Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 31 Agustus 2006
Menjadi Lebih Produktif
Apa
yang terlintas di benak kita saat mendengar istilah kerja cerdas? Ada
yang mengartikan bahwa kerja cerdas itu adalah sebuah model kerja di
mana seseorang melakukan pekerjaan sedikit tapi hasilnya besar.
Berangkat kerja tanpa terikat pada aturan atau jam kerja formal atau
berbisnis jarang-jarang tetapi sekali mendapatkan untung, untungnya
cukup untuk dinikmati berbulan-bulan atau cukup untuk sekian minggu ke
depan.
Orang yang berpendapat demikian mungkin menganut teori Paretto yang 80/20 itu (The law of imbalance).
Kalau merujuk teori ini, berarti 80 % penghasilan orang itu dihasilkan
dari 20 % aktivitas kerja / bisnisnya. Aktivitasnya hanya 20 % tapi
penghasilannya 80 %. Mungkin, karena orang seperti itu sudah lihai dalam
membidik peluang, maka terwujudlah kerja cerdas dalam pengertian
seperti di atas.
Terus
terang, meski pengertian di atas sering saya dengar dalam pembicaraan,
tetapi dalam prakteknya masih jarang saya lihat. Saya tidak tahu apakah
Anda juga punya pengalaman seperti saya atau tidak. Yang kerap kita
jumpai, kalau ada orang yang mendapatkan hasil banyak, orang itu juga
bekerja banyak. Konon, Bill Gate yang dikenal orang pintar dan orang
kaya, punya jam kerja yang jauh lebih banyak dibanding dengan
karyawannya. Cuma bedanya, Bill Gate tidak merasakan pekerjaannya
sebagai tekanan yang membebani.
Tak
hanya Bill Gate saja. Di beberapa stasiun teve sekarang ini kerap
ditayangkan sukses stori para pengusaha lokal, baik UKM atau Non-UKM.
Sejauh saya mengikuti sampai saat ini memang saya belum pernah mendengar
dari mereka yang mengatakan bahwa prestasi usahanya itu diciptakan dari
model kerja cerdas dalam pengertian di atas. Yang sering mereka katakan
justru adalah prinsip mendasar yang umumnya sudah diketahui banyak
orang, misalnya: jujur, disiplin, bekerja keras, menjaga kepercayaan,
dan semisalnya.
Terlepas
apapun orang mengartikan kerja cerdas, tapi di sini kita akan membahas
kerja cerdas dalam pengertian: bagaimana kita bisa menjadi lebih
produktif dengan alokasi waktu kerja yang sama atau dengan menggunakan
peralatan yang sama. Atau dalam pengertian: bagaimana kita bisa
memproduksi solusi (barang atau jasa) yang lebih banyak atau lebih cepat
dalam waktu yang sama dengan menggunakan peralatan yang sudah kita
miliki.
Mungkin
contoh beratnya bisa kita ambil dari hasil kerja Frederick W. Taylor
pada tahun 1911. Seperti yang sudah jamak diketahui, Taylor adalah
seorang insinyur yang bekerja di pabrik. Taylor tidak puas dengan
produktivitas para pekerja yang sangat rendah kala itu. Melihat keadaan
seperti itu, Taylor menawarkan revolusi mental yang kemudian dikenal
dengan 4 prinsip manajemen.
Sebagai bahan perbandingan buat kita, Taylor menawarkan solusi antara lain:
a)
Mengembangkan metode, konsep, atau ilmu pengetahuan tentang bagaimana
mengerjakan pekerjaan dari pekerjaan itu atau memunculkan teori aplikasi
yang terbaik dari pekerjaan yang dilakukan
b) Memilih dan melatih para pekerja dengan pertimbangan dan keputusan yang logis,
c) Menciptakan komunikasi yang sinergis antara manajemen dan pekerja
d) Pembagian kerja dan tanggung jawab yang tegas.
Berdasarkan
kondisi dan situasi kontekstual kala itu, konon revolusi mental yang
ditawarkan Taylor ini berhasil meningkatkan produktivitas pekerja sampai
mencapai 200 %. Menggiurkan, bukan? Atas keberhasilan yang dicapai,
Taylor kemudian diberi gelar Bapak Manajemen Ilmiah.
Contoh
yang ringan bisa kita ambil dari kebiasaan sehari-hari. Ketika bicara
produktivitas, pasti berbeda antara orang yang bekerja dengan target di
kepalanya dan orang yang bekerja tanpa ada target di kepalanya. Pasti
berbeda antara orang yang bekerja dengan mengembangkan tehnik dan orang
yang bekerja dengan tanpa mengembangkan tehnik. Pasti berbeda antara
orang yang bekerja dalam keadaan marah dan orang yang bekerja dalam
keadaan happy. Pasti berbeda antara orang yang bekerja
berdasarkan prioritas dan orang yang bekerja asal-asalan. Pasti berbeda
antara orang yang bekerja dengan konsep dan orang yang bekerja tanpa
konsep. Bahkan terkadang ada bedanya antara kita bekerja dengan menelpon
orang lebih dulu dan bekerja lebih dulu baru menelpon orang. Ini contoh
riil yang kita alami sehari-hari.
