Pada masa era reformasi sekarang ini mencari seorang
pemimpin yang tepat memang tidak gampang. Hal tersebut disebabkan
kebanyakan suplay tenaga profesional yang tersedia cenderung kurang siap
untuk menjadi pemimpin yang matang. Kebanyakan para profesional kita,
kalau pun punya pendidikan sangat tinggi sayangnya tidak didukung oleh
pengalaman yang cukup. Atau banyak pengalaman namun kurang didukung oleh
pendidikan dan wawasan yang luas. Ketimpangan-ketimpangan tersebut bagi
seorang pemimpin perusahaan / organisasi memiliki dampak yang sangat
signifikan terhadap keharmonisan dan kinerja dari perusahaan /
organisasi.
Banyak pemimpin instant hasil kolusi dan nepotisme di
perusahaan-perusahaan Indonesia yang sangat minim kesiapan namun tetap
saja dipakai demi kepentingan politik perusahaan. Akibatnya, seperti
banyak terlihat di negara ini, banyak pemimpin yang malah membawa
perusahaannya ke arah keruntuhan dan kebangkrutan dengan menelan banyak
korban material bahkan jiwa. Meskipun demikian, tetap saja mereka
memperkaya diri (tanpa merasa bersalah) dengan aset-aset perusahaan
bahkan pinjaman bank yang seharusnya dipakai untuk menyehatkan
perusahaan.
Fenomena apakah yang terjadi atas para pemimpin atau
pun profesional kita? Apa yang kurang atau belum dimiliki oleh para
pemimpin perusahaan atau pun organisasi kita sekarang ini? Apa rahasia
keberhasilan para pemimpin yang sukses dalam arti sebenarnya?
Kecerdasan Emosional
Ada kalimat yang sangat menarik
yang dikemukakan oleh Patricia Patton, seorang konsultan profesional
sekaligus penulis buku, sebagai berikut:
It took a heart, soul and brains to lead a people...
Dari kalimat tersebut di atas terlihat dengan jelas
bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki perasaan, keutuhan jiwa dan
kemampuan intelektual. Dengan perkataan lain, "modal" yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin tidak hanya intektualitas semata, namun
harus didukung oleh kecerdasan emosional (emotional
intelligence), komitmen pribadi dan integritas yang sangat dibutuhkan
untuk mengatasi berbagai tantangan. Seringkali kegagalan dialami karena
secara emosional seorang pemimpin tidak mau atau tidak dapat memahami
dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga keputusan yang diambil bukanlah
a heartfelt decision, yang mempertimbangkan martabat manusia dan
menguntungkan perusahaan, melainkan cenderung egois, self-centered yang
berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompok / golongannya
sehingga akibatnya adalah seperti yang dialami oleh kebanyakan
perusahaan di Indonesia yang high profile but low profit !
Patton sekali lagi mengemukakan pendapatnya bahwa di
masa kini perusahaan tidak hanya membutuhkan pemimpin yang punya
kapasitas intelektual. Sebab, yang membuat sukses perusahaan atau
organisasi adalah pemimpin yang bisa mendapatkan komitmen dari karyawan,
konsumen serta manajemennya. Pemimpin seperti itu adalah mereka yang
memahami karyawannya sepenuh hati dan sanggup memacu karyawannya
memenuhi persaingan global. Singkatnya, pemimpin yang memiliki
kecerdasan intelektual dan emosional.
Tipe Kepemimpinan
Daniel Goleman, ahli di bidang
EQ, melakukan penelitian tentang tipe-tipe kepemimpinan dan menemukan
ada 6 (enam) tipe kepemimpinan. Penelitian itu
membuktikan pengaruh dari masing-masing tipe terhadap iklim kerja
perusahaan, kelompok, divisi serta prestasi keuangan perusahaan. Namun
hasil penelitian itu juga menunjukkan, hasil kepemimpinan yang terbaik
tidak dihasilkan dari satu macam tipe. Yang paling baik justru jika
seorang pemimpin dapat mengkombinasikan beberapa tipe tersebut secara
fleksibel dalam suatu waktu tertentu dan yang sesuai dengan bisnis yang
sedang dijalankan
Memang, hanya sedikit jumlah pemimpin
yang memiliki enam tipe tersebut dalam diri mereka. Pada umumnya hanya
memiliki 2 (dua) atau beberapa saja. Penelitian yang dilakukan terhadap
para pemimpin tersebut juga menghasilkan data, bahwa pemimpin yang
paling berprestasi ternyata menilai diri mereka memiliki kecerdasan
emosional yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Pada umumnya mereka
menilai bahwa dirinya hanya memiliki satu atau dua kemampuan kecerdasan
emosional. Namun yang paling ironi adalah pemimpin yang payah justru
menilai diri mereka secara "lebih" berlebihan dengan menganggap bahwa
mereka punya 4 (empat) atau lebih kemampuan kecerdasan emosional.
Apa yang Harus Dilakukan?
Oleh karena itu, saran bagi anda yang saat ini
menjadi pemimpin atau minimal memiliki bawahan cobalah untuk mempelajari
seperti apa tipe kepemimpinan anda. Selain itu cobalah untuk membuka
diri untuk mau mempelajari tipe-tipe kepemimpinan yang lain. Namun
sebelum itu, Anda harus terlebih dahulu memahami kelebihan dan
kekurangan anda sehubungan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang akan
anda terapkan.
Jangan menyombongkan diri dahulu bahwa Anda seorang
pemimpin yang baik. Bukalah mata hati anda lebar-lebar untuk
mendengarkan ide, saran, keluhan atau pun pujian dari karyawan, konsumen
dan pihak manajemen, sehingga apapun keputusan yang akan anda ambil
dapat dipahami oleh semua pihak dan bersifat obyektif. Lakukan juga
penilaian terhadap kinerja anda sendiri, apakah penilaian terhadap diri
Anda itu benar-benar obyektif ? Untuk lebih mengetahui obyektivitasnya,
bertanyalah pula pada anak buah yang bukan "anak emas" anda. Ok... (jp)
No comments:
Post a Comment