Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 09 Mei 2003
Menelaah bagaimana para pemain
basket menyikapi "umpan" bola yang potensial menambah "point", Jhon C.
Maxwell menyimpulkan tipe pemain menjadi tiga (dalam: The Law of teamwork:
2001). Tipe pertama, pemain yang tidak mau menangkap bola sebagai
peluang untuk dimasukkan ke keranjang lawan. Tipe kedua, pemain yang mau
menangkap umpan tetapi tidak melakukan usaha untuk meraihnya atau
pemain yang lebih banyak mengandaikan. Tipe ketiga, pemain yang
menginginkan bola, menyambut umpan dan segera bertindak untuk memasukkan
bola ke keranjang. Tipe ketiga inilah yang pantas disebut pemain yang
sukses menangkap peluang.
Kesimpulan tersebut sebenarnya bisa mencerminkan diri
kita menghadapi peluang kemajuan di bidang apapun dan dalam skala
apapun. Anda bisa menggambarkan peluang seperti bola di lapangan di mana
satu bola direbut oleh sekian banyak pemain.
Ada bagian dari diri kita yang tidak mau menangkap
tawaran peluang kemajuan meskipun tidak memerlukan biaya alias gratis.
Bagi karyawan di kantor rasanya tidak masuk akal kalau tidak bisa
menggunakan mesin ketik atau komputer sesuai kebutuhan kecil-kecilan
atau bentuk job skill lain yang tidak butuh gelar atau biaya
training. Sebab, selain gratis juga terbuka kesempatan belajar dengan
kawan atau rekan asalkan mau menciptakan peluang belajar.
Kenyataan hidup lebih sering mengajarkan, bukan
peluang yang menciptakan kemauan tetapi kemauanlah yang menciptakan
peluang. Bahkan, bukan bakat yang menciptakan kemauan tetapi kemauan
yang akan menunjukkan bakat (baca: keunggulan-diri). Kalau ini kita
balik maka, peluang itu seperti dikatakan pepatah: "Bagaikan hari raya
yang hanya terjadi sekali atau dua kali dalam satu tahun".
Tipe kedua ini sudah mau menginginkan sesuatu tetapi
sayangnya tidak melakukan (bertindak). Meskipun untuk mendapatkan
sesuatu tidak akan cukup hanya dengan menginginkan (mau) tetapi secara
strata alamiah tipe ini sudah berada di tangga yang lebih atas ketimbang
tipe pertama. Di tangga ini, eksplorasi pengetahuan sudah bisa
berbicara mengenai tindakan atau terapi yang bisa diberikan ketika orang
sudah menginginkan tetapi belum melakukan.
Menurut temuan pengetahuan, ketika orang sudah mau
tetapi belum / tidak bertindak, maka dipastikan ada yang salah dengan
teori hidup yang mengontrolnya. Kenapa dialamatkan kepada teori?
Bukankah teori tidak menghasilkan apa-apa dan pantas dilecehkan? Teori
hidup yang dimaksudkan di sini adalah konsep, ide, gagasan atau muatan
program mindset yang beragam namanya. Disadari atau tidak,
sebagian besar dari tindakan yang kita lakukan atau kalimat yang kita
ucapkan ternyata bukan milik kita murni melainkan milik seseorang yang
membawa pikiran, perasaan dan keyakinan kita. Kita menjalankan apa yang
sudah diteorikan tradisi, hukum, prosedur, sistem, pengetahuan, dll.
Sayangnya, kita sudah salah-kaprah dengan kata teori.
Hasil diognasis yang sudah ditemukan oleh pengetahuan
adalah ketidakjelasan / ketidaktahuan tentang apa yang benar-benar
diinginkan. Ketidakjelasan inilah yang sering membuat orang malas. Rasa
malas terjadi karena tombol will power yang belum diaktifkan oleh pikiran (mind).
Pikiran tidak akan mau bekerja kalau perintahnya tidak jelas. Oleh
karena itu pengetahuan menyarankan agar anda merumuskan tujuan dengan
jelas. Contoh riil adalah orang yang sudah merasakan hasil pekerjaannya.
Mereka tidak membutuhkan energi tetapi energilah yang mengundangnya.
Seorang pengusaha yang sudah merasakan untung usahanya bisa masuk kantor
lebih pagi dari karyawannya dan pulang lebih sore.
Pendek kata, ketika anda sudah menginginkan peluang
kemajuan tetapi kok masih belum mau melakukan dengan mengambil START,
cobalah membongkar teori apa yang masih belum bekerja di dalam diri
anda. "Jika anda tahu apa yang harus anda lakukan maka anda akan mau
/mampu melakukan apa yang anda tahu", kata Maxwell.