Intinya,
seperti kata orang bijak, di semua pekerjaan di dunia ini ada rahasia
Tuhan. Rahasia itu jika semakin kita gali tidak berarti semakin habis.
Justru rahasia itu semakin bertambah. Bahkan rahasia itu tidak akan
habis ditulis dengan tinta air laut. Ini terjadi dari mulai bagaimana
seorang pelayan diskotik menuangkan minuman dari botol ke gelas dengan
gayanya yang khas sampai ke bagaimana seorang arsitek merancang bangunan
bertingkat. Tugas kita adalah sebetulnya menggali rahasia-rahasia itu
sehingga kita bisa selalu meningkatkan produktivitas.
Dengan
bertambahnya kemampuan untuk memproduksi solusi yang lebih besar dan
lebih cepat, maka secara logis ini akan meningkatkan penghasilan kita.
Soal berapa persennya dan kapan peningkatan hasil itu akan terwujud, ini
urusan tehnis. Tapi prinsipnya kira-kira begitu.
Syarat menjadi lebih produktif
Beberapa
syarat mental di bawah ini sebenarnya adalah tambahan dari yang sudah
kita miliki berdasarkan pengalaman sehari-hari. Atau bahkan mungkin
sebatas sebagai reminder (pengingat) atas hal-hal mendasar yang
kerap kita lupakan dalam praktek. Nah, syarat mental yang perlu kita
miliki untuk mencapai kerja cerdas dalam pengertian yang kita bahas di
sini adalah:
Mengembangkan standar prestasi yang pas
Pas di sini artinya memiliki standar yang match
atau sesuai dengan perkembangan kita hari ini. Seperti yang kita alami,
jika standar yang kita patok itu terlalu rendah, biasanya produktivitas
kita juga rendah. Tapi, jika terlalu tinggi atau terlalu banyak,
biasanya malah bingung atau malah sedikit hasilnya. Karena itu ada yang
menyarankan, little is more and more is little.
Dengan
kata lain, supaya tetap produktif, berarti kita perlu memberi standar
yang benar-benar pas dengan dinamika perkembangan kita. Jangan terlalu
rendah atau jangan terlalu sedikit. Tapi, jangan juga terlalu tinggi
atau jangan terlalu banyak.
Mengasah kreativitas
Kreatif
atau tidak kreatif, pada akhirnya adalah masalah manajemen batin.
Suasana atau fasilitas memang mendukung kreativitas, tapi jika batin ini
tidak kreatif, fasilitas dan suasana itu tidak ada gunanya. Mengasah
kreativitas ini bisa kita lakukan dengan menyediakan ruang untuk
menemukan berbagai kemungkinan untuk menciptakan metode, cara atau
tehnik baru yang lebih efektif dan lebih efisien dan yang membuat kita
menjadi lebih produktif.
Soal apa bentuknya, bagaimana caranya dan lain-lain, ini urusan kita masing-masing. Ini mengingat, biasanya, the best tehnique is always not in the book. Tehnik, metode atau cara yang kita dapatkan dari orang lain atau dari buku, ini umumnya sebagai "an aid" atau bantuan buat kita untuk melakukan discovery atau eksplorasi.
Menajamkan fokus
Produktivitas
sangat erat hubungannya dengan soal fokus. Fokus, karena itu merupakan
kekuatan. Contoh sepele, misalnya: jika kita melihat benda di depan mata
tetapi pikiran kita tidak fokus, maka produktivitas penglihatan kita
juga tidak bagus. Ini terjadi sampai ke hal-hal yang sangat mendasar
dalam hidup manusia.
Jika
seseorang memfokuskan pikirannya untuk melihat masalah, maka yang
menjadi kesimpulan di batinnya adalah masalah. Sebaliknya, jika
seseorang memfokuskan pikirannya untuk melihat peluang, maka yang
menjadi kesimpulan di batinnya tentang dunia ini adalah peluang. Meski
awalnya ini adalah soal kesimpulan di batin, tetapi pada tahapan
tertentu akan mempengaruhi tindakan dan produktivitasnya.
Saking
eratnya hubungan antara produktivitas dan fokus, teori manajemen sampai
mengajarkan kita untuk membagi aktivitas menjadi:
a) prioritas
b) penting
c) mendesak
d) distraksi
Jika
kita gagal membedakan antara prioritas dan distraksi (aktivtas yang
tidak prioritas, tidak penting dan tidak mendesak), pasti fokus pikiran
kita kacau. Kalau sudah kacau, produktivitas kita pun akan terancam.
Menggali Tacit knowledge
Istilah
Tacit Knowledge ini bisa kita jumpai di naskah kerja Robert J.
