Oleh : Johanes Papu
Jakarta, 31 Oktober 2002
Dalam rangka meyakinkan pihak manajemen untuk mau
melaksanakan suatu program pelatihan tidaklah cukup hanya dengan
memaparkan segi-segi persiapan, teknis pelaksanaan dan hasil perubahan
perilaku yang diharapkan terjadi setelah peserta mengikuti pelatihan
tersebut. Di masa kini tugas para training manager atau training coordinator menjadi lebih berat, karena untuk meyakinkan para kolega mereka (manager dari divisi lain) atau pun pihak Manajemen (Board Of Director), seorang training manager harus dapat menghitung atau memprediksikan berapa besar nilai Return on Investment
(ROI=Pengembalian Keuntungan Investasi) dari sebuah pelatihan yang akan
diselenggarakan. Tentu saja untuk melakukan hal ini, seorang training
manager dituntut untuk memiliki kemampuan di bidang finansial sehingga
dapat menterjemahkan investasi dari program pelatihan tersebut ke dalam
angka-angka sehingga dapat dilihat dengan jelas hasil perhitungannya.
Dalam menghadapi tuntutan tersebut diatas tidak jarang beberapa training manager
gagal meyakinkan para koleganya sendiri ataupun pihak manajemen,
apalagi jika program pelatihan harus bersaing dengan program lain yang
diajukan oleh divisi lain yang dengan gampang dapat dihitung nilai
investasi maupun keuntungannya. Biasanya jika terjadi hal seperti ini
maka hampir dapat dipastikan bahwa program pelatihan akan menjadi
prioritas kedua. Kondisi seperti ini seringkali membuat para training
manager menjadi berkecil hati (terutama jika sang manager tidak memiliki
pengalaman atau latarbelakang pendidikan di bidang finansial) dan
akhirnya menjadi "malas" untuk mengajukan program pelatihan meskipun
program tersebut sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan.
Beberapa manager yang "kurang bijaksana" mungkin akan
beranggapan bahwa pelatihan tidak bisa diukur dengan uang karena
hasilnya adalah berupa perubahan perilaku dari peserta pelatihan yang
seringkali untuk mengetahuinya dibutuhkan waktu yang lama dan belum
tentu perubahan tersebut semata-mata terjadi karena pelatihan. Selain
itu mereka beranggapan bahwa masih banyak cara lain untuk mengevaluasi
hasil pelatihan yang tidak selalu dapat dihitung dengan angka (uang).
Anggapan tersebut mungkin ada benarnya. Namun jika ditelaah lebih lanjut
maka bisa dikatakan bahwa pendapat tersebut tidaklah tepat mengingat
bahwa pelatihan tidak boleh dianggap sebagai suatu "expense"
(pengeluaran), melainkan lebih sebagai investasi sumber daya manusia di
perusahaan. Sebagai suatu investasi, pihak manajemen tentu ingin melihat
seberapa besar keuntungan yang dapat disumbangkan oleh program-program
pelatihan dan berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan
keuntungan tersebut. Oleh karena itu, jika sang training manager mau bersaing secara sportif maka ia harus bisa mengukur ROI suatu pelatihan supaya menjadi jelas bagi semua.
Evaluasi Keberhasilan Pelatihan
Sebagaimana kegiatan-kegiatan
lain dalam suatu perusahaan atau organisasi, maka kegiatan pelatihan pun
perlu dievaluasi untuk melihat sejauhmana program pelatihan yang telah
dilaksanakan memiliki kontribusi kepada perusahaan. Beberapa alasan yang
mendasari mengapa program pelatihan harus dievaluasi adalah:
- Memastikan bahwa pelatihan benar-benar merupakan
sarana atau tindakan yang tepat dalam usaha untuk memperbaiki kinerja
dan produktivitas perusahaan sehingga dapat disejajarkan dengan
sarana-sarana atau tindakan-tindakan lain yang digunakan dalam
perusahaan
- Memastikan bahwa dana yang digunakan benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan karena sudah melalui berbagai evaluasi dan telaah
secara mendalam
- Membantu dalam memperbaiki desain program pelatihan di masa yang akan datang
- Membantu dalam menentukan metode-metode pelatihan yang paling tepat
Bentuk-bentuk evaluasi yang digunakan
atau dipilih sangat tergantung pada kriteria apa yang akan digunakan
sebagai dasar penilaian keberhasilan. Secara umum ada beberapa kriteria
yang dapat dijadikan dasar penilaian keberhasilan suatu pelatihan,
yaitu:
- Jumlah peserta. Meskipun jumlah peserta belum tentu mengindikasikan
efektivitas suatu pelatihan, namun paling tidak jumlah peserta yang
hadir menunjukkan bahwa pelatihan memang telah didesain sesuai dengan
kebutuhan yang ada.