Menurut Maxwell, seseorang bisa masuk ke dalam tahapan ini jika ia memiliki sembilan karakteristik sebagai berikut:
- Memiliki ketajaman intuisi karena sering melihat ke dalam dirinya (lookin within)
- Memiliki ketrampilan berkomunikasi dengan orang lain untuk memperluas jaringan kerja
- Memiliki daya dorong dari dalam ke luar (self-motivated)
- Cakap menggunakan bakat yang dimiliki
- Kaya prakarsa untuk maju (inisiatif)
- Bisa mengolah apa yang lama menjadi baru atau menemukan sesuatu yang baru
- Punya kebiasaan maju tanpa menunggu orang lain atau karena ditunggu orang lain, tetapi murni tanggung jawab
- Memiliki mentalitas memberi (giving)
- Tidak cukup hanya memiliki gagasan kemajuan sebatas human talk tetapi melakukan dengan komitmen sehingga punya vibrasi bukan hanya kepada dirinya tetapi juga orang lain.
Watak Peluang
Mengamati kebiasaan hidup yang bekerja, di mana ada
sebagian orang yang bisa meraih peluang dan ada yang belum meraih
peluang, maka di antara watak yang bisa kita pelajari dari apa yang
dinamakan sebagai peluang adalah:
1. Tersembunyi
Watak ini sudah sesuai dengan Hukum Esensi &
Simbol. Semua esensi disembunyikan oleh simbol fisik yang tampak di
permukan. Semua orang bisa dengan mudah menyentuh simbol fisik permukaan
tetapi hanya sedikit yang dapat menembus esensi karena tersembunyi.
Ibarat buah, tanpa ada usaha mengupas kulit, maka esensi tidak kita
dapatkan. Dengan analogi ini maka klop jika intuisi merupakan alat
menemukan peluang paling pertama.
Mengingat watak peluang yang tersembunyi inilah maka orang menyebutnya dengan istlah "the moment of AHA" yang tertutup oleh dedaunan "the moment of ADUUUUH".
Seberapa banyak orang bisa menemukan intisari yang tersembunyi di dalam
dirinya, sejumlah itulah peluang yang akan di dapat. Ikut-ikutan
meskipun terkadang mendapatkan peluang tetapi tidak pernah menjadikan
orang sebagai pemilik peluang.
2. Terbiasa
Peluang didapatkan bukan dari sesuatu yang luar biasa
tetapi dari hal-hal biasa. Apa yang sering kelihatan dari jauh luar
biasa adalah manifestasinya. Peluang bukan sebuah tanggapan atas
proposal luar biasa yang anda khayalkan ketika sedang nganggur tetapi
ketika anda sudah melakukan dan menulis proposal lalu mendapatkan
tanggapan.
Watak ini sudah klop dengan Hukum Akumulasi. Tidak
ada orang gagal hanya karena satu sebab melainkan karena akumulasi
sekian pengabaian yang dilakukan lama dan sekian kali. Ketika kegagalan
besar terjadi maka sebenarnya hanyalah manifestasi pengabaian. Pepatah
menganjurkan jangan bertanya kepada orang yang gagal dengan pertanyaan
mengapa dirinya gagal. Tetapi bertanyalah kepada orang sukses mengapa
dirinya sukses. Apa rahasianya? Kesuksesan bagi orang sukses bukanlah
sesuatu yang luar biasa tetapi hal yang biasa.
Demikian juga dengan peluang
hidup. Selain menang lotre atau kuis, maka anda harus menaati hukum
akumulasi ini. Kesuksesan berinovasi (baca: peluang) adalah hasil dari
evolusi terutama dari apa yang sudah biasa dilakukan dan diketahui (Incremental addition to already exist). Sayangnya watak kita seringkali adalah: "making great jump to extra-ordinary".
3. Terdekat
Peluang umumnya muncul dari jarak yang paling dekat
dengan diri anda. Jarak yang maksudkan adalah sebab riil dalam bentuk
kreasi mental atau kreasi fisik. Peluang dengan kata lain adalah
lanjutan dari apa yang pernah anda rasakan, pikirkan, yakini dan
lakukan. Watak ini sudah sesuai dengan hukum sebab-akibat (cause and effect).
Peluang & Teknologi
Sulit dipungkiri kalau dikatakan bahwa sebagian besar
perubahan dunia eksternal diciptakan oleh temuan teknologi. Temuan
tersebut telah banyak menolong orang dalam bentuk mempermudah,
mempercepat penyelesaian pekerjaan dan menambah jumlah tawaran memilih.
