Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 24 Januari 2003
Dalam banyak pernyataan formal
atau pun non-formal, anda mungkin sudah seringkali mendengar
pidato-pidato pejabat atau pun pimpinan perusahaan bahwa sumberdaya
manusia atau human capital adalah asset utama organisasi yang dapat menggantikan dominasi asset
modal seiring dengan pergeseran turbulansi global. Ditinjau dari
kebenaran substansi materialnya, jelas pernyataan tersebut benar
terutama di negara-negara di mana seluruh aspek kehidupan masyarakatnya
memiliki kandungan pengetahuan tinggi. Henry Ford atau Walt Disney
bahkan sudah sejak lama mengakuinya. Hal ini terungkap dalam ucapan: "You can dream, create and build the most wonderful place in the world but it requires people to make the dream a reality."
Tapi dalam kenyataannya, apakah
anda sudah merasakan aplikasi pidato tersebut dalam pekerjaan
sehari-hari? Atau dengan kata lain bagaimana relevansi dan validitasnya
terhadap situasi konkrit yang anda geluti setiap hari? Jika kenyataannya
pimpinan anda ternyata lebih gelisah ketika kehilangan mesin fotocopy
ketimbang harus memecat anda, maka teks pidato tersebut tidak valid bagi
anda. Lalu dimana sebetulnya letak kesalahannya? Jangan menyalahkan
teks pidato, tetapi mulailah bertanya kepada diri anda, apakah selama
ini anda menerima reward dari perusahaan atau orang lain karena
anda bekerja keras atau karena anda menciptakan solusi dengan kecerdasan
anda. Jika jawaban anda membuktikan bahwa reward diperoleh
dengan cara mengeluarkan tenaga secara konvensional yang dikomandoi
dengan cemeti jam kerja dan pembatasan tugas dan tanggungjawab atau
bekerja berdasarkan instruksi semata, maka human capital seperti itu bagi organisasi lebih tepat disebut cost, bukan asset. Oleh karena itu dapatlah dimengerti jika seorang atasan tidak ragu untuk memecat anak buahnya.
Awalnya semua manusia diciptakan sama dalam hal sama-sama memiliki "The Basic Principle of Human Capital"
dalam bentuk keunggulan dan keterbatasan hidup. Kemudian sedikit demi
sedikit dibedakan oleh faktor-faktor kecil hingga akhirnya terjadi
perbedaan diametral antara pencipta problem dan pencipta solusi; antara menjadi asset dan menjadi cost.
Faktor pembeda tersebut tidak lain terletak pada bagaimana anda
melakukan berbagai upaya untuk memobilisasi sumber daya yang anda
miliki. Pada saat anda berhasil dalam memobilisasi sumber daya yang anda
miliki, maka pada saat itu pula sumber daya anda akan menjadi asset
suatu organiasi atau perusahaan bahkan bagi diri anda sendiri. Jika
anda berdiam diri dan membiarkan sumber daya tersebut mencari celah
kompensasi sendiri di lapangan maka dapat dipastikan bahwa asset
tersebut dapat berubah ke dalam bentuk yang sama sekali tidak memiliki
relevansi apapun dengan cita-cita, tujuan, target dan rencana anda.
Dengan kata lain, selama potensi yang anda miliki tidak dimobilisasi
dengan baik dan hanya menunggu nasib baik menghampiri anda maka potensi
tersebut tidak akan pernah menjadi asset. Oleh karena itu,
buanglah jauh-jauh pendapat bahwa pembeda itu berupa nasib, takdir, atau
apapun namanya sebab nasib atau takdir tidak merasa dirinya pembeda
seperti yang anda pahami.
Untuk dapat memobilisasi human capital anda, ada baiknya anda ikuti cara-cara berikut ini:
1. Menggunakan
Human capital adalah anda dan kehidupan
yang anda miliki. Tidak saja sebatas keunggulan bahkan keterbatasan
andapun bisa menjadi keunggulan ketika anda menemukan jawaban dari why di balik lipatan what bahwa nothing happens by accident;
atau ketika anda telah menemukan pemahaman baru dari sesuatu yang biasa
dilihat oleh anda dan orang lain sebagai hal yang biasa-biasa saja.
Tetapi terus-terang sumber daya tersebut masih berupa potensi dasar yang
menunggu tombol aktivasi untuk di-ON-kan atau ibarat Gold yang menunggu sentuhan Gold Mind supaya memiliki nilai jual yang fantastis.
