Oleh : Jacinta F. Rini
Jumat, 18 Juni 2010
The
master was never impressed by diplomas or degrees.
He
scrutinized the person, not the sertificate.
He once heard to say : "when you have ears to hear a bird in song,
He once heard to say : "when you have ears to hear a bird in song,
you
don't need to look at its credentials"
(Antony de Mello)
(Antony de Mello)
Saat ini, catatan riwayat hidup sepertinya masih merupakan hal penting dalam
berbagai keperluan, seperti urusan melamar pekerjaan, menjadi anggota DPR,
calon birokrat, anggota panita ini itu, ikut tender, menjadi pembicara maupun menjadi
trainer, melamar beasiswa dan
sekolah, hingga urusan gaul.
Isi daftar riwayat hidup menjadi referensi yang menentukan bagaimana nilai
orang itu di mata yang lain. Semenjak jaman internet, lebih mudah menemukan
latar belakang seseorang, baik orang awam, maupun tokoh atau minimal pernah
menduduki peran penting. Facebook, Twitter atau jejaring sosial lain juga
menjadi sarana efektif memperkenalkan dan me-marketing-kan diri sendiri.
Keterbukaan dan kemudahan informasi dalam mencari dan mengakses riwayat
seseorang lewat internet membawa implikasi positif dan negatif. Positif, karena
akan dibaca oleh masyarakat luas dan diantara mereka ada yang pernah sharing the same journey atau bertemu
dalam sebuah moment. Kesan yang
timbul saat itu menjadi acuan penilaian. Negatif, karena kita bisa menulis
banyak tentang diri yang ternyata hanya punya sedikit.Terlepas dari bagaimana riwayat hidup itu di expose, ada hal yang jauh lebih penting dari sekedar kemasan &
cara mengemas, yakni isi dan kualitas isinya.
Fungsi Daftar Riwayat Hidup
1. The way we fight our lives
Riwayat hidup semestinya menjadi record,
catatan sejarah yang memuat informasi riil mengenai apa saja yang sudah
kita
alami, pengalaman dan kemampuan yang dimiliki. Dari situ banyak yg bisa
terbaca, apakah kita termasuk orang yang hanya mementingkan kuantitas
tanpa
kualitas, atau miskin kuantitas dan kualitas. Jangan salah, CV yg
panjang lebar berlembar-lembar belum tentu menimbulkan kekaguman,
bahkan bisa
dipertanyakan: "Kalau sering-sering training
dan seminar seperti ini, kapan dia kerjanya?" Atau "Sudahkah ilmunya dia praktekkan
dan sumbangkan pada perusahaan?"
Darimana bisa terlihat 'how we fight our live'?
Memang yang kelihatan, bukanlah yang final, melainkan proses yang sudah dan
sedang terjadi. Orang yang paham membaca CV, akan paham menganalisa proses
kehidupan yang tercermin dalam usia kelulusan, lama kerja, scope tanggung jawab
dan kepercayaan yang diberikan, variasi pekerjaan dalam satu jabatan, variasi
tanggung jawab dalam satu peran, dsb.Bagi pembaca CV yang biasa bermain dengan kualitas, hal-hal semacam itu punya
makna lebih penting dari sekedar template yang indah, jabatan atau kedudukan tinggi - apalagi jika diperoleh lewat
cara-cara politis. Karena, 'cara dan gaya bekerja' seseorang akan menunjukkan
falsafah hidup yang ia yakini dan amini serta nilai-nilai yg melandasi setiap
motivasi dan gerakan hidupnya.
2.
The way we grow
Tidak kalah pentingnya adalah informasi mengenai latar belakang
pendidikan, darimana asal sekolah, sampai jenjang pendidikan apa, atau jika
mungkin beberapa penelitian signifikan, bidang studi yang dipilih dan lama
belajarnya, dsb. Pembaca CV yang budiman, cenderung tidak menangkap informasi di
permukaan dan menggunakannya sebagai referensi tunggal. Nilai bagus belum
jaminan kualitas seseorang, sebaliknya, nilai rendah belum tentu langsung didiskualifikasi.