Tak heran kalau dikatakan, munculnya internet sebagai era berlimpahnya
peluang gratis (the abundance of free). Banyak penyedia layanan gratis di internet seperti Yahoo, Hotmail,
dan lain-lain termasuk artikel yang sedang anda baca dan konseling di
website ini. Tetapi jangan lupa, kemajuan teknologi hanyalah menawarkan
sesuatu dan oranglah yang akan menentukan. Perubahan teknologi dunia
eksternal tanpa dibarengi dengan perubahan teknologi dunia internal
(baca: perangkat yang ada di dalam diri kita sendiri) justru bisa
menjadi faktor penghambat.
Pengalaman emphiris sebagian besar CEO yang berhasil membuat transformasi perusahaan dari GOOD ke GREAT
tidak ada yang menjadikan teknologi sebagai lima faktor teratas dari
keberhasilannya (Jim Collin: 2001). Mereka punya penyikapan tertentu
yang bisa kita tiru terhadap teknologi. Pertama, mereka menggunakan
teknologi secara selektif sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan who dan what they are.
Bukan keinginan untuk bergaya atau ikut-ikutan. Kedua, mereka menguasai
secara mendalam penggunaan teknologi yang sudah diseleksi tersebut.
Pembelajaran
Mengacu pada sembilan karakteristik orang yang
menginginkan peluang dan mau merebutnya dan watak peluang yang dominan
dalam kehidupan riil kita, maka pembelajaran yang diperlukan adalah
memperkuat akar hidup pada nilai-nilai yang kita anut. Tiga langkah
berikut mungkin bisa anda jadikan ajang pembelajaran hidup.
1. Akarkan aktivitas anda pada kebutuhan
Lakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan riil /
primer. Agar kebutuhan anda bisa menjadi peluang maka letakkan kebutuhan
sebagai tanggung jawab. Ada penyikapan terhadap kebutuhan yang kurang
mendidik untuk menemukan peluang. Artinya kebutuhan dianggap sebagai
beban yang menyiksa. Anak, istri/suami adalah beban yang harus
ditanggung. Penyikapan seperti ini selain tidak mendidik, bisa
membahayakan pola pikir apabila usaha kita tidak bisa memenuhi
kebutuhan. Oleh karena itu pilihlah penyikapan mental di mana kebutuhan
adalah sumber inspirasi dan motivasi untuk menciptakan cara dan
substansi pemenuhan yang lebih berkualitas. Untuk memilih pemahaman
demikian pastilah tidak butuh gerakan fisik apalagi biaya.
2. Akarkan aktivitas anda untuk mempersiapkan peluang
Hal ini tidak bisa dilakukan
kalau anda memilih postur diri sebagai pihak yang diintimidasi
kebutuhan. Mempersiapkan peluang yang lebih baik bisa ditempuh dengan
menciptakan cadangan untuk melakukan aktivitas yang menjadi bagian dari
realisasi keinginan. Denga kata lain sisakan "ruang" di tengah kesibukan
anda memenuhi kebutuhan. Cara yang bisa anda tempuh adalah memutar
radio mindset hanya "tune ini" pada gelombang keinginan (the importants) lalu besarkan volumenya supaya tidak terganggu oleh suara-suara lain yang mengacaukan pikiran (the distraction).
3. Akarkan hidup anda pada kelancaran aktivitas
Merealisasikan kebutuhan riil dan perjuangan meraih
keinginan yang belum tercapai seringkali tidak bisa bebas tantangan.
Bahkan kalau anda lengah, tantangan itu bisa berubah menjadi
penyimpangan (the problem). Kalau anda masih lengah juga, penyimpangan itu akan membesar menjadi krisis (the crisis),
seperti yang dialami oleh negara kita. Kalau sudah krisis tidak ada
teori yang bisa menyelesaikan dengan benar kecuali hanya sebagiannya.
Kalau bisnis anda hanya gagal, kegagalan itu adalah
konsekuensi. Kalau sudah rugi, maka kerugian itu lampu kuning. Tidak ada
masalah serius kalau kerugian itu bisa ditutup dengan resource
yang anda miliki atau pun dimiliki oleh teman anda. Ketika kerugian
besar menimpa sementara tidak ada resource apapun yang anda miliki atau
dimiliki orang lain yang anda kenal untuk menutupi kerugian tersebut,
sementara jatuh tempo tidak bisa ditawar lagi, maka siapa pun tidak ada
yang berani mengatakan mudah.
Analogi demikian bisa dijadikan
gambaran bahwa menciptakan peluang selain harus menuntut keberanian
juga menuntut kehati-hatian dalam arti jangan sampai fokus dan
konsentrasi kita menciptakan peluang diganggu oleh talang-diri yang
bocor akibat pengabaian. Semoga bisa dijadikan acuan mengasah peluang.(jp)
No comments:
Post a Comment