Selama tahun 2002
ini, kondisi negara kita di berbagai bidang tidak menunjukkan perubahan
berarti. Kebijakan pemerintah masih simpang siur, hukum semakin tidak
jelas, dan kondisi sosial kian tidak menentu. Di bidang ekonomi, tidak
ada perubahan kearah yang lebih baik. PHK tetap berlangsung karena
banyak wirausahawan tidak lagi berminat memulai atau mengembangkan
usahanya dan para investor asing sudah banyak yang memutuskan untuk
memindahkan usahanya ke negara lain yang lebih menjanjikan.
Di sisi lain, jumlah populasi dengan
usia produktif tidak bisa begitu saja menganggur. Hidup tetap harus
berjalan dan penghasilan tetap mesti dicari untuk menutupi biaya hidup
yang kian mahal. Berbagai ide bisnis bermunculan dan di diskusikan dalam
berbagai pertemuan baik formal maupun informal. Sebagian ide tersebut
memang hanya merupakan "mimpi yang indah" tetapi sebagian lagi
ditanggapi dengan antusiasme yang tinggi. Dari hal ini terlihat bahwa
masyarakat kita justru merasa terpacu ketika dihadapkan pada suatu
krisis yang berkepanjangan. Hal ini senada dengan pendapat yang
dikemukakan Ralph Stacey (1997) dalam tulisannya berjudul "Excitement
and Tension at the Edge of Chaos" yang mengatakan bahwa kreativitas
cenderung meningkat pada saat situasi semakin parah, atau sering disebut
dengan istilah populernya "kreatif karena kepepet". Jika asumsi Stacey
ini benar, sangat mungkin "mimpi-mimpi indah" itu sudah ada di benak
banyak sekali penduduk Indonesia yang secara kreatif dan positif
menginginkan perubahan.
Masalahnya sekarang,
bagaimanakah mewujudkan jutaan mimpi indah itu menjadi kenyataan? Apa
saja faktor-faktor psikologis yang harus dimiliki sang wirausaha
sehingga dapat mewujudkan mimpi indahnya tersebut? Artikel ini ditulis
dengan harapan dapat inspirasi bagi para pemilik mimpi indah supaya
mereka bisa mempersiapkan diri dalam usaha mereka membuat mimpi itu
menjadi kenyataan.
Beberapa Alternatif
Bagi orang-orang yang memiliki
"mimpi-mimpi indah", ada beberapa alternatif yang dapat dipilih untuk
mewujudkan mimpi tersebut. Beberapa alternatif tersebut diantaranya:
1. Menjadi wirausahawan mandiri
Untuk menjadi seorang
wirausahawan mandiri, berbagai jenis modal mesti dimiliki. Ada 3 jenis
modal utama yang menjadi syarat: (1) sumber daya internal yang
merupakan bagian dari pribadi calon wirausahawan misalnya kepintaran,
ketrampilan, kemampuan menganalisa dan menghitung risiko, keberanian
atau visi jauh ke depan. (2) sumber daya eksternal, misalnya uang yang cukup untuk membiayai modal usaha dan modal kerja, social network dan jalur demand/supply, dan lain sebagainya. (3) faktor X,
misalnya kesempatan dan keberuntungan. Seorang calon usahawan harus
menghitung dengan seksama apakah ke-3 sumber daya ini ia miliki sebagai
modal. Jika faktor-faktor itu dimilikinya, maka ia akan merasa optimis
dan keputusan untuk membuat mimpi itu menjadi tunas-tunas kenyataan
sebagai wirausahawan mandiri boleh mulai dipertimbangkan.
2. Mencari mitra dengan "mimpi" serupa.
Jika 1 atau 2 jenis sumber daya
tidak dimiliki, seorang calon wirausahawan bisa mencari partner/rekanan
untuk membuat mimpi-mimpi itu jadi kenyataan. Rekanan yang ideal adalah
rekanan yang memiliki sumber daya yang tidak dimilikinya sendiri
sehingga ada keseimbangan "modal/sumber daya" di antara mereka. Umumnya
kerabat dan teman dekatlah yang dijadikan prospective partner yang utama sebelum mempertimbangkan pihak lainnya, seperti beberapa jenis institusi finansial diantaranya bank.
