Selasa, 21 Januari 2014, 11:27 WIB
Sinar matahari yang menyengat sering kali kita hindari karena tidak
tahan akan panasnya yang membakar kulit. Namun menurut penelitian
terbaru, paparan sinar matahari dapat membantu menurunkan tekanan darah
agar terhindar dari penyakit darah tinggi dan serangan jantung.
Meski terdapat efek buruk dari paparan sinar matahari seperti kanker kulit, hal itu dapat dihindari dengan membatasi waktu saat terkena paparan sinaran matahari.
Seperti dilansir laman Daily Mail, para peneliti dari Universitas Southampton dan Edinburg mencoba melakukan percobaan dengan memaparkan sinar matahari kepada 24 pria muda sehat selama 20 menit. Kemudian mereka mengukur tekanan darah partisipan.
Hasilnya, tekanan darah 24 pria tersebut mengalami penurunan yang sangat signifikan selama kurang lebih satu setengah jam ke depan.
Seringkali vitamin D dihubungkan dengan manfaat sinar matahari. Namun dalam kasus ini, penurunan tekanan darah disebabkan senyawa yang berbeda, yaitu nitric oxide.
Meski terdapat efek buruk dari paparan sinar matahari seperti kanker kulit, hal itu dapat dihindari dengan membatasi waktu saat terkena paparan sinaran matahari.
Seperti dilansir laman Daily Mail, para peneliti dari Universitas Southampton dan Edinburg mencoba melakukan percobaan dengan memaparkan sinar matahari kepada 24 pria muda sehat selama 20 menit. Kemudian mereka mengukur tekanan darah partisipan.
Hasilnya, tekanan darah 24 pria tersebut mengalami penurunan yang sangat signifikan selama kurang lebih satu setengah jam ke depan.
Seringkali vitamin D dihubungkan dengan manfaat sinar matahari. Namun dalam kasus ini, penurunan tekanan darah disebabkan senyawa yang berbeda, yaitu nitric oxide.
Senyawa ini muncul dari
kulit setelah kulit terpapar sinar ultraviolet dari sinar matahari.
Senyawa tersebut masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan aliran
darah menjadi lebih relaks.
"Hal ini menjelaskan
tingginya kasus penyakit jantung di musim dingin dan mengapa penyakit
jantung lebih banyak ditemukan di daerah yang jauh dari garis
khatulistiwa," ucap Martin Feelisch, Profesor dari Universitas Southampton.
No comments:
Post a Comment