Jawapos.com, SURABAYA – Penetapan usul upah
minimum kota (UMK) Surabaya di rumah dinas wali kota berlangsung alot
Kamis (13/11). Draf usul UMK sebesar Rp 2.588.000 yang tinggal diteken
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini harus diubah. Sebab, buruh tidak
setuju dengan nominal tersebut.
Apalagi, hasil rapat terakhir dewan pengupahan Rabu malam (12/11) di
kantor dinas tenaga kerja (disnaker) ternyata tidak pernah memunculkan
angka Rp 2.588.000. Yang justru muncul adalah dua angka UMK usulan
serikat buruh dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Buruh
mengusulkan UMK Rp 2.840.000,sedangkan pengusaha hanya Rp 2.206.000 (selengkapnya lihat grafis).
Agar tidak berlarut-larut, kemudian Pemerintah Kota Surabaya
menetapkan usul UMK tahun depan sebesar Rp 2.588.000. Itu merujuk pada
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 16/2014. Dalam peraturan tersebut,
dijelaskan pemerintah dapat menjadikan komponen hidup layak (KHL) UMK
tahun berjalan 2014 sebagai landasan penetapan UMK 2015. Itu setelah
ditambahkan dengan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, angka tersebut ditolak mentah-mentah oleh serikat pekerja yang
hadir dalam pertemuan kemarin. Situasi mulai panas ketika pihak buruh
berkeberatan dengan perbedaan usul di dalam draf yang diajukan dewan
pengupahan. Butuh waktu hingga empat jam untuk membuat kesepakatan lagi
antara serikat pekerja dan pemkot. Sedangkan perwakilan Apindo tidak
hadir di forum itu.
Draf usul tersebut baru diteken Risma pada pukul 12.25. Pemkot
mengusulkan dua nominal UMK sekaligus sesuai dengan perhitungan versi
serikat buruh dan Apindo. Perbedaan hitungan itu disebut-sebut bermula
dari surat edaran Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Surat bernomor
560/20059/031/2014 yang bertanggal 26 September itu menyebut peningkatan
kualitas tiga jenis KHL. Yaitu, sewa rumah sederhana, biaya listrik
yang menjadi Rp 120 ribu, dan transportasi dua kali pergi-pulang.
Risma mengungkapkan, gara-gara surat edaran yang baru diterima pada
30 September itulah, penghitungan di dewan pengupahan pecah. Sebelumnya,
buruh dan pengusaha sudah satu suara. ”Hitungan berubah total dan
mereka hitung sendiri-sendiri,” ungkapnya.
Buruh menggunakan surat edaran gubernur itu sebagai dasar
penghitungan UMK. Sedangkan Apindo tetap berpedoman pada Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13/2012 tentang KHL. Risma
juga tidak berani menyerahkan usul dari pemkot sebesar Rp 2.588.000.
”Kita semua tidak sepakat. Jadi, usulannya ada dua,” imbuhnya.
Sekretaris DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Nur Salam
mengungkapkan, usul Rp 2.840.000 itu akan diperjuangkan hingga penetapan
oleh gubernur Jawa Timur. Mereka akan menggunakan surat edaran yang
diterbitkan gubernur sebagai pijakan untuk menuntut upah yang tinggi.
”Kami akan kawal usulan itu,” ungkap dia.
Risma cukup mengerti bahwa ada hierarki aturan yang membuat surat
edaran dari gubernur itu bisa kalah oleh peraturan menteri. Tetapi,
menurut Risma, surat edaran tersebut cukup layak untuk dijadikan dasar
bagi buruh mendapatkan upah yang lebih tinggi.
Anggota dewan pengupahan dari unsur Apindo Tony Towoliu menuturkan,
dua usul yang diserahkan kepada gubernur itu akan sangat menguntungkan
pengusaha. Sebab, perbedaan dua usul UMK tersebut terlampau lebar.
Dengan begitu, bisa jadi gubernur akan mengambil angka tengah di kisaran
Rp 2.588.000. ”Kami yakin kalau gubernur akan mempertimbangkan usul
kami,” terangnya.
No comments:
Post a Comment