- Efisiensi. Efisiensi menunjuk pada seberapa besar usaha yang
dikeluarkan dan waktu yang digunakan untuk mempelajari sesuatu dan
menyelesaikan suatu dalam pelatihan. Efisiensi sangat erat kaitannya
dengan biaya - semakin efisien metode suatu pelatihan, maka akan semakin
sedikit biaya yang harus dikeluarkan.
- Jadwal. Keberhasilan pelatihan juga dapat dievaluasi dari seberapa
tepat pelaksanaan pelatihan tersebut mengikuti jadwal yang telah dibuat.
Semakin banyak jadwal yang dilanggar maka akan semakin mengganggu
program pelatihan yang telah disusun sehingga kemungkinan untuk mencapai
tujuan pelatiahn akan semakin kecil.
- Suasana Kondusif. Dalam perusahaan yang memiliki karyawan yang
banyak atau pun jaringan yang luas, maka peserta pelatihan bisa saja
berasal dari berbagai divisi, wilayah, kantor cabang bahkan mungkin
antar negara. Dalam hal ini sebuah pelatihan harus mampu menciptakan
suasana yang kondusif sehingga para peserta mau berbaur dan berbagi
pengalaman dengan rekan-rekan baru mereka.
- Reaksi Peserta. Dalam suatu pelatihan, jika para peserta bereaksi
negatif terhadap pelatihan tersebut maka akan kecil kemungkinan bagi
mereka untuk dapat menyerap materi pelatihan tersebut dan
mengaplikasikannya ke dalam pekerjaan sehari-hari. Akibatnya mereka
cenderung memberikan laporan yang negatif terhadap pelatihan dan
akhirnya akan membuat pelatihan tersebut kehilangan peserta (tidak
diminati).
- Pembelajaran. Pelatihan yang dianggap berhasil adalah pelatihan yang
dapat memberikan tambahan pengetahuan, ketrampilan atau pun perubahan
sikap dan perilaku kepada para peserta. Oleh karena itu dalam pelatihan
seringkali dilakukan test berupa pretest dan post-test yang berguna untuk melihat sejauhmana telah terjadi perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku.
- Perubahan Perilaku. Apa yang telah dipelajari oleh peserta dalam
suatu pelatihan tentu diharapkan dapat direfeleksikan dalam bentuk
perilaku. Perubahan perilaku ini dapat diukur dengan melakukan
observasi, kuestioner, maupun test tertentu.
- Perubahan Kinerja. Jika peserta pelatihan telah berperilaku sesuai
dengan tuntutan pekerjaan maka ia diharapkan dapat memberikan dampak
positif terhadap kinerja. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk
mengukur perubahan kinerja, diantaranya adalah melihat jumlah complain
(keluhan) yang masuk, jumlah penjualan, jumlah produksi per
jam/hari/minggu, dsb. Meski harus diakui bahwa perubahan kinerja yang
terjadi belum tentu semuanya dipengaruhi oleh hasil pelatihan, namun
setidaknya jika kinerja tersebut dapat diukur secara periodik maka
manajemen dan karyawan lambat-laun akan merasakan arti penting suatu
pelatihan.
- Menghitung ROI. Sebuah pelatihan merupakan suatu investasi, oleh
karena itu sudah sewajarnya jika ROI dari suatu pelatihan harus dapat
diukur. Untuk menghitung ROI maka pertama-tama harus dievaluasi seberapa
besar biaya dan keuntungan yang akan diperoleh dari suatu pelatihan.