Tapi bagaimana orang itu memanfaatkan peluang pendidikan sebagai sarana
pengembangan kapasitas intelektual dan kepribadian; bagaimana menggabungkan
keilmuan dengan kenyataan sehingga kolaborasi keduanya menghasilkan pertumbuhan
dalam diri orang itu.
Contoh, ada orang yang terus menerus belajar supaya dirinya sendiri yang jadi
pintar; ada orang yang belajar dengan mengajari orang lain sehingga ilmunya
lebih dipahami dan nancep berakar.
Ada orang yang belajar sambil bekerja, dan ada yang belajar sambil meneliti ini
dan itu. Yang paling ajaib, ada orang begitu yakin sukses tanpa harus bersusah
payah belajar. Entah karena kaya raya, jaminan harta tujuh turunan atau karena
proteksi orang tua yang menutupi kemampuan melihat realita hidup saat ini dan
di masa depan.
Memang, hal-hal ini lebih mudah diverifikasi ketika pertemuan tatap muka dengan
owner atau pun interviewer. Bahkan, bisa menjadi ajang
verifikasi sejauh mana
perkembangan kualiatas intelektual orang itu. Disini peribahasa tong
kosong
nyaring bunyinya atau bagai pungguk merindukan bulan, bisa diterapkan.
Bisa dilihat dari hasilnya. Ada yang kemasan pendidikannya
kelihatan canggih, tapi kosong dalamnya. Ada yang memang kosong
melompong
karena belajar tidak serius, hidup juga tidak serius. Ada yang super
percaya
diri dengan gelar berderet namun kosong ilmunya. Intinya, riwayat
pendidikan sebenarnya
bisa banyak bicara tentang kualitas dan kuantitas diri seseorang - dan
itu manifestasi
the way we grow.
3.
The way we give ourselves
Banyak orang punya CV panjang lantaran catatan pelatihan berderet-deret
dan berseri-seri seperti film serial. Banyak pula yang merasa bangga karena
status jabatan tinggi serta fasilitas yang lengkap. Pertanyaannya, berapa
banyak orang yang bertanya pada diri sendiri 'apa yang sudah saya berikan bagi
sesama saya?' Atau 'apa yang sudah saya lakukan,utk mengatasi persoalan yg
terjadi di sekitar saya' dan 'apa yang sudah saya berikan bagi perusahaan
tempat saya bekerja?' Jujur saja, kebanyakan bertanya apa yang layak saya
peroleh? Bagaimana cara mendapatkannya?
Apa hubungan semua ini dengan CV? Jelas dan sederhana, tinggal kalkulasi saja
antara banyaknya yang diterima dengan yang dihasilkan, antara belajar dan
karyanya, antara status jabatan dengan kontribusinya, antara pengalaman yang
dialami & dikejar dengan kematangan karakter. hasil akhir semua itu akan
memperlihatkan apakah kualitas pribadi dan kemampuan orang itu selaras dengan
CV-nya serta status jabatan seperti yang tertera di kartu nama.
Darimana bisa terlihat? Interviewer
atau user yang jeli dan sensitif
melakukan eksplorasi dengan banyak cara, untuk menemukan apakah kandidat punya concern terhadap orang lain, atau hanya
pada diri sendiri, apakah ada kontribusi nyata pada tempat ia belajar dan
bekerja, dan apakah pengalaman kerja telah menghasilkan pertumbuhan karakter
yang semakin baik serta kematangan pengalaman & ketrampilan
Langkah Aman
Banyak pertanyaan diajukan, bagaimana supaya kita bisa memberikan impresi
yang positif dan menarik? Jawabannya bukan terletak pada 'teknik atau cara',
tapi pada 'apa'; bukan bagaimana mengimpresi, namun apakah yang dijadikan
modal? Banyak orang silau oleh impresi yang kinclong, seperti CV yang keren,
bicara kebarat-baratan, dan baru terbukti setahun kemudian ketika masa honeymoon sudah berlalu. Atasan mulai
bertanya-tanya mengapa dia belum juga memberikan energi baru dan kreativitas
segar yang menggenjot inovasi dan produktivitas team-nya, malahan tenggelam menjadi sewarna dan senada dengan yang
lain.
