Kategori Organisasi Industri
Oleh : Arbono Lasmahadi
Jakarta, 12 Desember 2002
Raymond,
seorang Manajer Sumber Daya Manusia di sebuah perusahaan asing tampak
serius mengamati laporan pemeriksaan psikologis dari staffnya, Susan.
Laporan ini dia terima dari sebuah biro konsultasi psikologi terkenal,
beberapa bulan yang lalu, sebagai bagian dari proses rekrutmen dan
seleksi yang dilakukan terhadap Susan. Ia masih tidak percaya bahwa
hasil pemeriksaan psikologis yang sangat baik dari Susan ternyata tidak
membuatnya menghasilkan kinerja yang superior seperti yang diramalkan
oleh hasil pengukuran psikologis tersebut. Raymond merasa bahwa selama
ini ia telah memberikan cukup bimbingan, pelatihan dan fasilitas yang
diperlukan oleh Susan agar berhasil dalam pekerjaannya. Namun kinerja
yang diharapkannya tidak kunjung muncul dari Susan. Berdasarkan
pengalaman tersebut, muncul pertanyaan dalam diri Raymond "Seandainya
hasil pemeriksaan psikologis yang memberikan rekomendasi sangat baik
tidak mampu memprediksikan keberhasilan kinerja seseorang, lalu metode
apakah yang secara efektif dapat meramalkannya ?"
Masalah yang dihadapi oleh Raymond di atas pada dasarnya mirip dengan masalah yang terus-menerus dihadapi oleh United States Information Agency (USIA),
saat melakukan proses seleksi calon pegawainya, pada awal tahun
1970-an. Dari kajian yang dilakukan oleh badan tersebut ternyata
ditemukan bahwa nilai tinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran
psikologis, ternyata tidak memprediksikan keberhasilan dalam pekerjaan.
Hal ini yang mendorong David C McClelland, Psikolog, pakar motivasi dan "achivement",
untuk memperkenalkan sebuah pengukuran kepribadian yang dapat mengenali
sikap-sikap dan tingkah laku-tingkah laku yang dimiliki oleh
orang-orang yang prestasinya sangat baik. (Lucia & Lepsinger, 1999).
Pendekatan yang dipakai oleh David C McClelland di atas kelak akan
menjadi cikal bakal pengembangan model-model kompetensi.
Pengalaman
penulis dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi dengan menggunakan
pendekatan konvensional, yaitu dengan menggunakan pengukuran psikologis
yang terstandardisasi, menunjukkan bahwa pendekatan ini tidaklah selalu
berhasil dengan baik dalam meramalkan keberhasilan calon pekerja pada
pekerjaannya kelak. Akibatnya bisa saja calon pekerja yang diramalkan
akan berhasil dengan baik dalam pekerjaannya, ternyata belum tentu
menampilkan kinerja yang diharapkan ketika sudah diterima menjadi
pekerja, seperti kasus Susan di atas. Sedangkan di sisi lain, calon
pekerja yang hasil pengukuran psikologisnya biasa-biasa saja, ternyata
tidak selalu menjadi seorang "mediocre" alias orang yang prestasinya biasa-biasa saja.
Masalah
yang dihadapi Raymond, seperti halnya yang dialami penulis, juga
dialami oleh banyak perusahaan. Mereka juga mengalami kesulitan dalam
menentukan kapasitas yang dimiliki oleh calon pekerja atau pekerjanya
yang sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya.
Perilaku-perilaku yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang superior
bervariasi dari satu bisnis ke bisnis lainnya, dari satu peran ke peran
lainnya di dalam organisasi. Menghadap kesulitan tersebut, sudah banyak
organisasi, khususnya perusahaan-perusahaan berskala besar yang telah
mulai menggunakan model-model kompetensi (competency models)
untuk membantu mereka mengenali ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan
karakteristik pribadi yang sangat penting, yang dibutuhkan untuk
berhasil mencapai kinerja yang superior.
Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai model-model
kompetensi, aplikasinya dan manfaatnya bagi sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia dan cara pengembangannya di dalam perusahaan, penulis mencoba
memaparkannya dalam uraian berikut ini.
Definisi
Menurut
Kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan sebagai
aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk
mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat,
motif-motif, sistem nilai, sikap , pengetahuan, dan ketrampilan.
Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku. Sedangkan tingkah
laku akan menghasilkan kinerja.
