Oleh : Johanes Papu
Jakarta, 23 Januari 2004
Daniel Goleman dalam bukunya "Emotional Intelligence: Why it Can Matter More than IQ" (Bantam, 1995) mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaan dibutuhkan bukan hanya "cognitive intelligence" tetapi juga "emotional intellegence".
Emotional intellegence atau disingkat EQ adalah kemampuan untuk untuk
mengendalikan hal-hal negatif seperti kemarahan dan keragu-raguan atau
rasa kurang percaya diri dan juga kemampuan untuk memusatkan perhatian
pada hal-hal positif seperti rasa percaya diri dan keharmonisan dengan
orang-orang disekeliling. Dalam buku berikutnya, "Working With Emotional Intelligence",
Goleman menekankan perlunya emotional intelligence dalam dunia kerja,
suatu bidang yag seringkali dianggap lebih banyak menggunakan "cara
berpikir analitis" daripada melibatkan perasaan atau emosi. Menurutnya
setiap orang dalam perusahaan atau organisasi dituntut untuk memiliki EQ
yang tinggi. Selain itu Goleman berpendapat bahwa IQ bersifat relatif
tetap, sementara EQ dapat berubah sehingga bisa dibentuk dan dipelajari.
Pro dan Kontra
Pro dan Kontra
Pendapat Goleman mendapatkan banyak tanggapan pro dan kontra di kalangan para Psikolog. Beberapa Psikolog memandang pendapat Goleman sangat penting bagi bagi pengembangan ketrampilan atau keahlian dalam suatu pekerjaan, sementara yang lain menganggap bahwa validitas EQ yang menunjang terbentuknya suatu ketrampilan dan keahlian belum terbukti. Ada juga yang tidak sependapat bahwa EQ dapat diajarkan. Bagi mereka hanya kemampuan kognitif dan ketrampilan teknis yang merupakan hal utama yang dapat membuat seseorang menjadi sukses dalam pekerjaan.
John Mayer, seorang psikolog dari University of New Hampshire,
mendefinisikan EQ secara lebih sederhana. Menurut Mayer, EQ adalah
kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi
diri sendiri. Sementara Goleman mendefinisikan EQ secara lebih luas,
termasuk optimisme, kesadaran, motivasi, empati dan kompetensi dalam
melakukan hubungan sosial. Bagi Mayer, traits (kecenderungan) tersebut
lebih merupakan kecenderungan kepribadian. Hal tersebut juga didukung
oleh Edward Gordon, yang mengatakan bahwa EQ lebih banyak berhubungan
dengan kepribadian dan "mood" (suasana hati) yang tidak dapat
diubah. Menurut Gordon, perbaikan kemampuan analisis dan kemampuan
kognitif, adalah cara terbaik untuk meningkatkan kinerja para pekerja.
Menanggapi kritikan tersebut, Goleman mengatakan bahwa kemampuan
kognitif mengantarkan seseorang ke "pintu gerbang suatu perusahaan",
tetapi kemampuan emosional membantu seseorang untuk mengembangkan diri
setelah diterima bekerja dalam sebuah perusahaan. EQ merupakan faktor
yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis
untuk menghasilkan kinerja optimal. Semakin tinggi jabatan seseorang
dalam suatu perusahaan, semakin crucial peran EQ.
EQ dalam Dunia Kerja
EQ dalam Dunia Kerja
Secara
khusus, para pemimpin perusahaan membutuhkan EQ tinggi karena mereka
mewakili organisasi, berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam
maupun di luar organisasi dan berperan penting dalam membentuk moral dan
disiplin para pekerja. Pemimpin yang memiliki empati akan dapat
memahami kebutuhan para pegawainya dan dapat memberikan feedback yang
konstruktif . Jenis pekerjaan juga berpengaruh terhadap jenis EQ.
Menurut Goleman, untuk dapat sukses dibidang sales dituntut kemampuan
berempati guna mengetahui "mood" pelanggan dan kemampuan interpersonal guna
memutuskan kapan saat yang paling tepat untuk menawarkan suatu produk
dan kapan harus diam. Di lain pihak, untuk dapat sukses menjadi seorang
pelukis atau petenis professional individu dituntut untuk memiliki
disiplin diri dan motivasi yang tinggi.
Mengajarkan EQ
Mengajarkan EQ
Nilai mendasar yang mau dikembangkan dengan menampilkan EQ dalam dunia kerja adalah implikasinya terhadap penyelenggaraan pelatihan-pelatihan. Dengan memperhatikan bahwa EQ berperan aktif bagi kesuksesan seseorang dalam bekerja maka organisasi perlu melakukan pelatihan-pelatihan EQ. Pada area ini para psikolog dapat mengambil peran besar untuk membantu individu dalam membangun kompetensi emosional yang dibutuhkan oleh pekerjaannya. "EQ mempengaruhi semua aspek yang berhubungan dengan pekerjaan. Bahkan ketika anda bekerja seorang diri, keberhasilan anda akan sangat tergantung pada seberapa besar tingkat kedisiplinan dan motivasi anda sendiri". (jp)
No comments:
Post a Comment