Dalam teori Electrical Engineering, potensi dasar masih berupa potential energy dan agar menjadi actual energy, maka harus diaktifkan terlebih dahulu. Ibarat battery, selamanya tidak akan menciptakan setrum yang menghasilkan cahaya kalau tidak diaktifkan. Sindiran bijak mengatakan: "Pengetahuan yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah".
Artinya pohon tersebut lebih berupa beban daripada asset. Sama halnya
dengan potensi dasar yang anda miliki. Tanpa sentuhan kreativitas,
kecerdasan, ketahanan, dan kegigihan mengasahnya, maka keberadaannya
adalah beban. Tidak sedikit contoh yang bisa anda saksikan. Banyak ornag
yang frustrasi bukan karena perlakuan keadaan tetapi tidak ada yang
cocok untuk dilakukan terhadap keadaan tersebut meski ia memiliki begitu
banyak potensi.
Potensi dasar yang dimiliki semua manusia sangat
variatif tergantung dengan disiplin atau pendekatan yang digunakan.
Dasar pengembangan diri dimulai dari keyakinan ilmiah bahwa di dalam
diri anda sudah diciptakan kemampuan untuk memiliki job skill dan mental skill. Management SDM diawali dengan keyakinan ilmiah bahwa anda memiliki software skill di samping juga hardware skill.
Anda punya potensi dasar mulai dari fisik, mental, emosional,
intelektual, spiritual, material, visual, moral, atau akses eksternal.
Anda hanya tinggal menentukan manakah di antara potensi tersebut yang
menjadi keunggulan anda.
Menggunakan human capital identik dengan upaya mencerdaskannya melalui proses belajar (learning), bukan sekedar sentuhan pendidikan baik formal atau non-formal. Artinya learning adalah proses mengubah ketidakmampuan masa lalu menjadi bentuk kemampuan baru. Learning bukanlah seperti mengisi kerancang yang kosong supaya penuh tetapi seperti menyalakan api. Learning
juga merupakan penemuan sebab-sebab atau faktor yang membedakan antara
sesuatu yang berakhir dengan kesuksesan dan kegagalan. Atau secara
singkat bisa disimpulkan bahwa learning adalah sebuah proses realisasi gagasan secara bertahap berdasarkan perkembangan kemampuan anda.
2. Menjadikan
Masalah hidup yang nilainya mungkin sama besar dengan
persoalan jodoh adalah sebutan apakah yang kelak bakal anda sandang.
Sebutan dan pasangan hidup, menurut Dale Carnegie merupakan dua hal yang
anda peroleh setelah menempuh proses pemilihan secara benar. Alasannya
sangat jelas karena keduanya akan menjadi tempat di mana anda
mencurahkan energi pengabdian. Semua bayi dilahirkan ke dunia tanpa
sebutan atau embel-embel apapun, sampai ia bisa menggunakan keunggulan human capital
yang dimiliki dengan menempuh proses hukum petani kemudiann barulah
sebutan atau embel-embel tersebut diberikan. Oleh karena itu sebutan
tidak dimiliki oleh mereka yang hanya dimotivasi kepentingan jangka
pendek dengan dalil logika perut.
Pakar psikologi, termasuk Dr. Maxwell Maltz mengistilahkannya dengan Identity (identitas). Ia mengatakan: "One
of the things person hold most important is the identity, - that they
will behave in accordance with the definition of themselves or their
self-image. Tugas anda adalah menciptakan identitas diri dengan menggunakan human capital. Hidup tanpa identitas yang didasarkan pada penggunaan human capital diistilahkan oleh Mark Twin bagai neraka yaitu ketika Tuhan telah menganugerahkan visi yang jelas dalam satu paket human capital
tetapi dihambur-hamburkan, dan prestasi yang seharusnya bisa diraih
gagal diperoleh karena selam hidup tidak melakukan tindakan apapun.
