Dalam dunia perang, eksekusi
adalah maksud yang dibarengi tindakan untuk menembakkan peluru ke arah
lawan. Eksekusi bukanlah keputusan di atas kertas putih atau kertas
mental tetapi pelaksanaan keputusan. Kalau ada lima ekor burung di
hadapan kita kemudian kita putuskan untuk menembak satu ekor, maka
burung itu masih tetap berjumlah lima ekor sebab maksud kita baru berupa
keputusan belum eksekusi. Seorang tokoh samurai terkenal, Musashi,
mendefinisikan eksekusi dengan ungkapan: "taking proper action in appropriate time"
(bertindak pada saat yang tepat). Kemahiran eksekusi menjadi keahlian
vital untuk mengetahui kapan saat yang tepat untuk melepaskan peluru,
mendeteksi posisi lawan, dan bersembunyi.
Pendapat Musashi tentang wilayah perang yang
sedemikian berkabut sehingga menuntut keahlian eksekusi, menurut
Jalaluduin Rumi (dalam Reynold A. Nicholson: 1993) merupakan hukum usaha
yang intinya bergelut dengan kemungkinan antara gagal (meleset) dan
sukses (mengenai sasaran). Dikatakan dalam sebuah syairnya yang jika
diprosakan mengandung pengertian, kalau orang bertindak belum tentu
berhasil tetapi kalau tidak bertindak pasti rugi karena ia tidak akan
menemukan apapun.
Dari segi kita sendiri, selaku selaku eksekutor
gagasan usaha (karir, bisnis, dll), sebenarnya apa yang dibutuhkan
adalah penyiasatan dalam hal menciptakan pembekalan dan persiapan mental
untuk memperkecil dampak kabut kemungkinan. Faktor-faktor yang
merupakan pembekalan dan persiapan dalam meningkatkan kemahiran eksekusi
dapat jelaskan sebagai berikut:
Kompetensi
Kalau merujuk pada acuan kemiliteran (Army
Leadership: 2002), kemahiran eksekusi didukung oleh penguasaan empat
wilayah (domain) keahlian yang terdiri atas: interpersonal
(Interpersonal), konseptual (conceptual), tekhnis (technical), dan
taktik (tactics).
1. Interpersonal
Interpersonal adalah kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain (networking skill). Dalam kaitannya dengan penyelesaian misi tidak cukup hanya dengan kenal, atau pertukaran kartu nama melainkan networking
yang sudah mencapai level saling memahami: anda mengetahui orang yang
mengetahui anda dan mengetahui apa yang harus dilakukan atas nama misi
bersama. Peranan saling memahami di sini dimaksudkan dapat mereduksi
potensi gap komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan level harapan,
pengetahuan atau status.
Keahlian Interpersonal tidak dimiliki hanya dengan mendalami ilmu (the science) tetapi perlu penguasaan terhadap seni dalam menjalin hubungan (the art).
Orang yang telah terasah di bidang ini biasanya sudah tahu apa yang
tepat dilakukan kepada orang lain guna merealisasikan apa yang
diinginkan dari orang lain untuk memperlakukan dirinya. Rata-rata
keahlian Interpersonal didukung oleh penguasaan senbi berkomunikasi (the art of communication)
dengan bahasa tubuh, lisan dan tulisan. Dalam praktek, menurut beberapa
penelitian dan pendapat pakar psikologi sosial, penguasaan bahasa tubuh
lebih berperan mempengaruhi bobot eksekusi. "Human relationships are
established and developed MAINLY by non verbal signals, although words
are also used (Winston Fletcher, MT: 2000).
2. Konseptual
Konseptual adalah kemampuan untuk memahami dan
menggunakan doktrin dan ide yang berkembang tentang sebuah pekerjaan.
Keahlian ini berfungsi untuk meramu bahan baku menjadi sebuah rumusan
pekerjaan yang akan dieksekusi seperti layaknya seorang arsitektur.
Keahlian konseptual yang dikuasai akan menentukan bentuk desain bangunan
yang akan diselesaikan meskipun bahan baku yang digunakan oleh
arsitektur ketinggalan zaman dan arsitektur yang tetap "in"
tidaklah berbeda jauh. Demikian juga dengan pekerjaan di kantor. Bahan
baku yang akan dijadikan peluang umumnya tidak mengalami perbedaan
signifikan: orang, informasi, perangkat, keadaan, dll, tetapi bagaimana
peluang tersebut akhirnya dieksekusi sangat tergantung pada keahlian
konseptual yang kita miliki.
3. Tekhnikal
Keahlian tekhnikal atau teknis merujuk pada kemampuan
seseorang untuk mengoperasikan peralatan pekerjaan sesuai dengan bidang
yang ditekuni. Keahlian tekhnikal berfungsi agar proses pengolahan
informasi (pekerjaan) menjadi lebih cepat, lebih akurat dan lebih
berbobot sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Keahlian teknis yang tidak
seirama dengan sifat dan jenis pekerjaan membuat keahlian itu menjadi
mubazir, tidak berguna, bahkan pemborosan. Keahlian tehnis erat
kaitannya dengan penguasaan teknologi yang biasanya memiliki tingkat
perubahan tertinggi mengalahkan temuan pengetahuan. Contoh: teknologi
informasi seperti komputer hampir bisa dikatakan mengalami perubahan
dalam ukuran minggu/bulan. Penyiasatan yang dapat dilakukan adalah
membuat wilayah spesialisasi. Kalau bukan berprofesi sebagai IT rasanya
tidak diperlukan memahami seluruh kode instruksi yang muncul setiap
saat. Cukup memahami bagaimana menggunakan apa yang kita butuhkan.
