Dalam kehidupan sehari-hari,
baik di kantor maupun dalam lingkungan keluarga, seringkali dijumpai
adanya gap dalam berkomunikasi. Gap tersebut menyebabkan perbedaan
persepsi antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dan tidak jarang
hal ini menimbulkan kerugian di kedua belah pihak. Jika dilihat secara
cermat maka pemicu terjadinya kesenjangan komunikasi tersebut seringkali
bukan terletak pada persoalan fakta melainkan sebatas citra yang
kemudian membedakan pemahaman terhadap rasa. Sebab faktanya, kedua belah
pihak (atasan-bawahan, anak-orangtua, suami-istri, dst) saling
membutuhkan dan ketika sudah dijelaskan/dipertemukan, semua persoalan
atau mayoritasnya bisa saling memahami. Jika anda menyaksikan
pihak-pihak yang saling membenci, maka bisa jadi penyebabnya bukan
karena mempunyai watak-watak yang menjadi alasan untuk dibenci tetapi
karena faktor komunikasi semata.
Karena lebih banyak bisa dikaitkan dengan persoalan
bagaimana membentuk citra agar menghasilkan pemahaman rasa yang enak,
maka yang dibutuhkan dalam berkomunikasi sebenarnya adalah usaha untuk
mengubah diri ke arah yang lebih baik, terutama sikap, tindakan, dan
perasaan. Artinya, bagaimana anda memperlakukan orang lain menjadi
cermin dari bagaimana anda memperlakukan diri sendiri dan selanjutnya
bagaimana orang lain memperlakukan anda merupakan feedback dari
perlakuan anda terhadap mereka. Bagaimana caranya mengubah diri ke arah
yang lebih baik? Ada baiknya ada perhatikan tiga hal berikut ini:
Assertive
Secara definitif bisa dijelaskan bahwa sikap assertive
merupakan manifestasi dari perbaikan yang serius dalam hal bagaimana
anda "memperhitungkan" keberadaan orang lain tanpa sedikitpun mengurangi
perhitungan terhadap keberadaan anda dengan cara konstruktif dan fair.
Memperhitungkan orang lain artinya mengakui bahwa semua manusia punya
hak berbeda dengan kesamaan yang dimiliki, bukan menghakimi
perbedaannya.
Di sisi lain, dengan pengakuan tersebut tidak berarti anda kehilangan "standing of points". Karena jika kehilangan, bukan lagi assertive, melainkan permissive atau aggressive.
Anda mengatakan YA atau TIDAK dengan alasannya masing-masing. Tetapi
jangan lupa bahwa pendirian anda tersebut diungkapkan dengan cara yang
polite but firm. Di sinilah keahlian menggunakan ‘bahasa hidup’
menentukan. Oleh karena itu diakui bahwa bagaimana orang menggunkan
bahasa menjadi cermin kualitas nalarnya. Menyampaikan gagasan perbaikan
kepada atasan tentu berbeda bahasanya dengan menyampaikannya di depan
rekan kerja. Sikap assertive akan menempatkan anda pada posisi untuk
dihormati, bukan untuk dimanfaatkan. Bedanya sangat tipis.
Empathy
Bagaimana anda menyelami wilayah yang dirasakan oleh
orang lain tetapi anda tidak melarutkan diri di dalamnya. Sebagai
atasan, dibutuhkan untuk merasakan situasi seperti bagaimana bawahan
anda merasakan atau sebaliknya untuk memahami apa yang benar-benar
dibutuhkan. Istilah yang lebih memudahkan adalah pengandaian dua arah.
Pengandaian ini akan menajamkan sensitivity of feeling. Analogi
lain bisa digambarkan bagaimana seorang pengacara yang menjadi pembebas
rakyat tertindas. Ia akan menjadi pembebas ketika ia memahami apa yang
dirasakan oleh rakyat tertindas itu tetapi segara akan menjadi tertindas
jika hanya sekedar merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat yang
tertindas. Bedanya sangat tipis.
Dalam berkomunikasi dengan lingkungan, maka yang anda
butuhkan adalah memahami apa yang dirasakan oleh mitra anda. Untuk bisa
memahami menuntut lebih banyak bisa mendengarkan. Stephen Covey
mengistilahkan "seek to understand first". Pada prakteknya, orang
lebih memilih untuk lebih dulu dipahami; lebih dulu berbicara tentang
dirinya sebelum lebih dulu mendengarkan orang lain; lebih dulu menuntut
hak sebelum kewajiban disempurnakan.
Bekerjasama
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa tindakan co-operative
(bekerjasama) akhirnya lebih menguntungkan dari pada tindakan
konfrontatif ketika konflik menuntut untuk diselesaikan. Jika
kenyatannya orang lebih tertarik menyelesaikan urusan komunikasi dengan
cara konfrontatif, maka sebagian penyebabnya karena lebih gampang dan
lebih singkat selain juga tidak memerlukan kecerdasan dalam kadar
tinggi. Dan seringkali cara konfrontatif menjadi penjelasan dari
pertarungan egoisme posisi semata bukan untuk menjelaskan jalan menuju
realisasi misi, visi, dan tujuan. Padahal yang benar – benar anda
butuhkan adalah realisasi dari apa yang anda inginkan bukan egoisme
posisi.
Ketika anda berhubungan dengan orang lain dalam
bentuk apapun, sadarilah bahwa anda berbeda dan begitu mendapatkan
persoalan yang menciptakan perbedaan dalam cara memahami dan
menyelesaikan, maka pilihannya hanya dua: anda mempertentangkan
perbedaan tersebut karena egoisme posisi; atau anda mengubah perbedaan
menjadi kekuatan sinergis dengan menciptakan alternative ketiga: saya,
kamu, dan kita yang berarti misi dan visi bersama. Sekian kali lagi,
bedanya sangat tipis. Semoga berguna. (jp)
No comments:
Post a Comment