Berdasarkan
definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua aspek-aspek
pribadi dari seseorang pekerja itu merupakan kompetensi. Hanya
aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang
superiorlah yang merupakan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu, juga
dapat disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja
yang superior.
Model
kompetensi didefinisikan sebagai suatu rangkaian kompetensi yang
penting bagi kinerja yang superior dari sebuah pekerjaan atau sekelompok
pekerjaan. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta yang membantu
seseorang memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam pekerjaan
atau memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu (LOMA,s Competency
Dictionary, 1998).
Aplikasi
Menurut
Kamus Kompetensi LOMA ( 1998) aplikasi dari model kompetensi pada
sistem Manajemen Sumber Daya Manusia muncul pada area-area berikut :
Staffing
Strategi-strategi
rekrutmen dan tes-tes yang digunakan untuk seleksi didasarkan atas
kompetensi-kompetesi kritikal dari pekerjaan
Evaluasi Kinerja
Penilaian
kinerja dari pekerja didasarkan atas kompetensi-kompetensi yang
dikaitkan dengan target –target yang penting dari organisasi
Pelatihan
Program-program
pelatihan dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara kompetensi
yang dimiliki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki pekerja
Pengembangan
Para
pekerja pertama kali diukur untuk mengenali kesenjangan kompetensinya;
kemudian mereka dibimbing untuk membuat rencana-rencana pengambangan
untuk menutupi kesenjangan yang ada
Reward & Recognition
Para
pekerja diberikan kompensasi untuk prestasi-prestasi dan tingkah
laku-tingkah laku yang mencerminkan tingkat ketrampilan mereka pada
kompetensi-kompetensi kunci.
Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat dari Michael Amstrong dalam Handbook of Human Resources Management Practice
(2001) yang mengemukakan bahwa penerapan kompetensi dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia dilakukan dalam proses rekrutmen dan seleksi, assessment centres, manajemen kinerja, pengembangan SDM, dan manajemen imbal jasa.
Manfaat
Aplikasi
dari model-model kompetensi di perusahaan dapat memberikan manfaat
dalam meningkatkan sistem Manajemen Sumber Daya Manusia yang ada di
dalam perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh Lucia dan Lepsinger (
1999) berikut :
Seleksi
Memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai persyaratan-persayaratan jabatan
- Meningkatkan kemungkinan untuk merekrut pekerja yang akan berhasil di dalam pekerjaannya.
- Meminimalkan investasi (baik waktu dan uang) pada pekerja yang mungkin tidak memenuhi harapan perusahaan.
- Memastikan proses wawancara yang lebih sistematis.
- Membantu membedakan kompetensi-kompetensi yang dapat dilatihkan dan kompetensi-kompetensi yang sulit untuk dikembangkan.
Pelatihan dan Pengembangan
- Memungkinkan pekerja untuk memusatkan perhatian pada ketrampilan,
pengetahuan, dan karakteristik-karakteristik yang mempunyai dampak
terbesar terhadap efektifitasnya
- Memastikan bahwa kesempatan-kesempatan untuk melakukan pelatihan dan
pengembangan berjalan selaras dengan sistem nilai dan strategi-strategi
organisasi
- Memaksimalkan efektifitas dari waktu dan dana yang digunakan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan
- Memberikan sebuah kerangka untuk melakukan proses bimbingan dan pemberian umpan balik yang berkelanjutan
Penilaian Kinerja
- Memberikan pemahaman bersama tentang hal-hal yang akan dimonitor dan diukur
- Memusatkan perhatian dan mendorong proses diskusi tentang penilaian kinerja
- Memusatkan perhatian dalam mendapatkan informasi tentang tingkah laku pekerja dalam pekerjaan
Perencanaan Karir/suksesi
- Menjelaskan tentang ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan
karakteristik-karakteristik yang diperlukan oleh suatu pekerjaan/peran
- Memberikan metode untuk mengukur kesiapan dari calon pemegang jabatan atas peran yang akan dipegangnya
- Memusatkan perhatian dari rencana pelatihan dan pengembangan pada
kompetensi-kompetensi yang belum dimiliki oleh calon pemegang jabatan
- Memungkinkan organisasi untuk melakukan pembandingan (benchmark) diantara sejumlah karyawan potensial yang prestasinya sangat baik
Langkah-langkah Pengembangan Model Kompetensi
Dalam kamus Kompetensi dari LOMA (1998) dipaparkan
langkah-langkah untuk mengembangkan model-model kompetensi.
Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Kenali sasaran-sasaran organisasi yang akan menjadi dasar bagi pengembangan model kompetensi
Untuk berhasil mencapai hasil yang baik dalam
penerapan model kompetensi, maka perusahaan harus mempunyai alasan yang
dari sisi bisnis memaksa perusahaan untuk menerapkan model ini.
Alasan-alasan yang mengarahkan organisasi untuk menerapkan model ini
perlu dikenali dengan baik. Dengan demikian ketika model ini diterapkan
akan membantu perusahaan dalam mencapai sasaran-sasarannya. Ada beberapa
langkah yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu :
Definisikan strategi organisasi
Sebuah Model kompetensi akan efektif bila
diselaraskan dengan strategi, sistem nilai, dan sasaran-sasaran dari
organisasi. Untuk itulah, sebelum membuat keputusan yang berkaitan
dengan pengembangan model kompetensi, maka para perancang model
kompetensi harus secara mendalam melakukan kajian terhadap strategi,
sistem nilai, dan juga sasaran-sasaran dari perusahaan.
Kenali cara mengaplikasikan model kompetensi
Pada langkah ini, para perancang model kompetensi
harus melakukan evaluasi terhadap segala kemungkinan penggunaan model
kompetensi di dalam organisasi dan menetapkan aplikasi-aplikasi yang
mempunyai potensi terbesar, misalnya untuk proses rekrutmen dan seleksi
atau pelatihan dan pengembangan. Untuk aplikasi pertama, sebaiknya
dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan mendasar
dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan yang dapat menunjukkan hasil
yang cepat.
Tetapkan " scope" dari model
Sebuah model kompetensi dapat dikembangkan untuk
sebuah pekerjaan, sekelompok pekerjaan, sebuah unit bisnis atau untuk
keseluruhan organisasi. Para perancang model kompetensi harus menetapkan
cakupan dari pengembangan model kompetensi di dalam organisasi.
Beberapa organisasi mengembangkan "Core Competency Model"
berdasarkan sasaran-sasaran organisasi yang berlaku bagi semua jabatan
atau sebagian besar porsi dari pekerjaan dan kemudian menambahkan "Job Specific Competencies" pada sekelompok kecil pekerjaan
2. Merancang Rencana Untuk Membuat Model
Pada tahap ini, para perancang model kompetensi akan
mengambil langkah-langkah awal untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi
yang akan dimasukkan dalam model yang akan diaplikasikan di dalam
organisasi. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Menentukan pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam proses pengembangan model
Melibatkan orang-orang yang tepat dalam mengembangkan
model merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Pada umumnya
orang-orang yang membantu pengembangan model adalah mereka-mereka yang
pada akhirnya menggunakan model kompetensi dengan sukses.
Pertimbangkanlah untuk melibatkan pihak-pihak berikut ini dalam proses
pengembangan model kompetensi di perusahaan: pimpinan puncak perusahaan,
para manajer yang terkait , para pemegang jabatan yang mempunyai
prestasi yang sangat baik, staf Departemen SDM, dan ahli-ahli
kompetensi.
Memilih pendekatan yang tepat untuk mengenali kompetensi-kompetensi kritikal
Ada beberapa pendekatan atau metode yang dapat dipakai untuk mengenali Core Competencies atau Job Specific Competencies.
Untuk mengenali core competencies, metode
yang paling efektif adalah dengan melakukan pertemuan dengan para
pimpinan puncak perusahaan. Dalam pertemuan ini terutama dibahas secara
mendalam tantangan-tantangan yang dihadapi organisasi, misi, dan juga
sasaran-sasaran organisasi dan kompetensi-kompetensi inti yang
diperlukan untuk menghadapi tantangan-tantangan, untuk mencapai misi dan
sasaran-sasaran tersebut.
Untuk mengenali job specific competencies, dapat digunakan beberapa metode seperti : Focus Group Discussion dan survey dengan para job expert atau Behavioral Event Interview dengan para pemegang jababan , baik yang prestasinya sedang-sedang saja, maupun yang prestasinya superior.