Pilihan jenis mitra memiliki resiko
tersendiri. Resiko terbesar yang harus dihadapi ketika berpartner dengan
teman dekat adalah dipertaruhkannya persahabatan demi bisnis. Tidak
sedikit keputusan bisnis mesti dibuat dengan profesionalisme tinggi dan
menyebabkan persahabatan menjadi retak atau bahkan rusak. Jenis mitra
bisnis lainnya adalah anggota keluarga; risiko yang dihadapi tidak
banyak berbeda dengan teman dekat. Namun, bukan berarti bermitra dengan
mereka tidak dapat dilakukan. Satu hal yang penting adalah
memperhitungkan dan membicarakan semua risiko secara terbuka sebelum
kerjasama bisnis dimulai sehingga jika konflik tidak dapat dihindarkan,
maka sudah terbayang bagaimana cara menyelesaikannya sejak dini sebelum
merusak bisnis itu sendiri.
Mitra bisnis lain yang lebih netral
adalah bank atau institusi keuangan lainnya terutama jika modal menjadi
masalah utama. Pinjaman pada bank dinilai lebih aman karena bank bisa
membantu kita melihat secara makro apakah bisnis kita itu akan mengalami
hambatan. Bank yang baik wajib melakukan inspeksi dan memeriksa studi
kelayakan (feasibility study) yang kita ajukan. Penolakan dari bank dengan alasan "tidak feasible" bisa merupakan feedback yang baik, apalagi jika kita bisa mendiskusikan dengan bagian kredit bank mengenai elemen apa saja yang dinilai "tidak feasible".
Bank juga bisa membantu kita untuk memantau kegiatan usaha setiap tahun
dan jika memang ada kesulitan di dalam perusahaan, bank akan
mempertimbangkan untuk tidak meneruskan pinjamannya. Ini merupakan "warning"
dan kontrol yang bisa menyadarkan kita untuk segera berbenah.
Wirausahawan yang "memaksakan" bank untuk memberi pinjaman tanpa studi
kelayakan yang obyektif dan benar akhirnya sering mengalami masalah yang
lebih parah. Agunan (jaminan) disita, perusahaan tidak jalan, dan
hilanglah harapan untuk membuat mimpi indah menjadi kenyataan. Kejadian
seperti ini sudah sangat sering terjadi, dalam skala kecil maupun skala
nasional. Pinjaman seringkali melanggar perhitungan normal yang
semestinya diterapkan oleh bank sehingga ketika situasi ekonomi tidak
mendukung, sendi perekonomian mikro dan makro pun turut terbawa jatuh.
3. Menjual mimpi itu kepada wirausawahan lain (pemilik modal)
Jika teman atau kerabat yang
bisa diajak bekerjasama tidak tersedia (entah karena kita lebih
menghargai hubungan kekerabatan atau persahabatan atau karena memang
mereka tidak dalam posisi untuk membantu) dan tidak ada agunan yang bisa
dijadikan jaminan untuk memulai usaha anda, ada cara lain yang lebih
drastis, yaitu menjual ide atau mimpi indah itu kepada pemilik modal.
Kesepakatan mengenai bagaimana bentuk kerjasama bisa di lakukan antara
si pemilik modal dan penjual ide. Bisa saja pemilik modal yang memodali
dan penjual ide yang menjalankan usaha itu, bisa juga penjual ide hanya
menjual idenya dan tidak lagi terlibat dalam usaha itu. Jalan ini
biasanya diambil sesudah cara lainnya tidak lagi memungkinkan sedangkan
ide yang kita miliki memang sangat layak diperhitungkan.
Ketiga cara di atas selayaknya
dipikirkan sebelum seseorang mengambil keputusan untuk menjadi
wirausahawan. Tanpa pemikiran mendalam, pengalaman pahit akan menjadi
makanan kita. Banyak usaha yang akhirnya gulung tikar sebelum
berkembang. Contohnya, pada tahun 1998, penduduk Jakarta tentu masih
ingat akan trend "kafe tenda" sebagai reaksi atas Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) yang saat itu banyak terjadi. Tiba-tiba saja banyak mantan
karyawan perusahaan beralih profesi menjadi wirausahawan. Bahkan usaha
tersebut ramai-ramai diikuti oleh pula oleh para selebritis. Trend ini
tidak mampu bertahan lama. Banyak "usaha dadakan" ini terpaksa gulung
tikar. Entah kemana para wirausahawan baru kita ini akhirnya
menggantungkan nasibnya sekarang.
Mentalitas Wirausahawan: Mitos atau Realita?
Untuk mewujudkan mimpi menjadi
seorang wirausahawan yang sukses memang diperlukan berbagai faktor
pendukung. Selain modal (sumber daya seperti tersebut di atas), masih
ada faktor lain yang merupakan syarat untuk keberhasilan seorang
wirausahawan. Banyak yang mengatakan "mental" atau "bakat"; dalam bahasa
umum "bakat dagang", merupakan salah satu diantara faktor tersebut.
