Ada-ada saja cara dilakukan untuk terapi kejiwaan.
Lazimnya melalui konsultasi. Namun, ini beda lagi. Apa itu? Caranya
memang cukup ekstrem, yaitu dengan telanjang. Bukan pasien telanjang
tapi psikolog.
Dengan melepaskan satu per satu pakaian yang dikenakannya selama sesi
konseling, mulai dari blazer, kemeja, celana sampai akhirnya tentu saja
pakaian dalamnya, psikolog yakin tindakannya ini dapat mencairkan
ketertutupan sikap dari pasiennya. Tak heran bila kliennya kebanyakan
laki-laki.
Itulah dilakukan psikolog muda dan cantik, Sarah White (27) di New
York, Amerika Serikat. Cara Sarah itu sempat menuai kecaman karena
dianggap mencoreng citra psikolog. Kendati demikian, dia tetap punya
alasan.
"Saya sengaja melakukannya justru untuk mengendalikan diri para
pasien saya itu. Tujuannya saya telanjang di depan mereka adalah agar
mereka memahami diri dan lingkungan mereka secara lebih baik sehingga
mereka bisa mendapatkan kekuatan dari kenikmatan yang timbul dari diri
mereka dan kekuatan itu diharapkan tidak hanya muncul selama sesi terapi
tetapi juga sesudahnya," ujar Sarah, seperti diwartakan New York Daily News.
Sesi awal konsultasi yang ditawarkan melalui komunikasi satu arah di web cam
dan pesan SMS dikenakan biaya 150 dollar AS (setara Rp 1,7 jutaan).
Begitu Sarah yang telah memiliki sekitar 30 pasien mengenal mereka
secara lebih jauh maka ia menawarkan komunikasi dua arah melalui video
Skype dan bahkan, untuk beberapa kasus, melalui konsultasi secara
langsung.
Pendekatan terapi sambil telanjang yang diterapkan Sarah ini tentu
saja memikat kliennya yang sebagian besar adalah pria. Salah satu
latarbelakang dari diterapkannya pendekatan ini adalah karena Sarah
merasa ada yang tindakan yang kurang dan tidak berinspirasi dalam teknik
konsultasi dari studi strata-1 psikologi yang pernah didalaminya.
Lewat penuturannya ke New York Daily News, Sarah menilai
teknik yang dijalankannya telah memberikan dorongan minat lebih besar
pada kaum pria yang cenderung kurang tergerak apabila dibandingkan kaum
perempuan dalam berkonsultasi. "Saya melihat ada yang kurang dari teknik
terapi klasik yang cenderung represif ketimbang mendorong orang lain
untuk bersikap terbuka."
"Tujuannya adalah memperlihatkan kepada pasien bahwa tidak ada yang
disembunyikan dari diri saya dan mendorong mereka untuk bersikap lebih
jujur. Bagi pria tertentu, melihat sosok wanita telanjang justru dapat
membantu mereka memfokuskan perhatian serta melihat diri mereka secara
lebih luas selain membantu mereka menyampaikan apa yang ada di pikiran
mereka secara terbuka," tambah wanita yang berasal dari Upper West Side
ini.
"Freud menerapkan asosiasi bebas. Saya memilih untuk telanjang,"
jelas White untuk membandingkan teknik konsultasi yang ditawarkannya
dengan teknik klasik dari Sigmund Freud.
Tentu saja teknik terapi yang diterapkan White juga disambut suara
penentangan. Diana Kirschner, psikolog klinis di New York, menjelaskan:
"Sarah hanya menggunakan terapi kata-kata tetapi saya tidak menganggap
ini sebagai terapi. Saya menilai pendekatannya itu sebagai pelayanan
interaktif pornografi melalui internet."
Interaksi bernuansa seks antara pasien dan ahli terapi merupakan
pelanggaran besar kode etik berdasarkan ketetapan yang dikeluarkan oleh
American Psychoanalytic Association. Bahkan kontak fisik saja sudah
dianggap sebagai pelanggaran kode etik profesi.
Namun, Sarah menekankan tidak terjadi kontak fisik dalam terapi yang
ditawarkannya. "Saya tidak menjalin hubungan intim dengan pasien saya." (new york daily news/daily mail/berbagai sumber)
TRIBUN-TIMUR.COM
No comments:
Post a Comment