3. Melakukan Pengumpulan Data
Setelah menetapkan pihak-pihak yang akan terlibat
dalam pengembangan model kompetensi, sumber data atau informasi dan
metode pengumpulan data, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan
oleh para perancang model kompetensi adalah mengumpulkan semua data yang
berkaitan dengan Core Competencies (kompetensi inti) dan Job Specific Competencies (kompetensi khusus untuk pekerjaan tertentu). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengumpulan adalah sebagai berikut :
Mengidentifikasi Core Competencies bersama para pimpinan puncak perusahaan
Sebelum memulai pertemuan dengan para pimpinan puncak
perusahaan (atau orang-orang yang mereka nominasikan), sebaiknya para
perancang model kompetensi memberikan informasi yang tepat mengenai
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari pertemuan, dan pihak yang
memfasilitasi pertemuan. Agenda yang dibicarakan dalam pertemuan
sebaiknya mencakup hal-hal berikut ini:
-
Proses yang akan dilalui oleh para pimpinan puncak perusahaan dalam mengenali Core Competencies, cara pengenalan job specific competencies oleh job expert, dan kaitan penggunaan Job Specific Competencies dan Core Competencies.
-
Keputusan-keputusan tentang jenis-jenis jabatan yang harus memiliki core competencies
(mis : semua pekerjaan di bawah level manajemen) dan cara aplikasi
model kompetensi (mis : pengembangan karir, pelatihan, dsb-nya).
-
Kaitan antara Core Competencies dan tantangan-tantangan , misi, dan sasaran-sasaran organisasi
-
Konsensus tentang rangkaian Core Competencies yang akan diaplikasikan di perusahaan dan dukungan yang diperlukan untuk menerapkannya.
Kenali Job Specific Competencies melalui job expert
-
Focus Group Discussion (FGD).
Dalam proses ini data atau informasi yang luas mengenai
tantangan-tantangan dan persyaratan-persyaratan jabatan dikumpulkan
melalui proses diskusi yang terstruktur dengan para job expert.
Dari hasil FGD ini, maka kompetensi-kompetensi yang secara jelas tidak
kritikal untuk pekerjaan dapat dihilangkan lebih awal sebelum diproses
lebih lanjut. Alternatif yang lain, munculnya tambahan-tambahan
kompetensi, khususnya kompetensi yang sifatnya teknis.
-
Survey. Berdasarkan hasil
Focus Group Discussion, sebuah survey dapat dirancang untuk disebarkan
kepada sejumlah besar job expert. Isi dari survey adalah
kompetensi-komptensi yang dipilih di dalam FGD. Hasil dari survey
kemudian disimpulkan dan dianggap sebagai persepsi dari para pekerja
tentang kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan bagi pekerjaan yang sedang
dinilai.
-
Behavioral Event Interview (BEI). Proses
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam dengan
sejumlah pemegang jabatan yang mempunyai prestasi kerja rata-rata dan
superior. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi
yang lengkap mengenai cara mereka menangani situasi-situasi kritis di
dalam pekerjaan mereka. Mengingat pendekatan ini memerlukan waktu yang
cukup lama dan biaya yang cukup besar, maka sebaiknya digunakan hanya
bila pekerjaan yang akan dibuat model kompetensinya relatif sedikit, dan
organisasi dapat memperoleh interviewer yang terlatih.
4. Menganalisis Data dan Membuat Kesimpulan
Untuk melakukan analisis terhadap data-data yang
diperoleh dari survey, maka para perancang model kompetensi perlu
melakukan langkah-langkah berikut ini:
-
Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah
-
Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai
maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang
diperlukan dari masing-masing kompetensi
-
Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat
ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi dari yang
paling tinggi hingga paling rendah
Buatlah kesimpulan dari hasil analisis tersebut di atas, dalam sebuah format yang dapat dipresentasikan kepada para job expert, sebagai bahan kajian dan diskusi. Pastikan bahwa dalam kesimpulan tercakup hal-hal berikut:
-
Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah
-
Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai
maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang
diperlukan dari masing-masing kompetensi
-
Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat
ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi mulai dari
yang paling tinggi hingga paling rendah
5. Mendiskusikan dan Memfinalisasikan Model Kompetensi
Pada tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Presentasi
Presentasikan hasil survey kepada para pengambil
keputusan penting di dalam organisasi. Para pengambil keputusan penting
ini adalah meliputi orang-orang yang tersebut di bawah ini :
- Para pimpinan puncak perusahaan
- Manajer dan staf departemen SDM yang akan mengaplikasikan model kompetensi ini
- Para manajer yang akan menjadi pengguna model kompetensi ini
Mencapai kesepakatan atas bentuk model
Sasaran dari proses ini adalah untuk mencapai
konsensus mengenai sebuah model bersama yang aplikatif dan didukung oleh
setiap orang. Semua perbedaan substansial yang muncul harus
didiskusikan secara mendalam dan diselesaikan, bila semuanya
memungkinkan.