Meskipun belum banyak penelitian ilmiah mengenai mental atau kepribadian
wirausahawan, namun ada beberapa fakta maupun asumsi yang bisa
menerangkan bahwa memang ada perbedaan karakter antara wirausahawan
dengan non-wirausahawan. Bisa saja perbedaan itu tumbuh karena kebiasaan
atau pengaruh lingkungan sehingga menjadi karakter yang menetap dalam
kepribadian seseorang
Bagi pengikut aliran non-deterministic, bakat dagang mungkin lebih bisa diterima sebagai sebuah mitos, sebab sulit untuk mengatakan bahwa seorang bayi memiliki "in-born entrepreneurship trait". Lebih
logis bila mengasumsikan bahwa "bakat dagang" yang dimitoskan mungkin
merupakan kumpulan dari kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dimiliki oleh
wirausahawan lewat proses pembelajaran sejak dini. Kebiasaan ini
disosialisasikan dan dikondisikan secara konstan kepada individu atau
kelompok tertentu sehingga menjadi ciri karakter yang kuat dan mengakar
di dalam mereka. Sebagian dari kebiasaan itu adalah:
- menghitung untung rugi setiap tindakan/keputusan yang diambil
- melihat peluang dan menganalisis kebutuhan pasar
- mengelola sumber daya (planning, organizing, directing, controlling)
- bekerja keras secara konstan dan mencari solusi bagi masalahnya
- kebiasaan "jatuh-bangun" sehingga tidak lagi takut membuat keputusan
Selain faktor kebiasaan di
atas, masih banyak faktor lain yang turut menentukan apakah seseorang
bisa menjadi seorang wirausahawan yang sukses. Beberapa di antaranya
adalah:
1. Kreatif & Inovatif
Seorang wirausahawan umumnya
memiliki daya kreasi dan inovasi yang lebih dari non-wirausahawan.
Hal-hal yang belum terpikirkan oleh orang lain sudah terpikirkan olehnya
dan dia mampu membuat hasil inovasinya itu menjadi "demand". Contohnya: Menjelang tahun 2000, ada sekelompok orang yang menjadi "kaya raya" karena mereka berhasil menjual ide "the millenium bug". Puluhan juta dollar bergulir di industri komputer dan teknologi hanya karena ide ini. Software
baru, jasa konsultasi teknologi komputer bahkan Hollywood pun berhasil
membuat ide ini menjadi industri hiburan yang menghasilkan puluhan juta
dollar. Film "The Entrapment" adalah salah satu hasilnya. Contoh
lainnya yang sederhana adalah pengemasan air minum steril kedalam botol
sehingga air bisa diminum langsung tanpa dimasak. Banyak sekali contoh
lain yang menunjukkan bahwa kreatifitas dan inovasi adalah salah satu
faktor yang bisa membawa seseorang menjadi wirausahawan sukses. Perlu
diingat bahwa kreatifitas dan inovasi bukan merupakan satu-satunya
faktor penentu karena artispun harus memiliki kedua faktor ini sebagai
penentu kesuksesannya.
2. Confident, Tegar dan Ulet
Wirausahawan yang berhasil
umumnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi, tegar dan sangat ulet.
Ia tidak mudah putus asa, bahkan mungkin tidak pernah putus asa. Masalah
akan dihadapinya dan bukan dihindari. Jika ia membuat salah
perhitungan, saat ia sadar akan kesalahannya, ia secara otomatis juga
memikirkan cara untuk membayar kesalahan itu atau membuatnya menjadi
keuntungan. Ia tidak akan berhenti memikirkan jalan keluar walaupun bagi
orang lain, jalan keluar sudah buntu. Kegagalan akan dibuatnya menjadi
pelajaran dan pengalaman yang mahal. Semangatnya tidak pernah luntur;
ada saja yang membuatnya bisa berpikir positif demi keuntungan yang
dikejarnya. Kualitas kepribadian seperti ini tidak mungkin tumbuh secara
mendadak. Keuletan, ketegaran dan rasa percaya diri tumbuh sejak dini
(usia balita) dan sudah menjadi karakter atau dasar kepribadiannya.
Sulit (bukan tidak mungkin) bagi seorang dewasa membentuk
kualitas-kualitas ini jika tidak dimulai sejak masa balita.