Pengukuran ROI
a. Menghitung Biaya
Langkah
pertama yang harus dilakukan dalam rangka mengukur ROI suatu pelatihan
adalah dengan menghitung biaya pelatihan, yang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
Desain dan Pengembangan
Untuk
dapat menghasilkan suatu program pelatihan yang baik maka harus
melewati tahapan-tahapan tertentu. Salah satu tahapan tersebut adalah
perancangan dan pengembangan yang matang, termasuk mengukur kebutuhan
pelatihan. Pada tahapan ini tidak jarang penyelenggara (baca: training
coordinator/manager) membutuhkan bantuan atau konsultasi dengan pihak
lain (cth: konsultant) sehingga membutuhkan biaya dan waktu. Selain itu
untuk mengembangkan materi pelatihan mungkin dibutuhkan serangkaian
penelitian atau observasi dan analysis. Semua hal ini tentu membutuhkan
biaya.
Promosi
Dalam
banyak kasus, suatu pelatihan membutuhkan waktu untuk diterima oleh
karyawan atau pihak manajemen. Dengan perkataan lain, sebelum
dilaksanakan maka pelatihan tersebut terlebih dahulu harus diperkenalkan
atau disosialisasi kepada seluruh karyawan yang ada dalam perusahaan.
Untuk melaksanakan hal tersebut seringkali pihak penyelenggara pelatihan
(divisi pelatihan & pengembangan / HRD) harus mengadakan pertemuan
dengan manager dari divisi lain atau bahkan harus melakukan perjalanan
ke luar kota/luar negeri. Tentu saja biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan tersebut harus dihitung dengan seksama.
Administrasi
Termasuk
dalam biaya administrasi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan administrasi, misalnya surat menyurat, telepon, pembuatan
formulir, buku absen, dan biaya administrasi atau pendaftaran yang
dibebankan kepada peserta (jika diperlukan).
Material
Pada
umumnya dalam setiap pelatihan materi telah disusun sedemikian rupa
dalam satu buku atau bundel sehingga lebih memudahkan peserta dalam
mengikuti pelatihan. Materi tersebut bisa berupa buku panduan (manual)
atau buku kerja (woksheet).
Fasilitas
Fasilitas
yang digunakan dalam pelatihan dapat berupa sewa ruangan, media
pelatihan (alat peraga, peralatan audio-video, OHP/LCD proyektor, dll),
atau pun fasilitas-fasilitas lain yang secara khusus disediakan demi
kelancaran pelatihan.
Fakultatif
Termasuk
dalam kategori biaya ini adalah semua biaya yang berhubungan dengan
pelaksanaan pelatihan, baik yang dilaksanakan dengan bantuan
instruktur/pelatih/fasilitator langsung maupun pelatihan yang
dilaksanakan oleh si peserta sendiri (pelatihan secara online, workbook, dsb). Untuk dapat menghitung biaya tersebut maka harus didapatkan bebergai informasi sebagai berikut:
- Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan
- Durasi pelatihan (berapa jam/hari)
- Honor untuk instruktur/pelatih/fasilitator
- Biaya transport, akomodasi, konsumsi, dsb
- Durasi waktu yang digunakan peserta pelatihan untuk belajar sendiri
- Waktu yang harus disediakan untuk berkoresponden dengan peserta pelatihan, dsb.
Peserta
Ketika
karyawan harus mengikuti pelatihan pada jam-jam kerja, maka hal itu
harus dikalkulasikan dengan seksama sebab ketika mengikuti pelatihan
maka si karyawan berhenti dari kegiatannya. Dengan kata lain selama
pelatihan maka karyawan kehilangan peluang untuk memberikan kontribusi
pada perusahaan (cth: salesman tidak akan menemukan klien baru)
sementara di lain pihak perusahaan tetap harus membayar gajinya secara
penuh. Selain itu, jika pelatihan dilaksanakan di tempat lain (bukan
dalam perusahaan) maka biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peserta seperti
transportasi, akomodasi dan lain-lain juga harus tetap dihitung.