Membatasi jumlah kompetensi bagi setiap model
Untuk setiap model jumlah kompetensi yang sebaiknya
ada adalah antara 8-10 kompetensi. Besar-kecilnya jumlah akan tergantung
juga pada kompleksitas pekerjaan. Semakin kompleks pekerjaan, umumnya
memerlukan kompetensi yang lebih banyak. (LIHAT CONTOH)
Kesimpulan
Penerapan model-model kompetensi dalam sistem
Manajemen Sumber Daya Manusia saat ini sudah menjadi sebuah kebutuhan
yang tidak dapat lagi dihindari oleh organisasi. Hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa dengan penerapan model-model kompetensi ini akan dapat
memberikan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa
aplikasi model-model ini.
Agar penerapan model-model kompetensi di dalam
organisasi dapat memberikan nilai kompetitif, maka dalam proses
pengembangannya harus direncanakan dengan baik dan harus selaras dengan
misi, strategi, tantangan-tantangan, maupun sasaran-sasaran yang ingin
dicapai oleh organisasi. Selain itu demi menjaga agar penerapan
model-model kompetensi dapat berjalan secara efektif, maka sebaiknya
dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan mendasar
dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan dapat menunjukkan hasil yang
cepat. Selamat mencoba dan semoga berguna untuk meningkatkan kemampuan
dan ketrampilan tenaga SDM kita. (jp)
Penjelasan Istilah:
Core Competencies:
Aspek-aspek unik yang harus dimiliki oleh para pekerja di dalam organisasi agar organisasi mempunyai nilai kompetitif
Job Specific Competencies:
Aspek-aspek unik yang harus dimiliki oleh para pekerja untuk dapat
menghasilkan kinerja yang superior pada pekerjaan atau kelompok
pekerjaan tertentu.
**Penulis adalah alumnus Program
Magister Psikologi Terapan - Studi Sumber Daya Manusia, Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Saat ini penulis juga merupakan Kepala
Departemen SDM di sebuah perusahaan Multi Nasional Asing.
- Meningkatkan kemungkinan untuk merekrut pekerja yang akan berhasil di dalam pekerjaannya.
- Meminimalkan investasi (baik waktu dan uang) pada pekerja yang mungkin tidak memenuhi harapan perusahaan.
- Memastikan proses wawancara yang lebih sistematis.
- Membantu membedakan kompetensi-kompetensi yang dapat dilatihkan dan kompetensi-kompetensi yang sulit untuk dikembangkan.
- Memungkinkan pekerja untuk memusatkan perhatian pada ketrampilan, pengetahuan, dan karakteristik-karakteristik yang mempunyai dampak terbesar terhadap efektifitasnya
- Memastikan bahwa kesempatan-kesempatan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan berjalan selaras dengan sistem nilai dan strategi-strategi organisasi
- Memaksimalkan efektifitas dari waktu dan dana yang digunakan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan
- Memberikan sebuah kerangka untuk melakukan proses bimbingan dan pemberian umpan balik yang berkelanjutan
Definisikan strategi organisasi
Sebuah Model kompetensi akan efektif bila
diselaraskan dengan strategi, sistem nilai, dan sasaran-sasaran dari
organisasi. Untuk itulah, sebelum membuat keputusan yang berkaitan
dengan pengembangan model kompetensi, maka para perancang model
kompetensi harus secara mendalam melakukan kajian terhadap strategi,
sistem nilai, dan juga sasaran-sasaran dari perusahaan.
Kenali cara mengaplikasikan model kompetensi
Pada langkah ini, para perancang model kompetensi
harus melakukan evaluasi terhadap segala kemungkinan penggunaan model
kompetensi di dalam organisasi dan menetapkan aplikasi-aplikasi yang
mempunyai potensi terbesar, misalnya untuk proses rekrutmen dan seleksi
atau pelatihan dan pengembangan. Untuk aplikasi pertama, sebaiknya
dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan mendasar
dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan yang dapat menunjukkan hasil
yang cepat.
Tetapkan " scope" dari model
Sebuah model kompetensi dapat dikembangkan untuk
sebuah pekerjaan, sekelompok pekerjaan, sebuah unit bisnis atau untuk
keseluruhan organisasi. Para perancang model kompetensi harus menetapkan
cakupan dari pengembangan model kompetensi di dalam organisasi.
