ads ads ads ads

Thursday, November 20, 2014

Kontroversi tes keperawanan dari anak sekolah sampai Polwan

Kontroversi tes keperawanan dari anak sekolah sampai Polwan 

MERDEKA.COM. Kewajiban tes keperawanan untuk menjadi polisi wanita (polwan) di Indonesia mendapat perhatian dunia. Lembaga hak asasi HRW dalam penelitiannya menyebutkan banyak wanita yang merasa risih ketika harus melakukan tes itu.

Kesaksian seorang peserta tes Polwan, mereka bahkan harus bugil di depan 20 orang lainnya, sesama calon polwan, sebelum akhirnya dibawa ke sebuah ruangan tanpa pintu. Seperti itulah tes keperawanan berlangsung.

Menurut Nisha Varia, Direktur Asosiasi Hak Asasi Perempuan HRW, kepolisian Republik Indonesia menggunakan tes keperawanan untuk mendiskriminasi, melakukan kekerasan, dan menghina martabat wanita. Mereka yang tidak lulus tes ini langsung diusir. Tes ini juga digambarkan amat menyakitkan dan membuat trauma.

Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Inspektur Jenderal Polisi Ronny F Sompie membantah jika praktik itu masih dilakukan sekarang.

"Seleksi dilakukan antara lain pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh untuk lelaki dan perempuan, termasuk pemeriksaan organ reproduksi. Tapi bukan tes keperjakaan atau tes keperawanan," kata Ronny.

Senada dengan Rony, Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto meluruskan masalah itu. Menurutnya bukan tes keperawanan tapi pemeriksaan organ intim.

"Wanita ada tes khusus pada organ reproduksi itu namanya tes kesehatan pada wanita. Itu untuk mengetahui apakah ada penyakit yang diderita peserta ini seperti kanker rahim atau kanker serviks atau apakah kondisi organ reproduksi itu dalam keadaan sedia kala atau perubahan rusak yang diakibatkan karena pernah mengalami kecelakaan seperti atlit yang luka sobek karena latihan atau penyakit atau karena berhubungan," kata Kombes Pol Agus Rianto saat berbincang dengan merdeka.com di Wisma Pesanggrahan, Salabintana, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (18/11).

Dalam tes khusus bagi Polwan itu, ada seorang Dokter ahli didampingi dan perawat yang semuanya perempuan.

Soal tes keperawanan ini bukan kali pertama menuai kontroversi. Beberapa waktu lalu Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan tahun lalu mewacanakan untuk melakukan tes keperawanan pada para siswi. Mereka beralasan hal ini untuk mencegah pergaulan bebas yang makin marak.

Usula tes keperawanan juga pernah disampaikan anggota Komisi III DPRD Provinsi Jambi Bayu Suseno tahun 2010 lalu. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPRD Provinsi Jambi, itu mengusulkannya tes sebagai syarat penerimaan siswa baru (PSB) untuk tingkat SLTP dan SLTA.

Tes keperawanan menjadi kontroversi karena ditolak berbagai pihak. Akhirnya hal ini pun batal dilakukan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) saat itu Mohammad Nuh, menolak usulan tersebut.

"Ini enggak wise, enggak bijak. Kalau ada bukti tentu kami akan membuat edaran. Kalau ada, ada cara lain yang lebih wise," kata M Nuh di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/8).
{content-split}

Kritik juga dilontarkan Sekretaris Dewan Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani. Menurut aturan tes keperawanan sebagai syarat masuk SMA di Prabumulih melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, setiap orang berhak mengenyam pendidikan dan melanjutkan sekolah sesuai dengan Undang-Undang.

"Saya kira itu pelanggaran HAM yang berat. Apa urusannya sama keperawanan. Terus kalau sudah tidak perawan terus tidak boleh sekolah," ujarnya.

Yani mengatakan, hal itu seperti pemberangusan hak bersekolah bagi kaum perempuan. Syarat itu menjadi terlihat diskriminatif terhadap kaum perempuan. "Keperawanan, kalau keperjakaan gimana, bisa dites? Ini kan pelanggaran HAM terhadap perempuan," terangnya.

Secara ilmiah tes keperawanan juga akan sulit dilakukan. Begini pendapat Dokter Ahli Andrologi dan Seksologi, Wimpie Pangkahila. Menurut dia bicara keperawanan, sebelumnya harus menyepakati definisi perawan lebih dulu.

Pertama, apakah perawan itu di lihat dari seorang perempuan yang pernah atau tidak melakukan hubungan seksual. Definisi kedua, perawan didefinisikan semata-mata karena selaput dara robek atau tidak.

Sebab, dia melanjutkan, kalau definisi yang dipakai itu pernah atau tidak melakukan hubungan seksual, berarti tes keperawanan itu tidak ada hubungannya dengan selaput dara yang robek. Misalnya dia melakukan masturbasi pakai alat atau jari hingga selaput dara robek, tapi tidak pernah berhubungan seksual.

"Terus dites. Dan si perempuan jawab, saya perawan karena tidak pernah melakukan hubungan seksual. Terus dia tidak diterima sekolah karena selaput daranya robek, kan kasihan cewek-cewek itu nanti. Kasihan mereka yang pernah masturbasi pakai alat atau jari," kata Wimpie sambil tertawa.

Padahal, kata dia, tes keperawanan di situ kan menyangkut perilaku. Misalnya perempuan dites apakah perilakunya buruk karena pernah melakukan hubungan seks bebas atau tidak. "Karena menyangkut perilaku (seks bebas), tidak ada kaitannya dengan selaput dara," terangnya.

No comments:

Post a Comment