3. Pekerja Keras
Waktu kerja bagi seorang
wirausahawan tidak ditentukan oleh jam kerja. Saat ia sadar dari bangun
tidurnya, pikirannya sudah bekerja membuat rencana, menyusun strategi
atau memecahkan masalah. Kadang dalam tidurnyapun ia tetap berpikir.
Membiarkan waktu berlalu tanpa ada yang dipikirkan atau dikerjakan
kadang membuatnya merasa "tidak produktif" atau merasa kehilangan
kesempatan.
4. Pola Pikir Multi-tasking
Seorang wirausahawan sejati mampu melihat sesuatu dalam perspektif/dimensi yang berlainan pada satu waktu (multi-dimensional information processing capacity). Bahkan ia juga mampu melakukan "multi-tasking"
(melakukan beberapa hal sekaligus). Kemampuan inilah yang membuatnya
piawai dalam menangani berbagai persoalan yang dihadapi oleh perusahaan.
Semakin tinggi kemampuan seorang wirausahawan dalam multi-tasking,
semakin besar pula kemungkinan untuk mengolah peluang menjadi sumber
daya produktif.
5. Mampu Menahan Nafsu untuk Cepat Menjadi Kaya
Wirausahawan yang bijak
biasanya hemat dan sangat berhati-hati dalam menggunakan uangnya
terutama jika ia dalam tahap awal usahanya. Setiap pengeluaran untuk
keperluan pribadi dipikirkannya secara serius sebab ia sadar bahwa
sewaktu-waktu uang yang ada akan diperlukan untuk modal usaha atau modal
kerja. Keuntungan tidak selalu menetap, kadang ia harus merugi dan
perusahaan harus tetap dipertahankan. Oleh sebab itu, jika ia memiliki
keuntungan 10, hanya sepersekian yang digunakan untuk keperluan
pribadinya. Sebagian besar disimpannya untuk digunakan bagi kemajuan
usahanya atau untuk tabungan jika ia terpaksa mengalami kerugian.
Wirausahawan yang bijak juga
mengerti bahwa membangun sebuah perusahaan yang kokoh dan mapan
memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan tidak jarang belasan atau puluhan
tahun. Seorang wirausahawan yang memulai usahanya dari skala yang kecil
hingga menjadi besar akan mampu menahan nafsu konsumtifnya. Baginya,
pengeluaran yang tidak menghasilkan akan dianggap sebagai sebuah
kemewahan. Jika tabungannya tidak cukup untuk membeli kemewahan itu, dia
akan menahan diri sampai tabungannya jauh berlebih. Ia juga menghargai
keuntungan yang sedikit demi sedikit dikumpulkannya. Keuntungan itu
diinvestasikannya ke dalam usaha lainnya sehingga lama-kelamaan hartanya
bertambah banyak. Dalam hal ini memang ada benarnya pepatah yang
mengatakan: "hemat pangkal kaya".
Sebaliknya, wirausahawan yang
tidak bijak seringkali tidak dapat menahan nafsu konsumtif. Keuntungan
dihabiskan untuk berbagai jenis kemewahan dan hal yang tidak produktif
sehingga tidak ada lagi tabungan untuk perluasan perusahaan atau untuk
bertahan pada masa sulit. Perusahaanpun tidak lama bertahan.
6. Berani mengambil risiko
Seorang wirausahawan berani
mengambil risiko. Semakin besar risiko yang diambilnya, semakin besar
pula kesempatan untuk meraih keuntungan karena jumlah pemain semakin
sedikit. Tentunya, risiko-risiko ini sudah harus diperhitungkan terlebih
dahulu. (Lihat artikel: Resiko-resiko Pengembangan Bisnis)
7. Faktor Lainnya
Masih banyak lagi faktor yang
belum terungkap dalam artikel ini. Saya berharap para pembaca yang
memiliki pengalaman lain mau membagikan pengalamannya agar dapat menjadi
inspirasi bagi calon-calon wirausahawan baru. Negara kita memang sedang
membutuhkan wirausahawan baru untuk membangun kembali ekonomi yang
morat-marit ini.
Bagi mereka yang sudah memiliki ide dan mimpi indah,
cobalah mulai berhitung. Siapa tahu anda sudah memiliki banyak faktor
yang disebutkan di atas dan anda tinggal mengatakan pada diri anda:"Just try it".
Bagi anda yang merasa bahwa dunia wirausaha bukan dunia anda, jangan
kecil hati... sebab anda masih bebas bermimpi. Selain mimpi itu gratis,
segala sesuatu yang baru selalu dimulai dari mimpi indah. "Selamat bermimpi". (jp)
No comments:
Post a Comment