Beberapa organisasi mengembangkan "Core Competency Model"
berdasarkan sasaran-sasaran organisasi yang berlaku bagi semua jabatan
atau sebagian besar porsi dari pekerjaan dan kemudian menambahkan "Job Specific Competencies" pada sekelompok kecil pekerjaan
Menentukan pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam proses pengembangan model
Melibatkan orang-orang yang tepat dalam mengembangkan
model merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Pada umumnya
orang-orang yang membantu pengembangan model adalah mereka-mereka yang
pada akhirnya menggunakan model kompetensi dengan sukses.
Pertimbangkanlah untuk melibatkan pihak-pihak berikut ini dalam proses
pengembangan model kompetensi di perusahaan: pimpinan puncak perusahaan,
para manajer yang terkait , para pemegang jabatan yang mempunyai
prestasi yang sangat baik, staf Departemen SDM, dan ahli-ahli
kompetensi.
Memilih pendekatan yang tepat untuk mengenali kompetensi-kompetensi kritikal
Ada beberapa pendekatan atau metode yang dapat dipakai untuk mengenali Core Competencies atau Job Specific Competencies.
Untuk mengenali core competencies, metode
yang paling efektif adalah dengan melakukan pertemuan dengan para
pimpinan puncak perusahaan. Dalam pertemuan ini terutama dibahas secara
mendalam tantangan-tantangan yang dihadapi organisasi, misi, dan juga
sasaran-sasaran organisasi dan kompetensi-kompetensi inti yang
diperlukan untuk menghadapi tantangan-tantangan, untuk mencapai misi dan
sasaran-sasaran tersebut.
Untuk mengenali job specific competencies, dapat digunakan beberapa metode seperti : Focus Group Discussion dan survey dengan para job expert atau Behavioral Event Interview dengan para pemegang jababan , baik yang prestasinya sedang-sedang saja, maupun yang prestasinya superior.
Proses yang akan dilalui oleh para pimpinan puncak perusahaan dalam mengenali Core Competencies, cara pengenalan job specific competencies oleh job expert, dan kaitan penggunaan Job Specific Competencies dan Core Competencies.
Keputusan-keputusan tentang jenis-jenis jabatan yang harus memiliki core competencies
(mis : semua pekerjaan di bawah level manajemen) dan cara aplikasi
model kompetensi (mis : pengembangan karir, pelatihan, dsb-nya).
Kaitan antara Core Competencies dan tantangan-tantangan , misi, dan sasaran-sasaran organisasi
Konsensus tentang rangkaian Core Competencies yang akan diaplikasikan di perusahaan dan dukungan yang diperlukan untuk menerapkannya.
Focus Group Discussion (FGD).
Dalam proses ini data atau informasi yang luas mengenai
tantangan-tantangan dan persyaratan-persyaratan jabatan dikumpulkan
melalui proses diskusi yang terstruktur dengan para job expert.
Dari hasil FGD ini, maka kompetensi-kompetensi yang secara jelas tidak
kritikal untuk pekerjaan dapat dihilangkan lebih awal sebelum diproses
lebih lanjut. Alternatif yang lain, munculnya tambahan-tambahan
kompetensi, khususnya kompetensi yang sifatnya teknis.
Survey. Berdasarkan hasil
Focus Group Discussion, sebuah survey dapat dirancang untuk disebarkan
kepada sejumlah besar job expert. Isi dari survey adalah
kompetensi-komptensi yang dipilih di dalam FGD. Hasil dari survey
kemudian disimpulkan dan dianggap sebagai persepsi dari para pekerja
tentang kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan bagi pekerjaan yang sedang
dinilai.
Behavioral Event Interview (BEI). Proses
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam dengan
sejumlah pemegang jabatan yang mempunyai prestasi kerja rata-rata dan
superior. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi
yang lengkap mengenai cara mereka menangani situasi-situasi kritis di
dalam pekerjaan mereka. Mengingat pendekatan ini memerlukan waktu yang
cukup lama dan biaya yang cukup besar, maka sebaiknya digunakan hanya
bila pekerjaan yang akan dibuat model kompetensinya relatif sedikit, dan
organisasi dapat memperoleh interviewer yang terlatih.
Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah
Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai
maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang
diperlukan dari masing-masing kompetensi
Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat
ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi dari yang
paling tinggi hingga paling rendah
Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah
Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai
maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang
diperlukan dari masing-masing kompetensi
Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat
ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi mulai dari
yang paling tinggi hingga paling rendah
No comments:
Post a Comment