Evaluasi
Untuk melakukan evaluasi pelatihan mungkin digunakan
berbagai cara sehingga mau tidak mau pasti akan membutuhkan sejumlah
dana. Dana ini harus dapat dihitung secara jelas mulai dari persiapan
evaluasi sampai pada pembuatan laporan.
b. Menghitung Keuntungan
Setelah selesai menghitung biaya yang harus
dikeluarkan untuk suatu pelatihan maka tahap berikutnya adalah
menghitung sejauhmana keuntungan finansial yang bisa diperoleh. Tahapan
inilah yang sebenarnya amat sulit dilakukan oleh para training manager sebab
keuntungan finansial yang sesungguh hanya bisa diukur dengan melihat
adanya perbaikan kinerja karyawan yang terefleksi dalam produktivitas
perusahaan.
Meskipun termasuk sulit namun jika ingin program pelatihan disetujui oleh pihak manajemen maka seorang training manager
harus mampu membuat estimasi keuntungan finansial dari program
pelatihan. Sebagai dasar dalam menghitung keuntungan finansial dari
suatu pelatihan, seorang training manager dapat menggunakan salah satu indikator di bawah ini:
Peningkatan Produktivitas
Untuk dapat mengetahui adanya suatu peningkatan
produktivitas maka perusahaan harus terlebih dahulu memiliki alat untuk
mengevaluasi kinerja (Performance Appraisal). Dalam hal ini maka output
(hasil) yang diharapkan untuk dimiliki oleh peserta training harus
sudah tersusun secara rinci sehingga akan lebih mudah untuk dilakukan
evaluasi. Beberapa hal yang menjadi indikator adanya peningkatan
produktivitas karyawan, misalnya:
- Perbaikan metode atau prosedur kerja sehingga menjadi lebih efisien
- peningkatan ketrampilan sehingga membuat pekerjaan diselesaikan dengan cepat dan tepat
- Peningkatan motivasi kerja sehingga mau melakukan berbagai upaya untuk mencapai keberhasilan
Penghematan biaya
Penghematan biaya yang merupakan hasil dari suatu pelatihan bisa dihitung dari beberapa hal seperti:
- berkurangnya alat-alat kerja/mesin yang rusak sehingga bisa menghemat biaya pemeliharaan
- Berkurangnya biaya kerja (Cth: pengurangan jumlah karyawan karena
satu karyawan dapat mengerjakan tugas secara efisien bahkan mungkin bisa
multitasking, akses informasi menjadi lebih mudah dan cepat
sehingga usaha yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan suatu tugas
relatif sedikit) sehingga dana yang harus dikeluarkan menjadi lebih
kecil
- Menurunnya jumlah turnover sehingga biaya rekrutmen dan pelatihan dapat dikurangi
Pendapatan
Untuk beberapa jabatan mungkin akan dapat dengan
mudah mengukur pendapatan finansial yang diperolehnya sebagai hasil dari
pelatihan yang diikutinya. Seringkali pendapatan tersebut merupakan
bagian dari penilaian yang mengukur peningkatan produktivitas. Namun
jika ingin dirinci lebih lanjut maka peningkatan pendapatan dapat
dilihat dari:
- Keberhasilan memenangkan tender sehingga berpengaruh pada peningkatan penjualan
- Peningkatan jumlah penjualan yang merupakan hasil referal dari karyawan non-sales
- Gagasan-gagasan baru yang akhirnya melahirkan produk baru yang dapat membawa kesuksesan pada perusahaan
c. Menghitung ROI
Return on investment (pengembalian
keuntungan investasi) biasanya dinyatakan dalam bentuk prosentase.
Prosentase tersebut menunjukkan pengembalian investasi yang mungkin
diperoleh dalam jangka waktu tertentu sebagai hasil dari pelatihan.
Dari informasi tentang biaya dan
keuntungan yang mungkin diperoleh dari suatu pelatihan, maka diperoleh
rumus penghitungan prosentase ROI sebagai berikut:
ROI (%) = (Keuntungan Bersih Program / Biaya Program) x 100
Cara lain untuk mengukur ROI
adalah dengan menghitung berapa lama (bulan) jangka waktu yang
dibutuhkan agar biaya yang telah investasikan untuk pelatihan menjadi
impas. Artinya biaya tersebut telah berhasil ditutup (diimbangi) dengan
keuntungan yang diperoleh. Cara ini biasanya disebut dengan istilah
jangka waktu pengembalian biaya (payback period). Dengan cara
ini, pihak manajemen akan lebih mudah melihat berapa lama dana yang
diinvestasikan untuk pelatihan akan kembali dan menghasilkan keuntungan
sehingga kemungkinan untuk menerima usulan pengadaan program pelatihan
menjadi semakin besar. Adapun rumus untuk menghitung jangka waktu
pengembalian investasi adalah:
Jangka Waktu Pengembalian = Biaya Program / Keuntungan Bulanan
Contoh Pengukuran ROI:
PT. XYZ yang bergerak di bidang jasa perbankan akan mengadakan suatu pelatihan bagi para customer service dengan durasi pelatihan selama 48 jam, jumlah peserta 50 orang dan jangka waktu penghitungan keuntungan adalah 12 bulan.