Setelah anda menggunakannya dengan cara dan di dalam
hal yang tepat berarti proses terciptanya identitas diri sedang
berlangsung . Misalkan anda memiliki potensi postur fisik bagus. Jika
anda melatihnya dengan cara-cara yang ditempuh para atlet sesuai
disiplin yang ada lalu anda menggunakannya di bidang keolahragaan, maka
sebutan atletik sangat rasional bakal anda sandang. Sampai ketika anda
tidak menjadi seorang atletik pun karena alasan-alasan khusus, dunia
sudah membenarkan langkah anda. Atas dasar sebutan inilah anda akan
menerima reward dari orang lain yang oleh para pakar pengembangan
pribadi disebut "to attract success" bukan "to pursue" yang memiliki implikasi memakan cost lebih tinggi.
3. Memberikan
Seorang dokter disebut dokter bukan ketika ia menerima sertifikat kedokteran tetapi ketika ia memberikan benefit medis kepada pihak-pihak yang menjadi pasiennya. Seorang businessman
disebut pebisnis ketika telah memberikan benefit bisnis kepada
customernya. Tokoh bisnis international, Peter Drucker pernah
menuturkan: "the purpose of business is to create customer".
Artinya benefit bisnis tidak lain adalah berupa solusi atau sesuatu yang
membuat orang lain merasa beda. Besar-kecilnya nilai benefit bagi
customer akan menciptakan rate of return setimpal bahkan lebih atas sebutan anda. Maka berjasalah tetapi jangan minta jasa.
Bagian dari hukum yang mengendalikan dunia ini adalah The Law of Paradox, (John Heider dalam The Tao of Leadership,
London: 1986). Salah satu dari bentuk paradoks tersebut adalah bahwa
jika anda memberi tidak berarti kehilangan melainkan mempunyai. Tetapi
sayangnya paradoks tersebut berlaku pada level realitas esensial yang
diistilahkan agama dengan invisible value, atau menurut Reg Regan, penemu Action Learning, disebut sebagai Reflection yaitu new understanding about something.
Realitas esensial adalah realitas hikmah di mana keberadaannya ditutupi
sekian data, atau fakta. Maka jangan heran, ketika anda tidak bisa
beramal dengan harta, jiwa atau ilmu, bisa jadi beramal dengan senyuman
pun sulit. Persoalannya bukan pada apakah anda memiliki atau tidak
tetapi semata karena realitas yang anda huni.
Dunia ini mengandung lapisan
realitas yang bisa dikastakan menjadi lapisan permukaan, lapisan tengah,
lapisan dalam. Setiap lapisan memiliki dalilnya masing-masing. Dalil
lapisan permukaan bukan berbunyi memberi berarti mempunyai tetapi untuk
mempunyai harus dengan cara mengambil dari orang lain, bahkan kalau
perlu dengan paksa. Sang pujangga, Ronggowarsito, menggambarkannya dalam
"Zaman Edan". Dalam zaman edan tersebut, kalau anda tidak ikut-ikutan
edan, anda menjadi sendirian tanpa bagian. Tetapi, lanjut Ronggowarsito,
jangan lupa di balik realitas permukaan itu masih terdapat realitas
esensial yang berdalil: "sehebat-hebat anda menggunakan cara merampas
untuk mendapatkan hak, maka tidak akan melebihi kehebatan jika anda
memperolehnya melalui jalan memberi solusi".
The power of giving seringkali dilupakan
karena nafsu egoisme yang kuat untuk mendapatkan. Hal ini seringkali
membuat orang mengabaikan cara-cara yang pantas dalam mendapatkan
sesuatu. Oleh karena itu, temukan cara ilmiah dan wajar untuk
mendapatkan sesuatu kalau anda mengharapkan kasta realitas yang
terhormat. Cara tersebut adalah business of selling dengan
menciptakan paket pelayanan solusi bagi manusia lain yang membutuhkan
sesuai dengan sebutan/identitas yang anda miliki. Jangan lupa, paket
pelayanan solusi tidak sekedar tahu atau pernah belajar, tetapi dalam
bentuk tindakan nyata.
Dengan pemahaman terhadap
cara-cara memobilisasi sumber daya yang dimiliki diharapkan bahwa anda
akan mampu mengaktualisasikan diri secara optimal baik dalam pekerjaan
maupun dalam persoalan hidup sehari-hari. Dengan jumlah penduduk negeri
ini yang demikian besar maka alangkah besar potensi yang kita miliki.
Oleh karena itu mari kita bersama-sama merubah potensi tersebut menjadi
asset. Mari memulainya dari diri kita sendiri. Selamat mencoba dan
semoga bermanfaat bagi kehidupan anda. (jp)
No comments:
Post a Comment