absensi
|
Depresi
|
Kematian
|
Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan)
|
Merasa terasing dan mengasingkan diri
|
Gangguan kardiovaskuler
|
Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan
|
Kebosanan
|
Gangguan pernafasan
|
Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi
|
Ketidakpuasan kerja
|
Lebih sering berkeringat
|
Meningkatnya agresivitas, dan kriminalitas
|
Lelah mental
|
Gangguan pada kulit
|
Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
|
Menurunnya fungsi intelektual
|
Kepala pusing, migrain
|
Kecenderungan bunuh diri
|
Kehilangan daya konsentrasi
|
Kanker
|
|
Kehilangan spontanitas dan kreativitas
|
Ketegangan otot
|
|
Kehilangan semangat hidup
|
Probem tidur (sulit tidur, terlalu banyak tidur)
|
|
Menurunnya harga diri dan rasa percaya diri
|
Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja
Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
Menurunkan tingkat produktivitas
Menurunkan
pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami
perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau
pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun
karena banyaknya kesalahan yang berulang.
Lingkungan Kerja.
Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah
jatuh sakit, mudah stress, sulit berkonsentrasi dan menurunnya
produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman,
panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat,
lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada
kenyamanan kerja karyawan.
Overload. Sebenarnya overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan overload
secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi
kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan
berada dalam "tegangan tinggi". Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.
Deprivational stress. George Everly dan Daniel Girdano (1980), dua orang ahli dari Amerika memperkenalkan istilah deprivational stress
untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau
tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah
kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung
unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).
Pekerjaan Berisiko Tinggi. Ada
jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan,
seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadam
kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerja cleaning service yang
biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat.
Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stress kerja
karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
Pertahankan kesehatan tubuh Anda sebaik mungkin, usahakan berbagai cara agar anda tidak jatuh sakit
Terimalah
diri Anda apa adanya, segala kekurangan dan kelebihan, kegagalan maupun
keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan Anda
Tetaplah memelihara hubungan persahabatan yang indah dengan seseorang yang Anda anggap paling bisa diajak curhat
Lakukan
tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stress Anda di
dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan yang
dihadapi dalam pekerjaan
Tetaplah
memelihara hubungan sosial dengan orang-orang di luar lingkungan
pekerjaan Anda, misalnya dengan tetangga atau kerabat dekat
Berusahalah mempertahankan aktivitas yang kreatif di luar pekerjaan, misalnya berolahraga atau berekreasi
Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya kegiatan sosial dan keagamaan
Gunakanlah metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam melihat atau menganalisa masalah stress kerja Anda. (jp)
No comments:
Post a Comment