Durasi Pelatihan
48 jam
Perkiraan jumlah peserta
50 peserta
Jangka waktu penghitungan keuntungan
12 bulan
Biaya-biaya:
Desain dan Pengembangan
Rp 10.000.000,-
Promosi
Rp 5.000.000,-
Administrasi
Rp 3.000.000,-
Material
Rp 5.000.000,-
Fasilitas
Rp 10.000.000,-
Fakultatif
Rp 7.500.000,-
Peserta
Rp 15.000.000,-
Evaluasi
Rp 2.500.000,-
Total Biaya
Rp 58.000.000,-
Keuntungan (Bersih):
Produktivitas
Rp 50.000.000,-
Penghematan
Rp 40.000.000,-
Pendapatan
Rp 0,-
Total Keuntungan
Rp 90.000.000,-
Return on Investment *
155%
Jangka waktu pengembalian biaya **
7 bulan
* ROI (%) = (Rp 90.000.000 / Rp 58.000.000) x 100 = 155%
** Rp 90.000.000 / 12 = Rp 7.500.000 (keuntungan bulanan), maka jangka waktu pengembalian adalah:
Rp 58.000.000 / 7.500.000 = 7,73 bulan (dibulatkan menjadi 7 bulan).
Dengan melihat perhitungan diatas, tentu saja akan sulit dilakukan jika sang training manager/training coordinator tidak bekerjasama dengan divisi atau departemen lain. Oleh karena itu seorang training manager hendaknya juga memiliki kemampuan interpersonal relationship yang baik, selain memahami tentang masalah-masalah finansial.
Dengan memandang bahwa pelatihan merupakan suatu
investasi dan bukan lagi sekedar pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan secara rutin (dalam kondisi ekstrim bahkan hanya sebagai
sarana untuk menghabiskan dana yang telah dianggarkan), maka diharapkan
pihak manajemen dan rekan kerja dari divisi lain akan lebih mudah
memahami hubungan antara pelatihan dengan keuntungan yang akan
diperoleh. Dengan penggunaan teknik pengukuran ROI diharapkan
pandangan-pandangan negatif dari sebagian orang (BOD atau Manager) bahwa
pelatihan merupakan suatu kegiatan yang tidak signifikan (lebih sebagai
pelengkap dalam perencanaan anggaran/budget) lambat laun akan berubah.
Dengan kondisi demikian maka semboyan bahwa "SDM merupakan aset terbesar
dari perusahaan" (ini seringkali dinyatakan oleh para senior manager /
BOD) bukan lagi hanya sebagai "lip service" semata, tetapi
benar-benar dapat dibuktikan dengan memberikan pelatihan dan
pengembangan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Semoga. (jp)
48 jam
50 peserta
12 bulan
Desain dan Pengembangan
Rp 10.000.000,-
Promosi
Rp 5.000.000,-
Administrasi
Rp 3.000.000,-
Material
Rp 5.000.000,-
Fasilitas
Rp 10.000.000,-
Fakultatif
Rp 7.500.000,-
Peserta
Rp 15.000.000,-
Evaluasi
Rp 2.500.000,-
Rp 58.000.000,-
Produktivitas
Rp 50.000.000,-
Penghematan
Rp 40.000.000,-
Pendapatan
Rp 0,-
Rp 90.000.000,-
155%
7 bulan
** Rp 90.000.000 / 12 = Rp 7.500.000 (keuntungan bulanan), maka jangka waktu pengembalian adalah:
Rp 58.000.000 / 7.500.000 = 7,73 bulan (dibulatkan menjadi 7 bulan).



No comments:
Post a Comment