Sebenarnya, tidak perlu punya kehebatan untuk bisa menjadi hebat, sama halnya
dengan burung pasti bisa terbang tinggi jika ia mau rajin-rajin mengepakkan
sayapnya. Manusia diberi kemampuan untuk beradaptasi dengan persoalan dan
kendala-kendala, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Kunci
keberhasilan seseorang, ada pada kemauannya untuk terus melangkah, menghadapi
setiap persoalan, menyelesaikannya dan melanjutkan perjalanan. Masa lalu, tidak
hilang melainkan sudah "berfotosintesis" dengan kepribadian melahirkan satu
lagi ciri khas karakter kita. Hasil fotosintesis itulah yg menjadi "chlorophyl" karakter. Disitu letak
pentingnya pengalaman pribadi.
Maka dari itu, sebagaimana hijau daun tidak dapat disembunyikan,maka karakter
asli juga akan terpancar; mau itu baik atau kurang baik, dsb. Keindahan dan
kekuatan seseorang akan terlihat dan terbaca dari output-nya, yakni : pola pikirnya, analisanya, perspektifnya,
nilai-nilai dan opini, sikap dan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya, dsb.
Itu semua yang akan kelihatan oleh orang lain, meskipun seandainya tidak ada CV
yang lengkap untuk memperlihatkan kekuatan seseorang. Kalau isi-nya kita
sedikit, atau kurang berkualitas, maka yang dibahas atau yang jadi fokus
perhatian juga persoalan remeh temeh dan kurang berbobot, tidak esensial, yang
dianggap sumber masalah justru persoalan periferal.
Tidak ada kata terlambat
Setiap manusia diberi kesempatan dan sarana untuk maju dan menjadi semakin
baik. Di situlah letaknya kebesaran Tuhan. Perjalanan hidup manusia yang sarat
dan padat dengan peristiwa, kesempatan dan perjumpaan dengan manusia lain,
merupakan training ground and learning
sessions untuk menambah dan menumbuhkan skills
baru dan kekuatan pribadi. Tentu saja, kita bisa dengan sengaja mempelajari
berbagai bidang khusus yang ingin diperdalam. Hal itu biasanya dilakukan jika
kita sudah punya arah tujuan yang lebih jelas. Tapi bagi yang belum bisa
menggambarkan apa sih yang jadi tujuan dan cita-cita, maka sensitivitas diri
menjadi faktor penting.
Kalau kita sensitif, kita bisa mengenali kebutuhan sekitar kita dan mengenali
apa saja kebutuhan kita sendiri untuk bisa merespon kebutuhan di lingkungan
atau sekeliling kita (kebutuhan kerja, perusahaan, masyarakat, keluarga). Dari
situ, kita bisa tahu skill apa yang
harus dikembangkan, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dilatih dan apa
yang perlu dikurangi supaya tidak jadi kendala dalam menempuh kehidupan yang sedang
dijalani ini.
Setiap usaha positif yang kita lakukan dengan konsisten, akan membentuk karakter dan kekuatan yang mendorong rasa percaya diri sejati - yang betul-betul ada sumbernya dan bukan sekedar ilusi diri atau pun iklan. Kita bisa hidup otentik - selaras, antara di dalam dengan di luar. Semoga bermanfaat!
Sumber :
http://www.e-psikologi.com/artikel/organisasi-industri/cv-otentik
No comments:
Post a Comment