Dasar hukum mengenai masa percobaan dapat ditemui dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Perlu
diketahui bahwa masa percobaan hanya dapat diberlakukan pada pekerja
dengan perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu (“PKWTT”) dan tidak
dapat diterapkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”). Demikian
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 58 UU Ketenagakerjaan, yang berbunyi:
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam
hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal
demi hukum.
Masa
percobaan dalam PKWTT bukanlah hal yang wajib diterapkan dalam suatu
perusahaan pada saat menerima pekerja baru. Hal ini dapat kita lihat
dalam Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan:
“Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.”
Kata-kata
“dapat mensyaratkan” tersebut berarti perusahaan boleh menerapkan
ketentuan masa percobaan (maksimal 3 bulan) dan dapat juga tidak
menerapkan ketentuan masa percobaan bagi pekerja baru dengan PKWTT.
Dengan demikian, perusahaan dapat menerapkan PKWTT tanpa mensyaratkan
masa percobaan bagi pekerjanya. Artinya, si pekerja dapat langsung
menjadi pegawai tetap/permanen (PKWTT).
Lebih lanjut, dalam penjelasan Pasal 60 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
dikatakan bahwa apabila perusahaan mensyaratkan masa percobaan, maka
syarat masa percobaan tersebut harus dicantumkan dalam perjanjian kerja
(PKWTT). Jika tidak ada perjanjian kerja dalam bentuk tertulis, maka
perusahaan harus memberitahukan syarat masa percobaan kepada pekerja dan
mencantumkannya dalam surat pengangkatan.
Jika
perusahaan tidak mencantumkan syarat masa percobaan dalam perjanjian
kerja (PKWTT) atau surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan
kerja dianggap tidak ada. Dengan dianggap tidak adanya ketentuan masa
percobaan, maka pekerja tersebut secara langsung menjadi pekerja tetap
pada perusahaan.
Pekerja yang bekerja dalam masa percobaan, tetap berhak atas upah di atas upah minimum yang berlaku (Pasal 60 ayat [2] jo. Pasal 90 ayat [1] UU Ketenagakerjaan).
Jika perusahaan memberikan upah di bawah upah minimum yang berlaku,
maka perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta (Pasal 185 ayat [1] jo. Pasal 90 ayat [1] UU Ketenagakerjaan).
Jadi,
pada dasarnya tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk menerapkan
ketentuan masa percobaan (maksimal 3 bulan) bagi pekerja dengan PKWTT
sebelum menerima pekerja tersebut sebagai pekerja tetap di perusahaan.
Akan tetapi, pada umumnya perusahaan menerapkan masa percobaan untuk
melihat apakah kemampuan pekerja tersebut memenuhi standar perusahaan.
Apabila
pekerja tersebut tidak memenuhi standar yang dibutuhkan perusahaan,
maka apabila masa percobaan selesai dan perusahaan tidak mau
mempekerjakan pekerja tersebut lebih lanjut, perusahaan berhak
mengakhiri PKWTT pekerja tersebut. Dalam hal ini perusahaan tidak
diwajibkan memberikan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian hak. Kewajiban membayar uang pesangon sebagaimana
diatur Pasal 156 UU Ketenagakerjaan hanya berlaku untuk pemutusan hubungan kerja dengan pekerja tetap (PKWTT).
Selain
itu, pemutusan hubungan kerja dengan pekerja yang masih berada dalam
masa percobaan juga tidak memerlukan penetapan dari dari lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 154 UU Ketenagakerjaan) sehingga tidak merepotkan bagi perusahaan.
Sebagai referensi, Anda dapat membaca artikel yang berjudul Penghitungan Masa Kerja Pekerja PKWTT/Permanen.
Dasar Hukum:
Setiap artikel dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
No comments:
Post a Comment