4. Taktik
Keahlian taktik merujuk pada kemampuan bermain di lapangan (the art of playing). Kecanggihan gaya bermain dalam menjalani eksekusi di lapangan biasanya didukung oleh pemahaman lapangan (intuisi) dan pengetahuan faktual (interpretasi).
Menurut hukum akumulasi keahlian taktik tidak dimiliki hanya dengan
satu kali menjalani eksekusi tetapi buah dari proses pengasahan yang
lama. Hukum akumulasi itu dapat kita artikan dengan kumpulan pengalaman
kalah-menang yang kita maknai sebagai pelajaran hidup.
Karakter
Selain empat keahlian di atas, untuk menjadi seorang
eksekutor yang jitu dibutuhkan karakter yang mendukung penyelesaian misi
(tugas). Karakter adalah cahaya yang disinarkan dari tindakan kita.
Dengan kata lain karakter merupakan inner strength yang menjelma dalam sebuah kekuatan bertindak. Kekuatan karakter berakar pada kepercayaan atau nilai (core of belief) yang dalam kaitannya dengan melatih kemahiran eksekusi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tidak berprasangka buruk
Nilai dasar dalam menjalin hubungan dengan manusia
yang akan menjadi benih keahlian interpersonal adalah dengan memiliki
prasangka baik lebih dahulu. Memang pada prekteknya tidak semua manusia
pantas menerima predikat baik atau minimalnya baik-baik saja tetapi
kalau dikalkulasi untung-ruginya, lebih untung berprasangka baik
ketimbang berprasangka buruk terhadap orang lain. Prasangka buruk yang
kita jadikan tesis lebih sering menghalangi sinar karakter yang
sebenarnya kita miliki dan karena sinar telah redup maka membuat kita
menjadi benar-benar tertipu. Padahal kalau mau jujur, hukum alam ini
sering mendemonstrasikan dirinya, orang yang tertipu karena prasangka
baik atas orang lain lebih enak hidupnya ketimbang orang yang menipu.
2. Kecerdasan
Semua orang memiliki kecerdasan yang intinya tidak
digunakan secara optimal sebanyak yang dimiliki. Terhadap sosok jenius
saja para ahli berpendapat kecerdasannya baru digunakan seperlima,
apalagi orang umum. Faktor tunggal yang membatasi kecerdasan itu tidak
lain adalah pembatas yang kita ciptakan sendiri dan kita persempit
wilayah kerjanya hanya sebatas bangku di sekolah. Padahal kecerdasan
berguna untuk menyeimbangkan antara kecurigaan terhadap orang lain dan
prasangka baik terhadapnya. Kecerdasan juga berfungsi untuk
menyeimbangkan antara berpikir global dan bertindak lokal; antara
keahlian (konseptual dan technical) yang sudah kita butuhkan dan belum
kita butuhkan.
3. Kesetiaan
Praktek sering mengajarkan, kesetiaan tugas yang
terbatas pada kepentingan sesaat atau perubahan keadaan temporer sering
membuat orang memiliki mentalitas bongkar-pasang pondasi
personal/pekerjaan yang didasarkan semata oleh letupan emosi
temperamental yang menolak, bukan menerima keinginan untuk menjadi lebih
baik. Kalau praktek demikian terjadi berulang kali maka sudah terjadi
perlawanan terhadap hukum akumulasi, bahwa sosok eksekutor yang ahli
dihasilkan oleh pemupukan keahlian yang sifatnya kecil dan terus
menerus.
Kesetiaan adalah rangkuman dari nilai hidup berupa kesabaran dan kegigihan menjalani proses "from nothings to everythings".
Tidak salah kalau ajaran kultural kita selalu menyarankan agar dalam
situasi yang berkabut, kita disarankan untuk meminta pertolongan kepada
kesabaran (kesetiaan pada prinsip) dan harapan menembus batas (optimisme
nilai). Tanpa landasan nilai demikian, kabut-kemungkinan hidup ini bisa
menumpulkan kemampuan eksekusi yang akan kita jalankan, alias menjadi
tidak memfokus dan patah di tengah jalan.
Mengingat sedemikian luas wilayah kabut dan
kemungkinan yang kita hadapi dalam hidup sehari-hari, uraian di atas
hanyalah berperan setetes dari jumlah yang sebenarnya kita butuhkan.
Untuk mengetahui kapan perlu kita tambah, ada baiknya kita mengingat
perkataan Witson Churchill (Mantan PM Inggris): "Kesuksesan adalah
kemampuan melangkah dari kegagalan ke kegagalan lain tanpa kehilangan
semangat berjuang sedikitpun" (Lot of tries, lot of failures, but still action).
Perasaan paling dalam sering mengajarkan bahwa semua yang pernah kita
lakukan ternyata tidak berujung pada kesia-siaan meskipun saat itu kita
memiliki prasangka yang salah. Semoga berguna. (jp)
No comments:
Post a Comment