Stenberg, pakar Psikologi di Yale University. Ini adalah semacam
pengetahuan spesifik tentang sesuatu yang diperoleh seseorang dari
praktek. Tacit Knowledge ini punya ciri khas antara lain:
Pengetahuan itu adalah sebuah prosedur di dalam diri seseorang tentang bagaimana sesuatu harus dikerjakan
Pengetauan itu merupakah buah dari melakukan sesuatu, bukan buah dari diajar orang lain
Pengetahuan itu bersifat sangat pribadi
Seorang
sopir yang sudah berpengalaman, pasti memiliki prosedur batin tentang
bagaimana menjalankan kendaraan yang diajarkan oleh pengalamannya.
Prosedur batin itu biasanya tidak dimiliki oleh seoran sopir yang baru
lulus dari sekolah montir. Kita sering menyebutnya dengan istilah "feeling" atau gerakan reflek, atau juga disebut beyond the technique.
Kaitannya
dengan produktivitas di sini sangat jelas. Seorang sopir yang sudah
bekerja dengan feeling tadi, pasti lebih produktif. Dia lebih tahan
lama, lebih rileks, dan lebih cepat. Saya kira ilustrasi ini juga bisa
kita terapkan dalam pekerjaan sehari-hari.
Menjaga harmonitas
Seperti
juga alam raya ini, hidup kita akan produktif kalau hormonitasnya
terjaga, serasi atau seimbang. Belajar dari praktek hidup, mayoritas
penyakit yang merupakan ancaman produktivitas, entah itu penyakit jiwa
atau raga, mulanya muncul dari pengabaian kecil (ignorance) yang kemudian menimbulkan ketidakhamonisan, atau ketidakseimbangan ke hampir seluruh wilayah hidup.
Contohnya
adalah kurang tidur. Ketika kita kurang tidur, yang terjadi bukan hanya
kita butuh tidur di siang hari sebagai pengganti waktu tidur yang telah
kita gunakan untuk yang lain. Kurang tidur yang sudah sampai pada
tingkat overdosis, bisa menganggu hubungan kita dengan pekerjaan, dengan
orang lain, dan seterusnya, yang akhirnya mengakibatkan produktivitas
rendah.
Perlindungan batin
Batin
di sini, tidak bisa kita samakan dengan emosi. Melindungi batin,
bukanlah melindungi emosi. Kalau konteksnya produktivitas, batin kita
perlu dilindungi dari kotoran yang menganggu produktivitas. Biasanya,
kotoran itu adalah masalah yang kita ciptakan sendiri secara tidak
sengaja atau masalah yang didatangkan orang lain untuk kita - yang tidak
kita oleh menjadi vitamin batin. Maksudnya ? Kita sering mendengar
ucapan, kritik atau pun pendapat orang lain yang tidak enak mengenai
diri kita, cara kerja maupun hasil pekerjaan kita.
Kita bisa saja menganggapnya sebagai sampah yang mengotori batin dan harus dibuang, atau menanggapnya sebagai warning signal -
atas sesuatu di dalam diri yang perlu kita renungkan. Kalau kita mau
belajar dan bertumbuh, mata batin kita lah yang harus menangkap
"kata-kata" yang ditujuan pada kita, bukan telinga kita. Mata batin,
bisa melindungi kita dari self-denial (pengingkaran kenyataan
diri). Kita bisa tutup telinga - tapi tidak bisa menutup mata batin.
Kejernihan suara batin bisa menuntun kita bekerja cerdas, kalau kita mau
mendengar tuntutannya.
Apa
mungkin kita sanggup membersihkan batin dari masalah untuk sekedar
menjadi lebih produktif? Kalau konteksnya praktek hidup, maksudnya yang
lebih tepat bukanlah bersih dalam arti tidak ada masalah atau lari dari
masalah. Selain mustahil, pun juga ini malah tidak produktif. Maksudnya
adalah menyelesaikan masalah secara sehat, benar, jujur dan
proporsional. Kalau kita proporsional dalam memikirkan, bersikap dan
bertindak, maka produktivitas kita tidak terganggu dengan masalah yang
ada.
Jika
kita sedikit-sedikit sakit hati atau terlalu memasukkan hati ulah orang
lain, dan tidak menjadikannya "obat pahit", ini bisa mengganggu
produktivitas. Batin kita akan bekerja untuk memikirkan orang lain dalam
pengertian memikirkan yang tidak perlu, bukan memikirkan bagaimana
memperbaiki dan mengembangkan diri, serta memproduksi solusi yang lebih
banyak atau lebih cepat. Semoga bermanfaat !
a)
Mengembangkan metode, konsep, atau ilmu pengetahuan tentang bagaimana
mengerjakan pekerjaan dari pekerjaan itu atau memunculkan teori aplikasi
yang terbaik dari pekerjaan yang dilakukan
b) Memilih dan melatih para pekerja dengan pertimbangan dan keputusan yang logis,
c) Menciptakan komunikasi yang sinergis antara manajemen dan pekerja
d) Pembagian kerja dan tanggung jawab yang tegas.
a) prioritas
b) penting
c) mendesak
d) distraksi
No comments:
Post a Comment